What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.
William Shakespeare
William Shakespeare
Kalaulah para eksistensialis istiqomah pada prinsip mereka. Hampir dapat dipastikan mereka sepakat dengan pendapat saya. Bahwasanya labelling mendahului meaning. Nama mendahului makna. Sama halnya dengan eksistensi mendahului esensi
Contohnya begini, apa yang menyebabkan air dikatakan air dan tidak dikatakan lembut? ataupun fleksibel? ataupun apalah namanya itu sesuai dengan sifat yang dimilikinya. Dan mengapa pohon disebut pohon padahal secara esensi mungkin saja tak ada hubungannya dengan karakter dan sifatnya. Po- Hon, apa hubungannya dengan makhluk bertubuh keras dengan lembaran-lembaran hijau di puncak tubuhnya?. Begitupun manusia, kenapa ia harus dipanggil manusia dan tidak dipanggil batu, kaki, atau yang lainnya?. Sehingga selanjutnya memunculkan pertanyaan besar, mengapa segala sesuatu harus dinamakan seperti sekarang ini??. Masih bingung? Mari kita sejenak membahas tentang konsep yang sedikit banyak terkait dengan hal ini
Nama terkait erat dengan konsep. dimana konsep merupakan sebuah bentuk representasi dan simplifikasi simbol-simbol elemen kehidupan. Sehingga setidaknya bila telah terbentuk sebuah konsep dalam pikiran manusia, ia telah mampu mengaitkan segala hal yang terjadi padanya dengan konsep yang telah ia miliki. Memang agak rancu dan terkesan overlapping dengan pengertian analogi. Tapi yang harus ditekankan disini adalah nama menjadi point penting pada pembentukan konsep ataupun makna itu sendiri. Dimana konsep takkan terbentuk bila tak ada nama sebelumnya. Eksistensi yang melampaui esensinya.
Segarkan ingatan kita tentang kehidupan nabi Adam di surga. Ketika ia diminta oleh Alloh menamakan setiap makhluk yang ada di sana. Apakah Adam melihat sifat dari makhluk itu terlebih dulu ataukah menamakan dulu baru selanjutnya makna akan muncul dengan sendirinya?. Nampaknya menurut saya adam sekedar menamakan saja tanpa (mungkin) mempertimbangkan sifat dan makna yang bisa saja melekat pada makhluk tersebut.
Sehingga menurut saya nama yang menciptakan makna. dan bukannya makna yang menciptakan nama. Karena segala sesuatu tak selalu membutuhkan makna terlebih dulu untuk dinamakan. karena kalau saja setiap hal diperlakukan begitu, tentunya kini tak ada nama-nama besar yang mewarnai dunia. nama-nama semacam Ibrohim, Ismail, Umar, Abubakar dan lainnya yang sudah memiliki maknanya sendiri.
kalau begitu cobalah tanya orang tua anda... apakah mereka menamakan anda sekedar menemukannya berserakan di jalan, ataukah mereka sudah memiliki harapan pada diri anda dan berharap nama yang dirancang oleh beliau mampu mewakili harapannya...
ReplyDeletesayapun mengetahui makna dari kata di nama saya, setelah melalui berbagai tahapan pengalaman kehidupan. makna kata tersebut secra eksplisit memang menyiratkan sebuah makna. akan tetapi kembali lagi, apakah ini sudah terberi sedari dulu sehingga baru setiap orang mengartikan kata tersebut dengan makna tertentu??. ataukah makna yang muncul dan terlihat lalu dilabel dengan sebuah kata tertentu??
ReplyDeletetambahan
ReplyDeletetetaplah, nama yang menciptakan maknanya, dan bukan sebaliknya
tak semunya menurutku...
ReplyDeleteagak agak bingung ngebacanya....
ReplyDeletehmmm................
Tegar..
ReplyDeleteAku ngga pernah belajar tentang eksistensialime atau esensialisme, dan kalaupun belajar juga aku rasanya ngga akan paham. Tapi..
Kalau menurutku, seperti yang sudah kamu sampaikan, munculnya suatu nama adalah selalu memunculkan makna (lalu, apabila nama yang sudah memiliki sebuah makna kemudian dipakai untuk melabel hal lain misalnya sebutan untuk anak, maka itu adalah perkara yang lain lagi). Karena nama itu hakikatnya memang untuk membentuk batasan bagi makna. Dan nama memang dibuat secara artifisial untuk memudahkan manusia dalam membatasi makna (dengan kata lain: menyebutkan sesuatu yang spesifik).
