Sunday 30 December 2012

Dilema #2



Aku tak sanggup bertanya pada Bapak. Serasa ada sesuatu yang naik dari perutku setiap kali ingin memulai membicarakan tentang hal ini. Kami sekeluarga dalam perjalanan pulang menuju Jakarta. Nampaknya bapak sedang sibuk menyetir dan tidak bisa diganggu, ah aku semakin tak sanggup membicarakan hal ini. Si kakak pun sepertinya sudah lama menunggu. Sesaat kemudian, sebuah SMS masuk ke hape ku.

“jadi gimana? Sudah ada jawaban dari bapak?”
“belum kak, setiap saya mau ngomong tentang ini, perut saya tiba-tiba mules. Duh..”
“hm.. yaudah, saya aja yang sms bapak, tolong kirim nomornya ya”

Hah? Seriusan nih orang? Wah.. nantangin ya. Akupun mengirimkan nomer bapak padanya.

“ini nomernya kak. 0816xxxxx. Tapi jangan di sms sekarang ya kak, bapak lagi nyupir takutnya keganggu, soalnya bapak sensitive klo ada sms yang gak jelas dari siapa, biasa ditawarin kartu kredit. Hehe”
“sip.. oke”

Coba kita lihat, apakah si kakak itu berani mencoba menghubungi bapak langsung. Ada semacam keraguan, sepertinya ia akan berpikir puluhan kali kalau ingin mengirim sms langsung ke orang tua ku.

Beberapa saat kemudian, bapak memanggilku. 
“An, ini ada yang sms siapa ya? Temen Ani ya?”
“hah? Temen Ani? Siapa pak? Ngapain juga ada yang sms bapak” 
akupun tak sadar, bahwa sebelumnya ada seseorang yang meminta nomor bapak dan akan menghubunginya. Dan ternyata, ya Ampun, si kakak yang mengirimkan sms dengan tulisan yang sangat lugas.

“Assalamualaikum pak, Saya Adi, temannya Ani, saya ingin mencoba serius untuk taaruf menuju pernikahan dengan anak bapak. Kalau bapak mengizinkan, saya akan coba mengirimkan CV saya lewat email. Terima kasih pak”

Ya salam, ini orang serius ya, dan bapak pun hanya terdiam, akupun salah tingkah, ah tak tahulah.

“bapak akan balas SMSnya, nanti kamu baca lagi. Kalau ada yang mau ditambahkan tambahkan saja” bapak pun hanya berkata singkat padaku. Ah biarlah, ikuti saja kemana proses ini akan berjalan.

Sepekan berlalu, dan ia telah mengirimkan CV nya padaku lewat email. Oh ya, ia juga mengirimkan Proposal nikahnya. Ah niat sekali.. akupun membaca dan terpaku dengan CV dan proposalnya. Apa lagi yang bisa membuatku menolaknya. Tapi.. ah selalu ada gundah, mungkin karena orang itu. Tapi.. sudahlah. Akupun membalas SMSnya

“CV dan proposalnya sudah saya baca kak, masya Allah, saya masih gak percaya, kenapa saya kak, seharusnya ada yang lebih baik dari saya”
“Gak An, insyaAllah saya udah berpikir matang, dan memang, sepertinya Ani orang yang tepat.”

Duh.. akupun tak tahu lagi harus membalas apa. Bapak ku pun ikut membaca proposalnya pula. Ah sepertinya ia begitu tertarik dengan si kakak ini. Terlihat jelas dari pancaran wajahnya, senyumnya menyiratkan bahwa pemuda ini orang yang tepat untuk putrinya. Aku juga mengirimkan CV ku padanya, CV yang biasa saja, itupun aku contek formatnya dari CV yang ia kirim, hehe.

“An.. coba bilang ke dia, kalau misalkan bisa, hari sabtu nanti datang ke rumah. Kamu kasih alamat ke dia ya”

Hah? Ke rumah? Secepat ini kah? Ya ampun. Akupun mengirimkan SMS padanya meminta agar dia bisa datang ke rumah. Sesuai dugaanku, ia pun menyanggupinya. Rumah ku di daerah tangerang banten memang lumayan jauh, dan semoga si kakak ini tidak tersesat.

Pertemuan itu dan pertemuan-pertemuan selanjutnya, semuanya berjalan lancar. Orang tuanya pun sudah datang bersilaturahmi ke rumah. Tapi, ah selalu ada tapi, gundah ini selalu menyertai. Bayangan orang itu masih terekam jelas di benakku. Berhari-hari, akupun jarang membalas sms Kak Adi. Akupun tak tahu apa yang terjadi padaku. Selalu ada keraguan dan semuanya bermuara pada orang itu. Baiklah, kurasa semuanya harus menjadi jelas, aku harus mengatakan yang sebenarnya pada kak Adi.

“sebenarnya, saya udah punya pilihan sendiri kak. Tapi jujur, ini murni karena kedekatan, minat dan kesenangan kami yang sama. Ia satu fakultas dengan saya, seangkatan dengan saya. Dan kemaren saya blom bisa memberi tahu kak Adi karena sayapun bingung, orang tua saya lebih menyukai kak Adi dibandingkan dengan calon saya ini. Karena menurut bapak, kak Adi adalah figure ideal untuk seorang suami, sayapun sadar sih kak, tapi saya sudah memutuskan, saya akan coba dengan calon saya sendiri”

Fiuh.. ah ada rasa sesal, tapi satu sisi, akupun lega. Semoga ini yang terbaik untuk kami. Kak Adi pun menerima dengan senyuman, setidaknya itu yang tertulis dalam sebaris pesan SMS darinya.

“semoga Kak Adi dipertemukan dengan orang yang lebih baik”
“insyaAllah An, InsyaAllah, begitupula dengan Ani”
Ya Rabb..

*bersambung

Monday 24 December 2012

Dilema. #1



Sebaris sms itu masuk dan membuatku bingung. Akupun terduduk sekejap menyadari bahwa sepertinya kakak ini tidak main-main.
“Ani, udah siap? Saya mau serius dengan Ani”
Tak perlu kutanya lagi apa maksudnya dengan ‘siap’. Usia dewasa muda dengan frase ‘serius’ serta pertanyaan tentang kesiapan, tak lebih dari pembahasan tentang pernikahan.

Siang itu matahari tak jauh beda dengan kemarin. Sinar teriknya menambah cucuran keringat setelah kubaca sms darinya. Ia, duh.. akupun baru mengenalnya, setidaknya belum sampai 2 tahun. Tapi memang beberapa kali kami sempat berinteraksi dan itupun tak lebih dari sekedar pembicaraan biasa lewat media sosial.

Akupun ingat saat pertama kali menyapanya. Eh.. tunggu, ia atau aku dulu ya? Entahlah, yang jelas kamipun berbincang dan di akhir pembicaraan akupun baru menyadari. Ternyata aku salah menyapa orang..ups. untung saja dia tak tahu. :p tapi sepertinya ia tak menyadari hal itu karena setelahnya, beberapa kali kami bertemu dalam obrolan ringan yang tak pernah direncanakan.

