Thursday, 31 January 2013

Kawan Kharismatik



Ia sosok yang kharismatik, jujur saja, tak banyak anak muda yang punya bakat kharismatik sepertinya. Loh emang kharismatik itu termasuk bakat? Eh maksudnya pembawaan untuk jadi orang yang cool, elegant, terkesan cuek dan terkadang gombalita sedikit banyak merupakan sesuatu yang inhibit. Sebuah perpaduan antara bagaimana ia memandang dirinya (self image) dan bagaimana lingkungan sekitar membentuknya. Hingga tak heran, jalan hidup seolah membawanya pada sebuah kondisi yang sesuai dengan bakatnya itu. Calon bos besar dari salah satu bank syariah terkemuka di nusantara.

Tentunya, awal pertemuan dengan orang semacam ini tak pernah mudah. Entah dengan kawan-kawan yang lain, tapi saya cukup bete dengan tingkahnya yang seolah cuek dan mas bodo terhadap lingkungan sekitar. Dulu saat saya masih Maba (mahasiswa baru), saya menumpang di rumah kontrakan kawan-kawan senior SMA dan saat itu, pastinya saya membutuhkan bimbingan dari kakak-kakak yang terlebih dahulu masuk kuliah.

Beberapa memang tampak cuek, tapi si orang ini bagi saya terlampau parah. Ketika saya main ke kamarnya di lantai atas rumah kontrakan, ia sedang asyik membaca buku kegemarannya karangan Robert T Kiyosaki dan bersandar santai di tembok kamar. 
“eh kak, saya tegar, maba psikologi, kakak di psikologi juga kan?
”oh psiko juga ya, iya betul saya di psikologi juga”
Dan ia pun dengan asyiknya lanjut membaca yang membuat saya akhirnya keluar kamar dengan tatapan heran. Argh.. Padahal tadinya saya berharap bisa sharing sesuatu, apapun itu, dengan senior yang sama-sama dari psikologi, tapi ternyata nih orang terlampau cuek. -_-

Memang, ketika dulu di SMA saya juga tak terlampau baik mengenalnya, ia lebih banyak aktif di ekskul Pelajar Siaga (jadi ketuanya loh..) sedangkan saya di rohis dan osis, jadi ya mungkin saja itu cuma kesan sesaat. Dan memang benar, di malam harinya, keakraban di kamar ‘bapak’ kontrakan yang difasilitasi oleh Game sepakbola di komputer membangun suasana yang tadinya agak kaku menjadi cair dan menyenangkan.

Sayapun menjadi tahu lebih banyak tentang dirinya, sosok yang lekat dengan pemikiran yang jernih, taktis dan penuh perencanaan. Penggila bola dengan kadar fanatisme yang mungkin agak berlebihan terhadap AS Roma, Timnas Italia, dan Maurinho. Seorang yang menyenangkan utuk diajak diskusi tentang berbagai hal, dari urusan sepakbola, isu-isu populer, sampai asmara. Haha. Ya ya, masa-masa itu, kala peralihan dari fase kampus ke fase professional jadi sesuatu yang pantas tuk dikenang.

Orang ini punya harga diri yang terbilang tinggi, tapi wajar saja, karena pria kharismatik memang biasanya seperti itu. Jadi jangan coba-coba saat bermain bola di game PES (pro evolution soccer), anda agak merendahkan dan bercanda dengannya. Bisa-bisa perang dunia ketiga bakal pecah. Hehe. Atau saat salah seorang pimpinan di tempat kerjanya yang lama, sebelum di bank syariah, agak mencelanya dan mempertanyakan kinerjanya. Andai saja bukan pimpinan, mungkin bogem mentah sudah melayang, karena ia yakin, kinerjanya tak perlu dipertanyakan lagi.

Kesan kharismatik kembali terlihat saat ia dinyatakan tidak lolos tes kesehatan di bank syariah tempatnya kini bekerja. Ia dipanggil ke kantor pusat dan diberi penjelasan terkait hasil tes kesehatan yang dilakukan sebagai salah satu tahapan seleksi pegawai. Mungkin sebagian orang akan kecewa dengan hasil yang tidak sesuai dengan keinginan, tapi ia yang secara tak sengaja bertemu saya di kantor, dengan elegan menyalami saya seraya berkata sambil tersenyum
“semoga kita bisa bergabung bersama nanti.” Dan ia pun pergi berlalu diiringi soundtrack film laga serta kibasan angin gurun. #lebay #jangandiperhatikan.
Eh..Kenapa nih? Akhirnya sayapun coba mencari tahu. Selidik punya selidik, ternyata tes kesehatannya harus diulang karena ada indikasi peningkatan kadar sel darah merah, dan memang karena mungkin sudah jodoh, ternyata setelah tes darah diulang, ia dinyatakan sehat dan dapat bergabung.

Kini ia menjalani tahap baru dalam kehidupannya, professional muda, banker di salah satu pelopor perbankan syariah di Indonesia. Dengar-dengar, namanya pun sudah cukup dikenal di perusahaan ini, berbagai prestasi telah ditorehkan, salah satunya kalau tidak salah terkait dengan orasi, seorang orator ulung juga ternyata. Ditambah lagi, kini ia tak lagi sendiri, nampaknya ia telah menemukan si belahan hati. Perempuan baik seangkatan dengan saya, seorang rekan dan sahabat kala di rohis SMA dan psikologi dulu yang ternyata berhasil termakan gombalisme darinya. Wkwkw.. *gud job bro.. :p

Aidil miladika Mohammad Ghozali, suami dari Farah Zubaidillah, calon ayah yang hebat bagi penerus kejayaan umat. Semoga keberkahan dan kasih sayangNya selalu tercurah untuk kalian berdua di negeri Hasanuddin nun jauh di sana.

