Monday, 7 January 2013

Si Anak Kedua

Ia lebih muda dari saya, hm..dua tahun perbedaan usia kami. Ia anak kedua dari tiga bersaudara, Ia adik sekaligus kakak. Sewaktu kelahirannya keluarga kami sedang dalam masa-masa berjuang. Ayah tengah mengikuti aktivitas keagamaan yang mengharuskan beliau untuk Iktikaf selama sebulan di daerah Bayah Banten (50 KM ke arah utara Serang), sedangkan Ibu yang pergi ditinggalkan Ayah mau tak mau kembali ke kampung halamannya di Padang Panjang sana agar ada yang menjaga dan mengurus beliau yang sedang hamil.

Kelahirannya tanpa dihadiri Ayah, ketidaktersediaan Handphone dan alat komunikasi saat itu membuat Ibu tidak dapat menghubungi Ayah untuk mengabarkan bahwa putri pertamanya telah lahir. Tapi Ibu tak patah arang, beliau ingin mempertemukan Ayah dengan putrinya, maka seminggu setelah Putrinya lahir Ibu segera berkemas untuk kembali ke Jakarta walaupun berulang kali diingatkan bahwa Putrinya baru berusia tujuh hari dan sangat riskan untuk dibawa berjalan jauh. Ibu kadang kala berwatak keras, Ia tak mengindahkan himbauan Nenek dan meyakinkan keluarga di kampung bahwa Ia memang harus pulang. Berbekal beberapa emas yang sengaja di berikan Ayah sebagai bekal selama tinggal di kampung, Ibu pun menjual emas itu untuk membeli tiket dan perbekalan selama perjalanan.

Selama di atas Kapal menggunakan jalur laut, Ibu dan satu orang adiknya yang ikut menemani terus memanjatkan doa agar perjalanan Kami lancar dan tak ada gangguan mengingat putrinya baru berusia seminggu. Alhamdulillah, tidak ada masalah selama di Kapal dan kamipun sampai di pelabuhan. Saat itu entah kabar dari mana, ayah sudah menunggu kami di pelabuhan, mungkin ibu yang mengabari, tapi lewat apa? ah mungkin feeling seorang Ayah.

Ayah yang terpaksa berhenti bekerja untuk pergi ke Banten mengajak kami untuk pulang disertai perasaan was was dari Ibu, bagaimana nasib kami kelak? ayah kan sudah berhenti bekerja? Tapi entah mengapa raut wajah optimisme selalu terpancar dari matanya. Dan tak lama, 10 menit setelah meninggalkan pelabuhan, dalam kondisi berjalan kaki menggandeng kami bertiga, ayah tak sengaja bertemu dengan rekan sekerjanya dulu di kantor.
"Eh Do, gimana kabar? udah dapet kerjaan lu?"
"eh elu jar, Alhamdulillah baik, iya, insyaAllah segera dapet yang baru." Ayah pun sedikit tertawa yang mungkin merupakan caranya menutupi kekhawatiran.
"Kebetulan do, Pak Andi dari kemarin nyariin lu, dia bilang kalo lu belom dapet kerja, dateng lagi aja ke kantor, pas banget ketemu lo di sini, dari kemarin gw cariin eh akhirnya ketemu disini"
"ah beneran lo? alhamdulillah yaudah besok insyaAllah gw dateng ke kantor"
Dan cerita pun berlanjut, akhirnya Ayah mendapatkan lagi pekerjaannya yang dulu, disertai dengan beberapa kenaikan benefit yang lebih tinggi dari sebelumnya. Mungkin ini Rezeki dari Allah melaluinya, Janji Allah tidak salah, ternyata tiap anak punya Rezekinya masing-masing.

--
23 Tahun kemudian

Ia sosok yang pantang menyerah, ulet, cerdas dan penuh dengan keyakinan, iya betul, keyakinan. Saat akan memulai kuliah, ia hanya berbekal keyakinan bahwa bila Allah menghendaki niscaya ia akan diterima di fakultas dan jurusan dengan grade tertinggi saat itu. Usaha hanya bagian dari sunatullah yang harus dipenuhi karena selebihnya Allah yang punya peranan. Terbukti, iapun diterima di tempat kuliah yang diidamkannya.

Lulus dengan predikat Cumlaude, IPK 3,7 dari perguruan tinggi mentereng dan jurusan nomor wahid. Harusnya dengan sangat mudah ia dapat diterima di kantor manapun sesuai keinginannya. Tapi ternyata tidak, ia tak ingin gegabah dalam memilih pekerjaan. Sempat menganggur selama beberapa bulan, ia pun diterima di sebuah perusahaan konsultan Asing di daerah kuningan jakarta. Namun, karena kebijakan perusahaan yang mengharuskan hanya satu orang saja yang menempati posisi sebagai junior accounting, ia pun dengan ikhlas menerima kenyataan untuk diputus kontrak. Sebuah kondisi yang membuat saya sedih mengingat ia adalah salah satu lulusan terbaik di kampus, tapi tetap, wajah ketenangan terpancar dari wajahnya. Ia tetap optimis, pasti ada skenario terbaik dari Allah.

Selang 6 bulan kemudian, ia mengikuti seleksi di salah satu lembaga keuangan ternama di negeri ini. Seleksinya ketat, dari 500 orang yang mengikuti tes, hanya 40 orang yang lolos ke tahap berikutnya, dan alhamdulillah ia menjadi bagian dari 40 orang itu. Dari 40 orang diseleksi lagi hingga 12 kandidat dan hingga yang terakhir 4 kandidat. Dan tak disangka, ia menjadi bagian dari 4 orang yang terakhir.

Kamis minggu lalu, ia secara resmi menandatangani kontrak kerja dengan benefit yang jujur, sayapun iri mendengarnya, kalaulah dituliskan disini, mungkin terasa berlebihan tapi memang benefit ini sesuai dengan seleksinya yang ketat dan nama besar institusinya. Ah ternyata janji Allah tidak salah, barang siapa yang yakin padaNya, maka ia akan menunjukkan jalannya. Oh iya, ia masih harus mengikuti seleksi terakhir, yaitu Medical Check Up, semoga tidak ada masalah. Mohon doanya teman-teman.

foto : http://www.fotografer.net/galeri/galerix.php?id=1675676&i=3&tup=1&uf=237422&page=2

No comments:

Post a Comment