Oh ya, ketika itu bulan Ramadhan, dan kami sekeluarga berangkat mudik lebih awal untuk menghindari ganasnya jalur pantura. Dan tebak apa yang terjadi? Ternyata tidak terlalu berpengaruh, jalur pantura tetap padat, padahal kami berangkat H-5 lebaran. Syukurlah, mobil kami dilengkapi pendingin ruangan, kalau tidak, ya ampun, sudah tentu jilbabku sudah penuh dengan peluh keringat. Akupun berusaha membunuh kebosanan dengan membuka facebook dan fasilitas chatnya via smartphone. Dan tak lama, kakak itupun menyapaku.
“Assalamualaikum An, lagi dimana?”
“di mobil kak, lagi otw ke jawa, duh macet”
“hoo.. mudik kemana?”
“ke pasuruan kak.”
“oh.. disana oleh-olehnya apa ya? Saya titip oleh2 yak. Haha”
“hm.. ada sih kak, paling kerupuk2 gitu doank. Hehe. Boleh, insyaAllah, nanti gimana ngasihnya kak?”
“hoo.. nanti kita ketemu aja, di kampus saya atau kampus Ani.”
“eh.. jangan ya kak, nanti saya titip aja dimana gitu..”
“eh iya deh.. maaf ya, nanti kita liat lagi gimana caranya”
“sip deh kak.. eh iya kak, udahan dulu yak, ada yang mau dikerjain. Assalamualaikum”
“walaikumsalam”
Ya Robb, bukannya tidak mau bertemu dengannya, tapi sepertinya pertemuan khusus berdua itu, masih agak janggal bagiku. Dan akupun berniat, aku akan membeli oleh-oleh untuk kakak itu.

Kenanganku pun kembali berputar, sembari keluar dari kamar, akupun mengingat kembali saat ia pertama kali bekerja di sebuah anak perusahaan BUMN. Perusahaan yang cukup besar kurasa. Akupun senang saat tahu bahwa tak sampai 3 bulan ia menganggur dan berhasil mendapat pekerjaan yang sesuai dengan background pendidikannya.
“Selamat kak. Sukses selalu :) ”, sekilas pesan itu pun tertulis di dinding facebooknya, dan ia hanya membalas dengan senyuman dan ucapan terima kasih. Dan kurasa sejak itu kami pun jarang berinteraksi. Sekedar menyapa lewat facebook, ataupun terkadang lewat SMS.

Kini dia mengirim SMS untuk sebuah permintaan yang sesungguhnya berat bagiku. Ah, kenapa, tak ada alasan kuat aku menolaknya. Ia ikhwan yang baik, tokoh di kampusnya, dengan beragam prestasi yang terbilang ‘wow’. Tapi.. bismillah. Akupun membalas sms-nya.
“saya istikhoroh dulu ya kak, saya mesti nanya bapak, ibu, dan Mbak Liqo dulu”
“Oke, saya tunggu ya.”
Dan akupun meminta petunjuk padaNya. Semoga yang terbaik.

*bersambung

Sunday 9 December 2012

Petamburan : antara FPI, Debt Collector, dan Para Jawara


Saya tidak ingat persis kapan pastinya saya mulai tinggal di petamburan Jakarta pusat, rumah almarhumah nenek. Sepengetahuan saya, sejak bapak beberapa kali bolak-balik Bekasi-Petamburan untuk mengajar Olin (anak sepupu saya alias keponakan saya) dalam persiapannya menghadapi UN SD yang tinggal dua bulan lagi. Olin itu unik, gak pernah belajar, tapi nilai ulangannya bagus-bagus (baca:standar), entah dia nyontek atau emang jenius. Tapi memang setiap diberikan soal-soal matematika, dia selalu pusing dan ujung-ujungnya bapak juga yang menyelesaikan. halah.

Akhirnya sayapun jadi sering menginap di petamburan sambil menemani bapak. Karena sering menginap dan merasakan bagaimana enaknya rumah yang dekat dengan kantor (cuma 10 menit. wehehe), akhirnya diputuskanlah bahwa saya akan tinggal di petamburan kalau hari kerja dan kembali ke bekasi tiap week end. horay, hemat ongkos, dan gak capek pula. hehe.

Petamburan itu nama kelurahan di kecamatan Tanah Abang, daerah yang dikenal dengan pusat grosirnya. Dari pasar Tanah Abang ke rumah nenekpun tergolong dekat, cuma berjalan kaki sekitar 2 kilometer, itupun kalau lagi gak males, karena biasanya orang-orang ingin yang praktis dan nyaman, maka tersedialah tukang-tukang ojek dan bajaj yang siap mengantar.

Petamburan terletak persis di sebelah bantaran sungai ciliwung. Daerah yang memanjang dari depan museum tekstil jakarta sampai pintu air. Permukimannya padat, tak teratur dan tidak rapi lah pokoknya. Jalan-jalannya kecil dan sulit dilewati kendaraan, maka tak heran karena daerah resapan air yang nyaris tidak ada membuat banjir jadi sesuatu yang akrab disana. Tapi karena letaknya yang strategis, dekat dengan Jalan protokol (sudirman-thamrin) dan pusat grosir terbesar se-asia tenggara, maka penduduknya pun enggan pindah dari sana, walau kerap kali harus merasakan kiriman banjir dari bogor.

Petamburan itu tempatnya para jawara (kalau tidak mau dibilang tempatnya para preman). Jadi jangan heran kalau debt collector pun enggan datang kesana. Banyak debt collector yang memiliki nasib tak mengenakkan ketika menagih ke daerah ini, entah diteriaki maling dan jadi bulan-bulanan warga, atau bernasib lebih baik karena berhasil kabur dari kejaran dan amukan warga. Tapi terkadang ada juga debt collector yang beruntung, berhasil nagih dan keluar dengan selamat, mungkin itu cuma satu diantara puluhan debt collector yang terpilih karena sering sedekah dan berbuat baik. hehe. oh iya, karena daerah tempat para jawara, prosentase pencurian motor di daerah ini tergolong rendah, coba saja parkir motor di depan rumah semalaman, pagi harinya motor kita dijamin masih utuh, mungkin orang-orang akan berpikir puluhan kali kalau mau macam-macam ditempat ini, salah-salah nyawanya bisa lewat karena dikeroyok warga.

Di tempat ini pun terdapat basis dari salah satu ormas Islam yang kini sering jadi sorotan. FPI. Disini, FPI jadi semacam buffer yang menyeimbangkan potensi fasad warga petamburan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Tengok saja sebagian simpatisannya yang kalau diperhatikan jauh dari nilai-nilai Islam, Muka sangar dan serem, badan tatoan, dan sholat pun jarang-jarang. Tapi saat isu-isu sentimen negatif tentang Islam merebak, mereka paling depan membela. Istilahnya, gw emang jarang sholat, tapi klo nabi dan agama gw dihina, tunggu dulu, hadepin gw klo berani. Wuih.. luar biasa.

Sudah hampir setengah tahun saya tinggal disini dan selalu ada fenomena unik yang terekam pandang dan tersimpan dalam benak. Seperti saat saya mengetahui bahwa tiap selasa dan kamis, selalu ada bazar yang menutupi jalan utama menuju petamburan, dan itu sangat mengganggu karena saya harus memutar jauh kalau mau pulang..Argh.. Bazar itu menjual beragam barang dagangan dari makanan, pakaian, alat-alat rumah tangga dan berbagai macam benda yang gak dijual bebas di pasaran (eh ini ciyus loh..). Atau ketika saya mengetahui bahwa hingga kini telah puluhan anak muda yang mati karena narkoba saking sulitnya tempat itu terjamah tangan aparat..duh.

