Thursday, 10 January 2013

Karena Tiap Orang Punya Impian

Lelaki di hadapannya kini menunggu, pria paruh baya yang sesekali menggerakkan dan menggoyangkan pulpen yang tergenggam di jarinya. "Jadi apa itu passion?" Lelaki itu kembali mengulang pertanyaan, dan ia pun tak kunjung menemukan jawaban yang pas untuk diucapkan. Sesi interview dengan Senior Manajer ini memang telah disiapkannya jauh-jauh hari, beragam kemungkinan pertanyaan dan jawaban telah disiapkannya sejak awal, tapi pertanyaan yang satu ini tak pernah terpikirkan olehnya yang kini membuatnya termenung beberapa saat. Duh jawaban apa yang kira-kira diinginkan bapak ini.

"eh.. passion itu adalah saat kita bersemangat untuk melakukan sesuatu dan tak memikirkan lagi seberapa lelah kita saat itu". Harap-harap cemas, iapun menunggu respon dari si Bapak.
"hm.. oke, jawabanmu menarik, dan intinya memang sama dengan apa yang saya pikirkan. Sederhana, Passion itu adalah saat kamu senang melakukan sesuatu dan rela tidak dibayar untuk itu. Tadi kamu bilang hobi kamu menulis dan kamu pun sudah membuat satu buku, benar ? dan kamu rela tidak dibayar kalau untuk menulis, iya kan?" Lelaki itu membuka kembali berkas CV yang ada di mejanya.
"iya benar pak"
"dan kamu tadi, begitu bersemangat menceritakan tentang buku kamu, bagaimana kamu membuatnya, apa isi bukumu, novel yang bercerita tentang pengkhianatan dan romantisme. Kamu gak sadar bahwa itu passion kamu?"
Ia pun sejenak meresap perkataan si Bapak itu, ya memang benar passion saya adalah menulis, menulis cerita, cerpen, novel. lalu kenapa?. 

"benar pak, saya pun menyadari, Passion saya ada di bidang itu, menulis, merangkai kata, menguntai makna dari sebuah pengalaman ke dalam bentuk frase yang saling mengait satu sama lain, saya memang senang menulis dan saya pun bermimpi untuk menjadi penulis besar"
Dan seketika si bapak itu pun membetulkan posisi duduk dan terlihat antusias dengan jawabannya itu. "nah, kalau begitu kenapa kamu melamar ke perusahaan ini? kamu pasti tahu bahwa pekerjaan kamu ini, kalau kamu diterima, adalah pekerjaan yang tak ada sangkut pautnya dengan kreativitas kamu menulis. Pekerjaannya monoton, strict to the rule dan tidak ada yang namanya improvisasi. Apa kamu bakal tahan bekerja dengan kondisi seperti itu? yang ada kalau kamu terpaksa, pekerjaan kamu nantinya malah tidak optimal."

Iapun berusaha memaknai perkataan si bapak ini. Tapi saya harus mendapatkan pekerjaan ini pak, saya sangat butuh itu, tolong terima saya. Di benaknya kini tergambar beberapa orang adiknya yang menunggu kabar gembira darinya, masa depan mereka kini tergantung di tangannya. "tapi, saya berjanji akan bekerja seoptimal mungkin dan seprofesional mungkin. saya berjanji"

Lelaki itu tersenyum, pria paruh baya yang kini seolah menjadi penentu nasib seorang gadis, fresh graduate dari sebuah universitas ternama. "baik, saya akan pegang ucapan kamu, dan saya pun bertanya bukan karena ingin menghalangi kamu dengan passion kamu, impian kamu, tapi karena saya tak ingin impian kamu tergerus dengan rutinitas di kantor ini nantinya. Jangan pernah lepaskan impianmu walau nanti diterima di kantor ini , mengerti? karena passion adalah ruh bagi orang-orang yang memiliki impian."

Seketika wajahnya cerah kembali, tak disangka bahwa si Bapak justru mendukungnya. "terima kasih pak, saya akan tetap menjaga passion saya. terima kasih atas supportnya". ia pun hanya dapat mengucap terima kasih. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. "Oke, besok kamu datang lagi kesini, pukul 9 bertemu dengan ibu Mira untuk menandatangani kontrak kerja."
"baik pak, terima kasih banyak, saya mohon permisi."
Lelaki itu memandang dengan senyuman, sosok gadis yang baru saja meninggalkan ruangannya. Karena tiap orang punya hak mengejar mimpinya.

  

No comments:

Post a Comment