Friday, 4 January 2013

Antara Maldini, Pedagang Stasiun, dan Dirut KAI


Saya penyuka sepakbola, walau mungkin lebih banyak nontonnya daripada mainnya. :p, Dan sejak umur 9 tahun secara de facto (karena officially, saya gak terdaftar di member fans club intermilan manapun) saya jadi bagian dari keluarga besar Interisti Dunia, oh yeaa.. suatu kebanggaan menjadi bagian dari klub besar dengan sejarah panjangnya.

Membicarakan Intermilan, tentunya tak bisa dipisahkan dari tetangga sekotanya, AC Milan yang 9 tahun lebih tua. Rivalitas keduanya menjadi sebuah epic yang tersaji tiap musim diantara rivalitas tim sekota di beberapa Negara Eropa. Dan dari sekian banyak pemain di dua klub tersebut, ada dua pemain yang saya berikan salam takzim penghormatan atas dedikasi dan loyalitas mereka. Javier Zanetti (Intermilan, 1995-Now), dan Paolo Maldini (AC Milan, 1988-2009). Karena saya (setidaknya) sudah tahu banyak tentang Kapten Zanetti, kali ini mari kita bahas Maldini, Ilcapitano AC Milan.

Paolo Maldini, anak dari Cesare Maldini, salah seorang legenda AC Milan yang pernah pula menangani Timnas Italia. Maldini kecil lahir di keluarga yang mencintai sepakbola dan sejak usia dini telah menjadi bagian dari tim Junior AC Milan. Kiprahnya berlanjut hingga tim senior sejak tahun 1988 dan ia lambat laun menjadi sosok yang tak tergantikan di tim inti Milan bahkan hingga akhir karirnya.

Raihan sempurna AC Milan di berbagai kompetisi sejak era Capello hingga Ancelotti tak lepas dari kepemimpinan Maldini dalam mengawal rekan-rekannya, memotivasi mereka, dan menjadi sosok sentral dalam membangun kebersamaan tim. Maka tak heran pasca pensiunnya Maldini, Milan seolah kehilangan Nakhkoda yang selama ini mengarahkan mereka.

--

Nama Maldini, seolah menjadi trademark di kepala saya untuk seorang pemimpin yang tangguh, ulet, dan berdedikasi, hingga sayapun beberapa hari terakhir teringat kembali pada Maldini yang lain, di sana, di Universitas Indonesia, yang kiprahnya saya kira cukup ‘cetar membahana’, di awali dari langkah kongkretnya membuat petisi online bagi Palestine, agar zionis laknatullah menghentikan serangan udara mereka, hingga langkah beraninya menjadi garda terdepan bagi para pedagang di stasiun.

Dari beberapa sumber yang saya dapatkan, penggusuran yang dilakukan PT KAI dilakukan tanpa adanya dialog terlebih dahulu, ditambah lagi secara legal, para pedagang telah mengantungi izin usaha yang telah ditandatangani oleh pihak PT KAI. Maka ketika penggusuran dilakukan, Maldini dan kawan-kawan serentak bergerak menjadi bagian yang memperjuangkan hak-hak pedagang stasiun.

Perjuangan memang tak pernah mudah, sehingga luka memar, dan intimidasi jadi sesuatu yang wajar, namanya juga berjuang, tidak elok tanpa adanya bekas, benar kan? Maka sayapun salut dengan Maldini yang dengan kepemimpinannya dapat mengarahkan dan menggerakkan rekan-rekan sesama mahasiswa, bahkan membentuk opini yang mendukung para pedagang, dan menyudutkan Dirut PT KAI.

Dan untuk Dirut PT KAI, Maldini dan kawan kawan nampaknya sudah cukup fair menempuh jalur positif,, tapi memang saat ini tergantung anda yang memegang peranan, bola panas sudah dilemparkan dan kini tinggal bagaimana anda mengolahnya. Jangan takut pak, Maldini dan kawan-kawan sudah cukup dewasa menerima berbagai masukan anda selaku orang yang lebih tua dan berpengalaman, hingga harapannya, ada solusi kongkret, signifikan dan positif bagi kedua belah pihak, antara PT KAI dan pedagang stasiun.

Nb. Selamat berjuang Kawan kawan tetap kuat, insyaAllah Doa Kami menyertai

No comments:

Post a Comment