Allahu'alam.

Saturday 1 December 2012

Banjir di penghujung November

Jum'at 30 November 2012.

Penghujung November diakhiri dengan hujan lebat, tak terkecuali di Jakarta, Bekasi pun bernasib sama. Dari tahun ke tahun, selebat apapun hujan tidak akan menimbulkan kekacauan, tidak seperti Jakarta yang penghuninya selalu dag dig dug kala hujan datang, khawatir banjir. Duh, padahal Hujan itu Rahmat ya, tapi yaa begitulah. Tapi semalam berbeda, Hujan di Bekasi sejak Ba'da Ashar hingga menjelang Maghrib membuat kali di depan Kompleks meluap dan sudah bisa diperkirakan, banjir pun terjadi.

Sore itu saya masih di kantor, harap-harap cemas melihat langit yang berubah gelap. Mau pulang gak bawa payung, takut keujanan. Klo gak pulang sudah pasti bakal terjebak sampe malam di kantor. Akhirnya ya sudahlah, maghrib dulu aja di kantor, siapa tahu dapet pencerahan. hehe. Lalu tak lama hape saya berbunyi. Eh dari rumah, seperti biasa, cumi. Cuma miskol. haha. Saya pun menelepon balik ke rumah.

"Ga, di sini banjir, udah masuk rumah, di ruang tamu aja udah sepuluh centi. Ega pulang kapan?"
Ibu saya, belum sempat menjawab beliaupun kembali bercerita.
"Kalau emang disini masih banjir, ega nginep di Petamburan aja, besok pulangnya, disini takut gak ada angkot yang masuk".
Petamburan itu tempat nenek saya, walaupun yang menempati rumah itu  tinggal bibi dan keluarga anaknya alias keluarga sepupu saya. Rumah beliau deket kantor, makanya saya bela-belain tinggal disana klo week day, lumayan bisa menghemat. hehe.
"Oh iya ma, okeh, kok bisa masuk rumah? ujan dari jam berapa?"
"iya nih tumben, biasanya cuma nyampe depan doank, dari abis ashar, ampe sekarang."
Oh pantesan, hujan 3 setengah jam sudah lebih dari cukup untuk menggenangi satu komplek.
"yaudah, udahan dulu ya Ga, udah mau maghrib, wassalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
 Sayapun mulai beres-beres meja yang kurang rapi (baca:berantakan), dan mematikan kompie kantor. yup, saatnya maghrib-an dulu
__

Selesai maghrib-an hujan sudah mulai reda, meski sesekali hujan rintik masih terasa. hm..klo gak balik sekarang, bakal  lebih berisiko, karena saya gak tahu apa hujannya bakal turun lebih deras lagi atau emang sudah bener-bener berhenti. Bismillah, mari kita pulang. Berjalan sebentar ke depan kantor, saya pun memanggil ojeg untuk mengantarkan saya ke stasiun karet. Akhir pekan dan hujan di sore hari, kombinasi yang pas untuk macet. Jalan Penjernihan I hingga karet padat, semoga bisa ngejar kereta yang jam setengah delapan.

Alhamdulillah, Tepat waktu, berjalan di bawah fly over karet, sayup-sayup terdengar bahwa kereta ke arah Depok masih berada di St. Duri. berarti pas banget nih. Tiket ke bekasi dibeli dan dengan sikap seorang anker (anak kereta), tas di taruh depan, dompet di tas, sayapun bersiap menyambut kereta.

Kereta datang dan para penumpang berdesak-desakan masuk ke dalam gerbong. ah ini masih stasiun karet aja udah padet gini, gimana sampe sudirman. untungnya kereta ke bekasi transit dulu di manggarai, jadi gak perlu desak-desakan kayak gini sampe bekasi. Dan benar perkiraan saya, di sudirman para penumpang udah gak mikir lagi, yang penting masuk gerbong, sebodo amat padet atau nggak. dan saya pun terdorong-dorong oleh penumpang yang baru masuk. Untung gak tiap hari ngerasain yang beginian.

Sampai stasiun manggarai, keluar gerbongpun susah amat, tas saya sampai tertarik dan hampir putus. parah dah. Dalam kondisi gak karuan gitu, si announcer stasiun ngomong, "kereta menuju bekasi sesaat lagi berangkat, di jalur 1" itu kan di ujung, terpaksalah saya tergopoh-gopoh berlari menuju jalur 1. sayapun naik dengan memanjat, duh kenapa ini jalur 1 gak dibikin peron aja sih, klo anak muda seperti saya mungkin gak masalah, tapi tadi saya melihat beberapa orang ibu-ibu yang kesulitan naik ke gerbong.

Ah akhirnya, sayapun berjalan melintasi beberapa gerbong berharap masih ada sisa tempat duduk, seperti biasa, kereta ke bekasi gak sepadat ke bogor. alhamdulillah, dapet duduk juga, dan beberapa saat sayapun sempat menghela nafas. Waktu masih menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit, wih, cepet juga ya, gak biasanya.

Saya sempat tidur-tidur ayam, sampai si petugas pemeriksa karcis datang. "karcisnya karcis, disiapkan." sayapun merogoh kantung depan jaket saya, mencari itu karcis. hm.. okeh, di saku depan gak ada, di saku bajupun gak ada, di celana apalagi, ah bener2, karcis saya ilang. dengan muka memelas sayapun bilang ke petugas.
"eh pak, karcis saya jatoh kayaknya pas turun dari kereta tadi."
"yaudah cari aja dulu" si petugas itu pun kembali berjalan menghampiri beberapa penumpang lainnya yang memiliki karcis.
Sekedar menghibur diri, sayapun kembali memeriksa jaket saya, kantung baju, celana, dan isi taspun tak luput dari pemeriksaan. ah bener-bener, jatoh nih. Bodohnya, kenapa itu karcis ditaruh di kantong depan jaket, udah tau itu kantong gak dalem, alias dangkal. Beberapa menit ke depan, saya menghabiskan waktu merutuki nasib dan merenung, ini pasti ada hikmahnya. sayapun memeriksa dompet, dan uang saya tinggal sisa 20 ribu, belum ngambil duit lagi. padahal tiket suplisi (denda)harganya 50 ribu. yasudahlah, pasrah aja.

Dari kejauhan, saya melihat seorang ibu, usianya mungkin sekitar 60 tahunan.
"bu, silahkan duduk"
wajahnya terlihat cerah,
"terima kasih banyak ya nak"
"iya bu, sama-sama"
Senangnya melihat senyum di wajah ibu itu. Mudah-mudahan Allah meridhoi.

Berdiri di samping pintu, saya melihat ke arah lantai gerbong. Coba disusuri lagi deh, siapa tahu ketemu, sayapun mencoba mencari karcis saya yang sepertinya gak bakal ketemu juga, mission imposible, tapi tak ada salahnya mencoba, karena tugas kita hanya berusaha, urusan hasil, itu murni hak prerogratif Allah.

