Tuesday, 16 October 2012

Kartu Istimewa



Penjernihan II, Jakarta Pusat.
15 Oktober 2012, Pukul 17.10

Fiuh.. akhirnya, berkas psikotes terakhir di hari ini. Kulayangkan pandang ke arah belakang mejaku, ke arah jam dinding yang berdetak perlahan di tembok ruang SDM. Pukul 5 sore, setengah jam lagi jika ingin pulang tenggo (teng langsung go). Tapi.. ah, pulang tenggo, sesuatu yang sangat jarang kunikmati beberapa bulan ini. Sejak tinggal di rumah nenek di daerah petamburan Jakarta pusat, rasanya pulang malam jadi sesuatu yang biasa saja. Jarak yang dekat antara rumah dan kantor sedikit banyak mengurangi tingkat kecemasan dan ketegangan urat syaraf yang beberapa tahun ini kurasakan sebagai seorang komuter. Hingga aku pun lebih banyak menghabiskan waktu sore di kantor sampai senja berganti gelap.

Kantorku berbentuk rumah, ya betul, rumah. Rumah yang disulap menjadi kantor dengan berbagai perangkatnya. Jadi sedikit banyak, aura kehangatan sebuah ‘rumah’ masih tersisa dari kantorku ini. Membuat kami, para karyawan, menjadi lebih nyaman berada disana. Di halaman belakang, ada sebidang tanah, tak luas memang, tapi cukup asri dan hijau tuk sekedar mendinginkan pandang. Tentunya hal ini jadi sesuatu yang menyegarkan mata setelah seharian menatap layar monitor.

Aku berada disana, beranjak dari ruang SDM menuju beberapa kursi yang berbaris rapih di samping halaman. Ah segarnya. Sejenak kurasakan aroma rumput basah sisa hujan di sore hari merambat di sekujur tubuhku, kuhirup sejadi-jadinya. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang masih memberikan ku kesempatan menikmati RahmatNya.

“Permisi Mas Tegar, jadi nitip nasi bungkus mas?” suara Jaka, Office Boy di kantorku, perlahan menyadarkanku dari lamunan.
“oh iya, saya titip nasi uduk pecel lele saja ya,” aku pun mengeluarkan dompet dan memberikan beberapa lembar uang puluhan ribu padanya.
“baik pak, “ ia pun berlalu dan akupun masih memegang dompet yang sedari tadi masih terbuka. Saat itu, pandang ku terpaku pada sebuah kartu di dalam dompet. Ah, kartu ini. Akupun tersenyum melihatnya.

Akupun memegangnya dan memandangnya lekat. Kartu ini, kartu yang dulu nampak sangat prestisius berada di dompetku. Kartu yang menandakan bahwa anda telah menaiki dan berjalan, berwisata, dan terbang bersama maskapai udara terbaik di negeri ini selama puluhan kali. Sehingga anda layak mendapat beberapa keuntungan termasuk free ride selama millage (jarak terbang) anda telah memenuhi syarat.

Ah itu dulu. Saat dimana sepertinya hidup terasa istimewa. Tapi tidak, itu hidup yang jauh dari kata istimewa. Tidak ada pengabdian, tidak ada pengorbanan, dan tidak ada kekhusyukan. Semuanya hampa dan yang ada hanya kekosongan.

Kumasukkan lagi kartu itu ke dalam dompet. Biar dia jadi penanda dan pengingat, bahwa bila suatu saat kugunakan kembali kartu itu, dan mendapat keistimewaan darinya. Aku telah menjadi pribadi yang lebih baik dan berisi. Yang tak hanya terlingkupi kemewahan sesaat, namun ada kepuasan akan arti pengabdian disana, kekhusyukan didalamnya dan ketaatan padaNya.

Amiin ya robb.


4 comments:

  1. Nasi uduk pecel lelenya mahal jg ya, sampe beberapa lembar uang puluhan ribu.. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe.. nanti kan ada kembaliannya kak..
      btw, ane follow blogspot ente yak.. *ditunggu folbeknya :p

      Delete
  2. *ngacung
    itu kartu garuda ya?yang bisa dituker sama tas garuda itu?waa..mauuu

    ReplyDelete
    Replies
    1. yoii, kartu GFF garuda..
      tapi kayaknya udah expired deh, secara dah jarang terbang lagi. haha

      Delete