Misalnya semua orang bernama Tegar. Maka kita akan kesulitan menemukan Tegar si pemilik blog ini, karena nama Tegar hanya memberi batasan (atau mengarahkan kita) pada orang. Dengan kata lain batasan makna Tegar hanya untuk semua makhluk keturunan Adam, sehingga tidak mampu mengarahkan kita pada Tegar-si-pemilik-blog-ini.
Sekarang dari reracauku di atas, manakah nama dan manakah makna, hayo?
Namun, seperti yang kamu bilang, tanpa aku batasi dengan nama Tegar atau Tegar-si-pemilik-blog-ini pun, makna Tegar yang aku maksudkan sudah punya eksistensi dan esensi.
Kupikir, bahasan dengan contoh yang seperti itulah yang lebih cocok untuk menjelaskan bahwa nama mendahului makna. Bukan dengan pertanyaan: kenapa air tidak bernama lembut atau fleksibel seperti sifat yang dimilikinya?
[Karena kalau mau mencari tahu, ternyata banyak lho, nama yang muncul karena terinspirasi oleh karakteristik si calon ternama. Kenapa? Simply karena nama itu memang dimunculkan secara sengaja untuk membatasi makna dan mengarahkan pada satu hal spesifik, dan sistem penamaan yang seperti itu akan mempermudah asosiasi setelah nama muncul.]
Intinya, aku tidak tahu, apakah benar nama mendahului makna. Tapi aku tahu dan percaya dan bisa membuktikan bahwa munculnya nama akan memunculkan makna, dan adanya labelling akan memunculkan meaning. Dan aku tidak mampu menghubungkankan hal-hal yang kutulis di atas dengan eksistensi dan esensi. Juga buatku, kebenaran dari salah satu paham tadi (either existentialism atau essentialism) tidak akan mampu membuatku menarik sesuatu yang pragmatis dari sana. [Keterbatasanku tidak memungkinkan bagiku untuk mengambil manfaat praktis atau menghasilkan manfaat praktis dari kebenaran salah satu dari kedua paham tadi].
Karenanya, bahkan tanpa membicarakan nama dan maknanya, aku tidak akan bertanya, Tegar si pemilik blog ini lebih dahulu punya esensi atau eksistensi.
*lalu pusing sendiri*
hahay,
ReplyDeletenama saya Jayaning Hartami
Kata depan mengulas harap akan kejayaan, kemakmuran, kesejahteraan
lalu Hartami?
ia singkatan dari "Harta Kami"
hehe, maka begitulah saya (mudah-mudahan saya, Aamiin ya Rabb..):
Kejayaan di harta kami
^^
hoo...temennya SK...
ReplyDeleteeksistensi lebih penting dari esensi?
or,
Esensi lebih penting dari eksistensi?
klo boleh dianalogikan sebagai:
brownies berbentuk bagus namun tak enak
atau
brownies enak namun berbentuk jelek,,,
saya pilih yang kedua....
:p
@hayawi...
ReplyDeletetergantung jeleknya kayak apa donkk... kalo masih mau makan berarti gak jelek-jelek amat... tapi kalo dari analogi diatas umumnya orang akan memilih yang pertama... karena mereka baru tahu rasanya gak enak setelah memakan brownis bagus tersebut... nah yang kedua gimana mau tau rasanya enak kalo buat makan aja ogah...
entah nampaknya bukan umbaran bermakna
@hayawi n pantharei
ReplyDeletegimana kalo:
mengeluh karena mawar berduri
atau
bersukacita karena duri berbunga mawar
pilih yg mana???
(agak nggak nyambung, ya??!?!)
umbaran tuh bukannya tali puser ya?
ReplyDeletewah...gw ga tau ini nyambung atau nggak yas, soalnya gw g ngerti mawar...
ReplyDelete:p
masa' sih... istilah daerah mana tuh?
ReplyDeleteeksistensi,esensi..mana yg lbh dulu? mnurutku sih prdebatan ini sama dgn mana yg lebih brpengaruh dlm prkmbgn manusia,nature or nurture?
ReplyDeleteYa sdhlah,keduanya ada benarnya. pandai2 saja menempatkan