Ternyata gak ada. sudah hampir sampai gerbong wanita dan susasana gerbong ini lebih ramai dengan penumpang. Sayapun bersiap-siap dengan berbagai alternatif tindakan pas nyampe stasiun kranji nanti. okeh, jadi nanti pas turun ngasih muka memelas dan bilang tiket saya ilang pak, dan berharap bapak itu terenyuh dan membiarkan saya lewat. atau coba bayar dengan uang seadanya dan berharap bapak itu mau menerima dengan ikhlas serta beberapa pikiran ngelantur lainnya.

Eh kayaknya kenal ama itu orang, sayapun menghampiri orang yang duduk dan sedang memainkan gadgetnya itu. "eh nu, gimana kabar, wah gak nyangka ketemu disini" Wisnu Wicaksono, teman SMA saya yang kerja di daerah sudirman.
"eh lo gar, alhamdulillah baik"
ngobrol-ngobrol sebentar dan sayapun curhat ke dia.
"nu, karcis gw ilang nih, gimana ya, kayaknya jatoh pas gw turun dari kereta arah bogor tadi, nanti lo jadi saksi ya pas gw ditanya karcis sama petugasnya , klo karcis gw jatoh. hehe"
"haha, tenang aja gar"
Obrolan pun berlanjut sampai menjelang stasiun kranji, wisnu mengeluarkan dompetnya dan memberikan secarik karcis. "nih, ya gapapalah meski tanggalnya beda."
"eh serius nih nu? lo punya banyak ya?"
"banyak, siap-siap buat kondisi kayak lo gini.haha"
Alhamdulillah ada jalan keluar ternyata.

Sayapun sampai ke rumah dengan kondisi rumah yang udah kayak kolam di ruang tengah. aih mak, siap-siap kerja keras nih. dan malam itu pun dihabiskan dengan menguras air. hehe. mungkin ini hikmahnya saya bisa cepet sampe rumah, disuruh bantuin emak bapak beres-beres.


Thursday 29 November 2012

Catatan Hari ini : 28 November 2012

Yap.. Kami tertawa bersama, tergelak dalam romantisme yang tak ternilai. Tentang kebodohan, kelucuan, dan keharuan di waktu itu, sebuah masa di mana semua mimpi dirajut dan kini kami memutarnya kembali dalam sebuah diskusi hangat. 

Beberapa jamnya sebelumnya, aku datang kembali ke kampus dengan sebuah undangan dari teman-teman legislatif fakultas, hujan rintik mengiringiku memasuki gerbang kampus, tempat ini, selalu ada yang dirindukan darinya..

Ah tak disangka, mushola itu, kini tak lagi identik dengan istilah kandang burung, sekarang sudah permanen bung..! Catat, Mushola permanen di Psikologi UI. kalaulah bisa, aku akan memberinya nama mushola perjuangan.

Akupun sempat bertemu dengan beberapa karyawan perpustakaan yang dulu kurepotkan dalam penyusunan skripsi, beberapa aku lupa namanya, eh.. mungkin semuanya. haha. Selain itu aku juga bertemu dengan dua orang saat hendak sholat Ashar dan mereka kukenal cukup baik karena setia melayani mahasiswa di mahalum, tiap pemburu beasiswa harusnya mengenali mereka, Pak Pur dan Pak Lili, dan tak banyak yang berubah dari perawakan mereka disamping beberapa helai rambut keputihan yang kian terlihat.

Ba'da Sholat Ashar, setelah beberapa menit briefing dimulailah debat dan eksploring kandidat MPMI (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa jalur Independent). Diminta jadi Panelis, akupun tak terlalu banyak memberikan pertanyaan yang menyudutkan mereka, ya sudahlah, berikan saja pertanyaan yang memang membangun, karena aku tahu, tak mudah menjalankan roda organisasi, terlebih MPM.

Sepuluh menit sebelum sesi panelis berakhir, hape ku berbunyi, dan kulihat ada pesan masuk. "Sorry gar baru bales, SMS lo ke skip, makasih ya, eh iya, lo lagi di kampus ya? jadi panelis? yah, gw udah pulang." ternyata dari Cune, "iya ne, sama2, iya nih, padahal gw udah kangen ngobrol. haha."

Sesi panelispun berakhir, Sholat maghrib, dan satu lagi kawan yang hadir, Muhammad Akhyar, mahasiswa Insos (inget ya, Insos, bukan Ansos) yang sedang pusing mikirin tugas, hehe, dan tak ada yang berubah, ia tetap dengan gayanya yang tak biasa dengan ungkapan-ungkapan nyeleneh cerdasnya. hehe..

tak lama, SMS pun kembali masuk, "bro.. Ane di kancil yo", weits, Jati, pasti bersama Dea, sang istri. Si calon bapak yang kini giat mengembangkan e learning di kampus. Si calon bapak yang dulu sering kali berseberangan dengan bapak Akhyar. haha. *sampe sekarang kayaknya.

Akupun mengajak akhyar dan dimulailah diskusi itu. haha.. senangnya berdiskusi dengan kalian, dari masalah di fakultas, senior yang kayaknya gak ada kerjaan karena masih aja intervensi junior2nya di kampus, tentang kandidat KaBEM UI yang cuma satu calon, poligami, pacaran, birokrasi, tauhid, halah banyak banget dah, dan sepertinya bakal terus lanjut kalau si bapak Akhyar gak dipanggil untuk konsultasi tentang tugas S2 nya.

Diskusi itu pun berakhir, kalau lah ada Cune, nila, farah, input, Jarwo, dkk mungkin akan lebih lengkap. hehe. Terima kasih kawan, diskusi dengan kalian me-recharge kembali energi positif, membuatku semangat menjalani hari esok yang penuh rutinitas. setidaknya menyadarkanku bahwa kehidupan tak sebatas kubikal kantor, masih ada hal-hal yang menarik diluar sana dan masih ada orang-orang baik seperti kalian.



Saturday 24 November 2012

Islam, Akhlaq Mulia, dan sesuatu yang mengusik.




Baiklah, mari kita sepakati bahwa Agresi Israel tidak pantas disebut perang, karena nyatanya, satu pihak tidak memiliki persenjataan yang memadai dan hanya dapat membalas seadanya, sedangkan Israel terus saja menyerang. Ini bukan perang, ini pembersihan etnis, begitu yang dikatakan Noam Chomsky, pakar linguistik dari MIT.

Kita adalah produk dari sebuah paham dan ajaran yang menjunjung tinggi akhlaq mulia, hatta kepada orang yang kita musuhi. Jangan menutup mata bahwa sejarah mencatat bahwa Futuh Mekkah adalah sebuah produk dan gaya yang tidak biasa dalam merayakan kemenangan saat itu, dimana biasanya pihak yang kalah dibantai oleh pihak yang menang. Atau ketika Shalahuddin Al Ayyubi mengobati Richard The Lion Heart yang sedang sekarat di dalam tendanya ketika perang salib masih berlangsung. Atau ketika Umar ibnul Khattab menggendong sendiri gandum lalu memasaknya hanya karena melihat salah satu rakyatnya kelaparan.

Jadi walau bagaimanapun laknatnya Israel, tak pantas bagi seorang muslim berperilaku sama dengan mereka, karena memang, Islam adalah kemuliaan, ia produk bagi dunia, rahmat bagi seluruh alam, tidak sama dengan para penjahat itu. Maka sangat disayangkan bila berita penyeretan mayat mata-mata Israel oleh Mujahidin Gaza adalah benar. Karena berita itu sangat mengusik, fitrah manusiapun tak membenarkan hal itu. Atau ketika sweeping yang dilakukan serampangan oleh sebagian oknum pendemo terhadap restoran cepat saji yang identik dengan produk Amerik, itu juga sangat mengusik. Atau ketika seorang muslim mengeluarkan kata-kata kotor dan tidak pantas kepada Israel atau Amerika, itu juga sangat mengusik. Ia mengusik karena Islam adalah sebuah kemuliaan, walau itu dilakukan oleh seorang muslim sekalipun.

Izzah, heroisme, integritas, kasih sayang, adalah kata kunci yang kerap kali ditampilkan Rasul selama hidupnya. Sesuatu yang memang sudah menjadi takdir beliau dan sesuatu yang dapat dicontoh oleh semua manusia yang menginginkan kehidupan yang mulia. Ya karena kemuliaan itu sesuatu yang indah bahkan ketika ia tertutupi lumpur sekalipun.

Saturday 17 November 2012

Kita dan Palestina

Ada yang bilang hubungan sedarah dari ayah ke anak, adik ke kakak, ataupun ibu ke putra-putrinya adalah bentuk ikatan yang paling kuat. Ada benarnya, dan memang sudah selayaknya ikatan kekerabatan semacam itu dihargai sebagai representasi hubungan paling kuat antar sesama manusia. Tidak ada keraguan dan setiap orang sepakat dengan hal ini.

Namun jika ditelisik lebih jauh, sebenarnya ada gak sih ikatan paling kuat dibandingkan hubungan kerabatan?  sebagian dari kita mungkin menjawab, tidak ada. ya karena mau bagaimana pun yang namanya garis keturunan tidak akan bisa dihapuskan. mau bagaimanapun jeleknya dia, mau bagaimanapun bejatnya dia, kalo kita dilahirkan dari rahimnya, ya dia tetap (misalnya) ibu kita. Darahnya sama dan sebagian dari diri kita berasal dari dia.

Iman sebagai batasnya

Pernah baca Surah Al A'rof ayat 172-173 ? saya coba tulisin deh.


Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” [QS. Al-A’rof (7): 172-173].

ternyata terlepas siapa orang tua kita, dan apa yang terjadi pada kita nantinya setelah dilahirkan. Allah  Azza Wa jalla telah lebih dulu mengambil persaksian kepada calon-calon manusia yang bakal lahir bahwa Allah adalah Rabb mereka, tuhan mereka, pemilik mereka dan pencipta mereka. Agar nantinya manusia gak protes bahwa mereka tidak pernah tahu siapa tuhan yang patut disembah disebabkan orang tua mereka tidak meng esakan Allah. lalu muncul pertanyaan,
loh kalau gitu Allah gak adil donk, enak banget yang dapet orang tua muslim, bisa langsung beriman.
Bos, itu beda lagi babnya, kita bahas lebih lanjut nanti di bab Hidayah. balik lagi, nah, sekarang sudah jelas, bahwa terlepas siapa orang tua kita, Allah adalah pemilik kita sebenarnya. Dari Allah dan akan kembali pada Allah. Orang tua hanya dititipkan saja. pemilik sesungguhnya ya Allah.

Jika dia beriman pada Allah dan Rasulnya, dia tetap pada fitrahnya. Tunduk dan patuh pada penciptanya. Jika tidak beriman ya dia telah keluar dari sebuah lingkaran keimanan yang secara otomatis membuatnya lepas dari tanggung jawab Rabbnya. itu sebabnya Aqidah yang kuat ibarat tali yang kokoh (Albaqorah 256) dan takkan putus yang dapat dijadikan pegangan bagi manusia

Jika Aqidah adalah sebuah tali yang kokoh dan pegangan erat bagi manusia agar tidak tersesat dan jatuh, maka persaudaraan yang dilandaskan akidah logikanya adalah persaudaraan yang paling kuat, bahkan melebihi ikatan kekerabatan. loh kok bisa? lah iya donk, kan kita ini sama-sama ciptaan Allah, yang beriman pada Allah, maka dari itu kita yang satu iman dan satu ciptaan otomatis bersaudara, yang diluar itu berarti gak masuk itungan.

Bukannya memandang remeh ikatan kekerabatan, orang tua-anak, tapi memang Aqidah diatas segalanya, dan alangkah lebih baiknya jika orang tua dan anak sama-sama beriman. Tapi kalaupun beda aqidah, Islam tetap mencontohkan untuk berbuat baik kok kepada orang tua yang beda keyakinan. Seperti nabi Ibrahim kepada Ayahnya, dan perintah luqman untuk berlaku makruf dan baik kepada orang tua walaupun ia tidak beriman pada Allah.

Kita dan Palestina

sebagian dari kita bilang,
buat apa sih mikirin palestina, kayak di sini (indonesia) gak ada yang harus dipikirin aja, masalah di indonesia aja udah banyak, make mikirin urusan orang laen juga. urusin dulu tuh indonesia, baru urusin negara lain.
sekilas sih emang bener apa yang dibilang sama dia, kalau pakai view geografis dan suku kebangsaan, emang palestina masih jauh dari kita, mending mikirin yang deket2 aje. tapi balik lagi bos ke tulisan ane yang diatas, kalau ente muslim, berarti ente bersaudara sama muslim palestin. Ikatan persaudaraan berdasarkan aqidah itu hakikatnya ikatan paling kuat. Kalau ente merasa gak peduli atau kurang peduli sama nasib muslim-muslimah palestina, cuma ada dua indikasi. ente kurang iman, atau ente kurang ilmunya. karena kalau ente beriman dan punya Ilmu seharusnya ente peduli sama nasib sodara-sodara kita di palestin.

Sekarang palestina sedang dalam gempuran zionis laknatullah Israel. kini saatnya membuktikan bahwa kita bersaudara. Allahummanshurnal mujahidina wal muslimina fii Gaza. amiin.

Thursday 8 November 2012

Perkara Tauhid

Luqman berpesan pada anaknya.
"Wahai Anakku, Laa tusyrik billah, Jangan sekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kedzoliman yang besar." 
 dan itu adalah pesan utama dari seorang ayah kepada anaknya. Pesan pokok yang pertama kali di tekankan Luqman sebelum ia berpesan tentang nasihat-nasihat lainnya dalam surah Luqman.

Kedzoliman berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Seperti ketika seorang mekanik motor ditempatkan sebagai seorang perawat di rumah sakit. Itu salah satu bentuk kedzoliman. Atau ketika seorang Ibu tidak diperlakukan layaknya seorang Ibu yang harus dihormati, dikasihi oleh anak-anak dan keluarganya. Itu juga salah satu bentuk kedzoliman.

Maka sangatlah tepat ketika Luqman berkata bahwa menyekutukan Allah merupakan kedzoliman yang paling besar. Karena orang-orang yang menyekutukan Allah menempatkan Allah tidak pada tempatnya. Dzat yang maha pencipta, maha pengasih, maha penolong, pengampun dan sebagainya disandingkan dan disekutukan dengan sesuatu yang jauh lebih rendah daripadaNya.

Jadi tidak mengherankan jika risalah kenabian para Rasul sebagian besar dan yang paling utama adalah menyerukan manusia untuk tunduk dan patuh hanya kepada Allah yang sesungguhnya dan sebenarnya harus disembah. Para Rasul ibarat para Pendobrak, pejuang yang merevolusi tradisi penyembahan antar makhluk, entah seorang manusia dengan patung, pohon, jin atau dengan sesama manusia lainnya menjadi hanya menyembah dan tunduk kepada Allahu Robbul 'Alamin.

Pastinya perkara mentauhidkan Allah bukanlah sesuatu yang mudah. Manusia cenderung memiliki ego untuk menguasai dan memiliki segala sesuatu hanya untuk dirinya. Ia ingin menguasai manusia lainnya untuk menjalankan dan memenuhi semua keinginannya, itu memang kodrat manusia, harta dan tahta, dua hal yang jadi tujuan manusia. Sehingga begitu sulit jika dua hal itu semata-mata diserahkan hanya kepada Allah semata. Jadi tidak heran mengapa pemuka kafir Quraisy begitu enggannya menerima risalah Rasulullah karena mereka paham, jika sekali bertauhid, mereka harus konsekuen dengan pilihan mereka. Menyerahkan segala milik mereka, baik harta, tahta, dan diri sendiri hanya untuk Allah satu-satunya.

Perkara tauhid bukan perkara main-main, sekali kufur dan musyrik, maka Allah menjanjikan tempat yang abadi di neraka kelak, Naudzubillah. Bahkan jikalau mereka insyaf, mereka tidak sekedar memohon ampun pada Allah, tapi harus benar-benar bertaubat dan itupun belum tentu ada jaminan ampunan. Sedangkan orang-orang yang beriman dan memurnikan tauhid mereka, balasannya adalah ganjaran yang berlipat dari Rabbnya.

Sungguh perkara tauhid adalah perkara paling intim dari diri manusia. Hanya dirinya dan Robbnya saja yang tahu. dan beruntunglah orang-orang yang berhasil membangun hubungan yang romantis dengan Robbnya, Allahu 'Azza Wa Jalla.

Tuesday 30 October 2012

Saya dan Seafood


Ketidak cocokan saya dengan makanan laut dimulai sejak kecil. Dimana bapak sebagai Role model pertama dalam hidup, tidak suka dengan ikan. Akhirnya kebiasaan itu menurun kepada anak-anaknya. Padahal ibu suka banget sama ikan. Tapi begitulah, yang namanya anak kecil, walaupun sebenernya ikan itu gak beda sama ayam dari segi rasa dan tekstur. tapi tetep aja, pas udah 3 suapan, saya pun bertanya ke ibu
"ma, ayamnya nambah lagi boleh gak?.. ",
"ini ikan sayang, tuh, enak kan."
dan seketika saya gak mau disuapin lagi sama ibu. haduh haduh.

Beranjak besar, sayapun mulai menyadari bahwa ketidak sukaan saya pada masakan laut lebih karena ikut-ikutan bapak yang memang gak suka dengan ikan dan teman-temannya. Makanya sejak SMP sayapun mulai membiasakan diri untuk makan makanan laut. Berbeda dengan kedua adik saya yang tetap kekeuh gak mau makan ikan. Beberapa kali ibu memasak ikan dengan berbagai variannya dan saya pun dengan lahapnya menyantap masakan ibu. nyam..

Tapi semuanya berubah ketika negara api menyerang, eh maksudnya, semuanya berubah saat saya diajak makan-makan sama sodara saya di kampus, bapak Jati Nantiasa Ahmad, untuk merayakan hari kelahirannya di restoran mang engking dekat danau UI bersama beberapa orang teman. Duduk di angkringan beratap rumbai kelapa sembari menunggu datangnya hidangan membuat saya semakin lapar. Setelah menunggu beberapa lama makanan pun berdatangan. Udang balado, tumis kangkung, Gurame bakar, dan berbagai masakan laut lainnya. Seumur umur, baru kali itu saya makan dengan lauk yang gak ada satupun dari daratan semacam ayam dan teman-temannya, sayapun dengan lahap menyantap udang dan gurame yang ada di atas meja.. nyam. Beberapa menit setelah hidangan licin tandas kami habiskan, kami pun bersantai sejenak dan selanjutnya beranjak menuju masjid untuk sholat Jumat (waktu itu hari jumat).

Dalam perjalanan menuju Mesjid UI, sayapun merasakan ada sesuatu yang aneh dengan wajah saya. Saya merasa wajah saya semakin tebal, ada sesuatu yang berbeda dengan wajah saya. Saya seperti memakai topeng. sayapun merasa gatal yang semakin menjadi di lengan dan punggung. Dan salah seorang kawan saya pun berucap.
"gar, kenapa muka lo merah-merah gitu. lo alergi udang ye?" oh tidak, sepertinya saya memang alergi udang dan bodohnya saya baru tahu saat itu. Sayapun memaksa untuk ditemani ke Rumah Sakit terdekat karena saking paniknya merasakan perubahan tubuh yang drastis, badan yang semakin gatal, dan muka yang sudah gak karuan bentuknya.

Pada akhirnya, Sayapun ditemani Jati ke rumah sakit bunda Margonda, dan paramedis pun memberikan suntikan anti alergi yang reaksinya terjadi beberapa menit kemudian. ajaib..!, gatal saya hilang, dan wajah saya semakin membaik. Tapi ternyata penanganan yang dilakukan tidak gratis alias mahaaal. Terbilang hampir 200 ribu saya keluarkan untuk mengobati alergi. (padahal kata orang2 tinggal istirahat aja nanti juga ilang sendiri alerginya...duh..). Mungkin itu seharga makanan yang saya makan tadi, sama juga gak ditraktir ya. hehe.

Pengalaman saya bersama masakan lautpun berlanjut beberapa tahun kemudian. Saat itu kerjaan saya yang suka mampir ke daerah-daerah indonesia timur, secara tidak langsung mengharuskan saya untuk bersedia dijamu oleh teman-teman di kantor cabang dengan makanan khas mereka yang sebagian besar adalah masakan laut. duh. gak enak nih klo gak dimakan, maka dengan berbekal keyakinan, sayapun memakan sajian yang disediakan oleh restoran tempat kami makan. dan ternyata hasilnya, tak disangka-sangka. Alergi saya gak muncul, walaupun setelah sampai hotel, diliat liat ada beberapa bentol gatal merah di beberapa bagian tubuh. hm.. mungkin saat itu kondisi saya sedang fit jadi imunitas tubuh saya jadi lebih kuat.

Anyway, barusan saya diajak makan sama pimpinan cabang, saat diajak makan, sayapun gak berharap makan di mana dan bakal makan apa, yang penting rejeki makan gratis. hehe. tapi ternyata makannya di warung seafood. halah. karena udah naek mobil dan bakal aneh klo saya batalin gak jadi ikutan makan dengan alasan yang dibuat-buat. Maka terpaksalah saya ikutan makan. dan hasilnya, bibir saya sedikit bengkak. hehe. untung gak keliatan sama temen-temen kantor.
Oh ya, walaupun begitu, sekarang saya berusaha fleksibel, gak keberatan klo diajak makan, meski itu berbau seafood. hehe

Monday 22 October 2012

Happy Milad Bro..!



Perawakannya kurus, dengan warna kulit khas orang Indonesia kebanyakan. Rambutnya, Aku ingat persis rambutnya panjang dan lebat dengan gaya belah pinggir, klimis sekali pokoknya. Ia sosok yang pendiam, pertama kali diriku bertemu dengannya, ia hanya mengenalkan dirinya sebagai mahasiswa teknik mesin UI angkatan 2004. selebihnya, ia lebih banyak menghabiskan diri dengan catatan dan pena di tangannya.

Yup, buku catatan dan pena yang digunakan untuk menuliskan apa-apa saja yang kami dapatkan dalam pendidikan kepemimpinan nasional yang diadakan oleh PPSDMS nurul fikri di tahun 2006. Sebuah momen yang dijadikan ajang saling kenal antar peserta PPSDMS dari seluruh regional di jawa. dan selama kegiatan itu berlangsung, Aku tak banyak berbincang dengannya

Ah.. tapi ternyata anggapan ku itu salah, kesan pertamaku tentangnya itu seketika berubah setelah beberapa lama berinteraksi dengannya di asrama. Ternyata Ia pribadi yang hangat, humoris dengan pemikiran yang brilian. Orang yang punya visi dan impian yang secara teknis sudah tertata dengan rapi dan terencana.

Aku ingat persis ketika dirinya bercerita tentang kegagalannya menjadi taruna akpol. Sebuah peristiwa yang membuat bumi seolah runtuh dan membuatnya mempertanyakan keadilan Tuhan. Tapi ia sosok yang hebat, dengan ridho Allah dan kedua orang tua serta tekad yang kuat, akhirnya ia dapat merangkai kembali mimpinya dengan cara yang berbeda, diterima di FTUI jurusan mesin. Terlebih lagi ia tak sekedar jadi mahasiswa yang biasa-biasa saja. Menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Mesin periode 2006-2007, bagian dari Tim Robotik UI, penerima beberapa beasiswa bergengsi di UI sepertinya cukup menggambarkan bagaimana kiprahnya ketika berstatus mahasiswa. Di akhir masa studinya sebagai mahasiswa, kecermelangannya semakin terlihat ketika ia berhasil berkarir di salah satu Oil Company bergengsi di dunia, Schlumberger.

Hm.. aku masih ingat persis bagaimana momen momen sebelum ia berangkat melanglang buana bersama karir barunya. Saat itu seporsi menu special Yokobento menjadi tanda perpisahan. Hehe. Makasih bro. (walau mungkin itu bukan pertama kalinya lo nraktir gw, hehe).

Sukses terus bro. selesaikan itu studi di perancis lantas balik lagi kesini. Orang Indonesia butuh orang-orang macem kau. Terima kasih atas segala bantuannya, ah bener-bener segala bantuan itu bermanfaat buat gw, semoga jadi amal jariah. Doakan bisa gw bales secepetnya.

Aidil Miladika Bapak Refi Kunaefi, Ayah dari Nidal Denanta Kunaefi, dan Suami dari Hana Nika Rustia.


Friday 19 October 2012

First Flight

Penjernihan II, Jakarta Pusat

18 Oktober 2012, 11.30

Waktu dzuhur di bulan ini lebih cepat dari biasanya. Kini pukul 11.45 sudah masuk Dzuhur. Jam di ruang SDM sudah menunjukkan pukul 11.30, 15 menit menuju dzuhur. Akupun bersiap, merapihkan meja (jangan dibayangkan bahwa benar-benar rapih tertata dengan indah, ini cuma sekedar membetulkan letaknya aja), lalu mengecek email kantor sebentar. Hm. Tak ada email baru. Baiklah, akupun segera beranjak dari kursi sebelum terhenti pada sebuah status menarik di Facebook temanku.

Hoo.. dia sekarang sedang berada di Padang, perasaan baru beberapa hari yang lalu dia kembali dari palembang. Sekarang aktivitasnya lebih sering di luar kota, enaknya bisa jalan-jalan. Hehe. Akupun kembali teringat saat dulu masih di kantor yang lama. Kalau tidak salah pertama kalinya diriku keluar kota itu bulan Desember 2009.

Setelah 2 bulan yang penuh dengan pekerjaan klerikal dan printilan administrasi, tibalah di akhir tahun 2009, diriku mulai merasakan pekerjaan yang sedikit berbau psikologi. Yup, mulai saat itu aku mulai menjadi tester psikotes. Yuhuu.. dan pekerjaan pertama ku sebagai seorang rekruter adalah mengadakan psikotes di luar kota, dan kota pertama yang kusambangi saat itu adalah Semarang.

Hm...oke, jujur, saat itu aku sedikit nervous. Untuk pertama kalinya mengadakan psikotes di luar kota (alhamdulillah dibantu teman-teman kantor cabang), dan ditambah lagi, ini untuk pertama kalinya diriku naik pesawat terbang.. (haha, norak banget dah, udah tua gini baru naek pesawat). Syukurlah, di penerbanganku yang pertama ini kantorku bekerja sama dengan maskapai terbang terbaik negeri ini, setidaknya mengurangi ketakutan seorang penumpang pemula. Hehe.

Semuanya sudah siap, tiket pesawat, perlengkapan psikotes, dan penginapan di semarang. Akupun dengan setelan yakin membawa koper dan berpamitan dengan teman-teman di kantor (berangkat dari kantor siang hari, pesawat jam 5 sore).
”eh gar, lo bisa berangkat sendiri kan? Gak bakal nyasar kan? Hehe..pokoknya nanti lo tinggal masuk bandara aja terus lo cari tempat check in” petuah salah seorang kawanku hanya kutanggapi dengan senyuman dan acungan jempol.. 
”sipp, tenang aja mbak”, akupun menimpali nasihatnya dengan nada penuh keyakinan, nasihatnya hanya lewat berlalu begitu saja dari pikiranku.

Di bandara, akupun berjalan memasuki pintu gerbang pemeriksaan bagasi. Dengan langkah penuh kebanggaan, akupun berjalan mendorong tas koper menuju ruang tunggu bandara. Ah, masih lama ternyata, akupun berbalik arah menuju tempat makan di serambi bandara. Tujuanku saat itu sebenarnya hanya ingin menghabiskan waktu dan menikmati suasana bandara, karena waktu penerbangan masih sekitar 2 jam lagi.

Waktu berjalan cepat, tak terasa jadwal penerbanganku tinggal setengah jam lagi. Ah akupun segera berlari menuju ruang tunggu bandara. Fiuh. Akhirnya sampai juga. Akupun menunjukkan tiketku pada petugas pemeriksa di ruang tunggu bandara.
”eh maaf pak, boarding passnya bisa?” eh. Akupun bingung,
”loh mbak, ini tiket saya”
”maaf pak, bapak harus check in dulu untuk mengambil boarding pass dan membayar pajak. Cepat ya pak, tinggal 20 menit lagi.”
Aih mak, mati. Akupun segera berlari menuju counter check in. Ah syukurlah masih sempat. Dengan nafas yang terengah-engah, aku menunjukkan tiket dan KTP ku, akhirnya boarding pass sudah di tangan dan aku pun kembali berlari menuju ruang tunggu dan kuserahkan benda itu pada petugas yang nampak menungguku dengan pandangan kesal. Gini nih jadinya kalau terlalu PD, keliatan noraknya, padahal tadi sudah diingatkan oleh teman kantorku. Untung gak ketinggalan pesawat.

Akupun tersenyum ketika mengingat kembali kejadian itu. Ah.. masa-masa itu, eh sudah waktunya dzuhur. Teman-teman di kantor sudah banyak yang berangkat ke mushola. Ah. Terlambat lagi.

#dan petualangan pun dimulai.

Tuesday 16 October 2012

Kartu Istimewa



Penjernihan II, Jakarta Pusat.
15 Oktober 2012, Pukul 17.10

Fiuh.. akhirnya, berkas psikotes terakhir di hari ini. Kulayangkan pandang ke arah belakang mejaku, ke arah jam dinding yang berdetak perlahan di tembok ruang SDM. Pukul 5 sore, setengah jam lagi jika ingin pulang tenggo (teng langsung go). Tapi.. ah, pulang tenggo, sesuatu yang sangat jarang kunikmati beberapa bulan ini. Sejak tinggal di rumah nenek di daerah petamburan Jakarta pusat, rasanya pulang malam jadi sesuatu yang biasa saja. Jarak yang dekat antara rumah dan kantor sedikit banyak mengurangi tingkat kecemasan dan ketegangan urat syaraf yang beberapa tahun ini kurasakan sebagai seorang komuter. Hingga aku pun lebih banyak menghabiskan waktu sore di kantor sampai senja berganti gelap.

Kantorku berbentuk rumah, ya betul, rumah. Rumah yang disulap menjadi kantor dengan berbagai perangkatnya. Jadi sedikit banyak, aura kehangatan sebuah ‘rumah’ masih tersisa dari kantorku ini. Membuat kami, para karyawan, menjadi lebih nyaman berada disana. Di halaman belakang, ada sebidang tanah, tak luas memang, tapi cukup asri dan hijau tuk sekedar mendinginkan pandang. Tentunya hal ini jadi sesuatu yang menyegarkan mata setelah seharian menatap layar monitor.

Aku berada disana, beranjak dari ruang SDM menuju beberapa kursi yang berbaris rapih di samping halaman. Ah segarnya. Sejenak kurasakan aroma rumput basah sisa hujan di sore hari merambat di sekujur tubuhku, kuhirup sejadi-jadinya. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang masih memberikan ku kesempatan menikmati RahmatNya.

“Permisi Mas Tegar, jadi nitip nasi bungkus mas?” suara Jaka, Office Boy di kantorku, perlahan menyadarkanku dari lamunan.
“oh iya, saya titip nasi uduk pecel lele saja ya,” aku pun mengeluarkan dompet dan memberikan beberapa lembar uang puluhan ribu padanya.
“baik pak, “ ia pun berlalu dan akupun masih memegang dompet yang sedari tadi masih terbuka. Saat itu, pandang ku terpaku pada sebuah kartu di dalam dompet. Ah, kartu ini. Akupun tersenyum melihatnya.

Akupun memegangnya dan memandangnya lekat. Kartu ini, kartu yang dulu nampak sangat prestisius berada di dompetku. Kartu yang menandakan bahwa anda telah menaiki dan berjalan, berwisata, dan terbang bersama maskapai udara terbaik di negeri ini selama puluhan kali. Sehingga anda layak mendapat beberapa keuntungan termasuk free ride selama millage (jarak terbang) anda telah memenuhi syarat.

Ah itu dulu. Saat dimana sepertinya hidup terasa istimewa. Tapi tidak, itu hidup yang jauh dari kata istimewa. Tidak ada pengabdian, tidak ada pengorbanan, dan tidak ada kekhusyukan. Semuanya hampa dan yang ada hanya kekosongan.

Kumasukkan lagi kartu itu ke dalam dompet. Biar dia jadi penanda dan pengingat, bahwa bila suatu saat kugunakan kembali kartu itu, dan mendapat keistimewaan darinya. Aku telah menjadi pribadi yang lebih baik dan berisi. Yang tak hanya terlingkupi kemewahan sesaat, namun ada kepuasan akan arti pengabdian disana, kekhusyukan didalamnya dan ketaatan padaNya.

Amiin ya robb.


Sunday 30 September 2012

Gak jauh-jauh..



Sabtu kemarin saya berkesempatan menjadi saksi pernikahan dua orang sahabat saya. Mohammad Ghozali dan Farah Zubaidillah. Diawali dengan perkenalan dan proses pernikahan tanpa pacaran (baca: taaruf), mereka akhirnya berjodoh. Saya sejujurnya penasaran dengan perasaan mereka masing-masing. Ya betul, perasaan mereka bahwa ternyata jodohnya gak jauh-jauh amat. Sama-sama dari bekasi, sekolah di SMP, SMA, dan bahkan perguruan tinggi yang sama. Padahal mungkin salah seorang dari mereka pernah berpikir bahwa jodoh mereka si anu, atau si dia yang dulu mungkin sempat singgah di hati masing-masing.

Kalau dari saya sendiri pengen juga kayak mereka, dapet pasangan yang gak jauh-jauh (maksud lo dari psikologi juga gar?? :p), hm.. ya gak gitu juga maksudnya, gak jauh akidahnya dari akidah islam yang lurus, akhlaqnya gak jauh beda seperti Fatimah, kecerdasannya gak jauh beda dari Aisyah, dan keteguhan hatinya gak jauh beda seperti Asiyah, dan gak jauh kayak saya kuliahnya, di psikologi juga (haha. Tetep.. )

Anyway, tiap orang memang cenderung nyari jodoh yang gak jauh-jauh dari lingkaran mereka. Faktor kedekatan dan familiaritas jadi dua faktor yang mempengaruhi seseorang memilih pasangan. Semakin dekat dan semakin familiar dua calon pasangan, semakin sedikit keraguan dan waktu untuk saling mengenal diantara kedua calon pasangan. Jadi gak lama-lama untuk saling bercerita kalau dulu..

”oh jadi si anu temen kamu juga? Dia kan satu kelas sama aku..”
“oh jadi kamu yang dateng telat terus di setrap guru di lapangan itu ya?”
“oh jadi dia temen kamu ya? Dia kan adek kelas saya, dulu saya sempet naksir dia tuh..hehe”

Dan dialog serta cerita lainnya. Pembahasan yang gak jauh-jauh membuat kondisi yang nyaman diantara kedua calon pasangan.

Tapi memang, idealnya, seorang wanita dinikahi gak jauh-jauh dari 4 hal, seperti yang disabdakan Rasul kita yang mulia. Karena kecantikannya, hartanya, keturunannya, dan agamanya.  Dan sebaik-baiknya pilihan adalah.. ya betul, gak jauh-jauh dari agamanya. Pilih yang agamanya baik. Karena dengan itu, sebuah keluarga pencetak generasi rabbani akan terbangun dan terbina.

Semoga jodoh saya gak jauh-jauh amat..maksudnya, gak jauh2 dari apa yang disabdakan Rasul. Hehe. Amiin..