Nb. Terus minta sama Allah biar gw cepet dikasih keponakan. :)

foto : http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2011/10/laki-berjalan-sendiri1.jpg?c13ed3

Wednesday, 30 January 2013

Pemuda ganteng Hafidz Quran

X : "is Fatih engaged?"
Y :"he is not got married and not engaged sister !:))"
Z : "who is be him wife i m so sure shes is very lucky girl"

Sepotong percakapan dari banyaknya komentar yang saya perhatikan di laman fanspage Fatih Seferagic. Pemuda dengan suara, masyaAllah, serupa dengan Syaikh Misyari Rashid. Coba lihat tautan berikut, dimana beliau membaca akhir surah Al Baqoroh.

  
Lihat? bacaan yang mengagumkan, membuat merinding dan hati bergetar. Ketakjubanpun bertambah saat saya membaca profil dirinya. Pemuda 17 tahun keturunan Jerman berkebangsaan Bosnia, sejak usia 4 tahun tinggal di negeri paman sam. Mulai menghafal di usia 9 tahun dan tuntas di usia 12 tahun (wooww..12 tahun men), dan ia melakukannya di sebuah negara yang identik dengan hedonisme dan pergaulan bebas.

Membaca profilnya, jujur, membuat saya iri. Masih muda, semenjak dini hafidz quran, dan yang tak kalah penting, Ganteng.. haha. (mungkin itu beberapa hal yang melatar belakangi dialog tiga orang wanita di laman facebook Fatih yang saya tuliskan di atas) dan setidaknya itu, tentang gantengnya, berhasil memunculkan tanggapan beberapa orang di laman facebook teman saya saat ia membagi tautan tentang profil beliau. Ya betul, kegantengan seolah jadi nilai plus sendiri saat pemuda ini menjadi hafidz quran. Apa karena jarang-jarang pemuda ganteng, tinggal di negara sekuler, menjadi hafidz quran? nampaknya memang jarang, dan bahkan hampir tak ada.

Kecenderungannya mungkin seperti ini, pemuda ganteng punya daya pikat dan beberapa kemudahan dalam beberapa hal. Disenangi banyak orang (karena adem kali ya klo diliat), dan mudah untuk menggaet lawan jenis. Kedua hal tersebut anggaplah hal yang wajar jika dilakukan di zaman ini, televisi dan sinetron menegaskannya dengan profil anak muda keren yang dengan mudahnya memikat hati perempuan dan lalu mempermainkannya. 

Tapi hal ini jadi sesuatu yang unik saat Fatih Seferagic memperlihatkannya pada kita. Bahwa masih ada pemuda, berusia 17 tahun, tinggal di amerika, (loh gantengnya mana?), ya ya, ganteng juga dan ia Hafidz Quran. Akan berbeda saat ada pemuda dengan paras biasa-biasa saja, tinggal di Indonesia (negeri muslim terbesar), usia 25 tahun, dan baru menghafal beberapa surah juz 'Amma (ini gw banget kayaknya). Karena mungkin, entah ya, godaan dan ujian si pemuda Indonesia itu tidak sebesar Fatih yang tinggal di amerika, usia 17 tahun, ganteng pula, eh malah berhasil menghafalkan Quran di sana. Tak cuma menghafal Quran, beliau juga fasih dalam menjelaskan kata per kata, secara tekstual dan kontekstual, beberapa ayat dalam Al Quran dan menafsirkannya dalam sebuah bentuk penjelasan yang komprehensif. Tautan ini contohnya




Semoga beliau istiqomah sekuat Yusuf dalam menghamba dan bertaqwa padaNya. Semoga Allah menjaga beliau selalu, sebagaimana beliau menjaga firman-firmanNya. 
Amin.
Karena saat ini sulit mencari tauladan bagi remaja

Tuesday, 29 January 2013

Ikut Jobfair serta beberapa Tips-nya

Melihat peluang bisnis itu ibarat mencari setitik cahaya dipekatnya kegelapan, harus jeli. Sesuatu yang dianggap tak potensial untuk dibisniskan, bagi orang-orang tertentu yang paham dengan kondisi pasar, akan dapat mengolahnya menjadi pundi-pundi pemasukan. Misalnya bisnis jobfair, siapa yang mengira sebuah event yang cuma mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja akan dapat menarik minat banyak orang untuk ikut serta, terutama para korporat yang membutuhkan tenaga-tenaga baru.

Maka tak heran, dengan lulusan perguruan tinggi yang tiap tahun meningkat, dan dengan angka pengangguran yang masih cukup besar (sekitar 6,14 %), event jobfair jadi sesuatu yang layak digarap oleh sebagian pebisnis. Bayangkan, hampir 60 ribu orang, yang sebagian besarnya fresh graduate, menumpuk dan berdesak-desakan di ruang istora senayan yang luasnya tak lebih dari 3/4 lapangan sepakbola. Jika 1 orang harus membayar, misalnya 10 ribu saja (biasanya lebih dari itu) maka akan ada pemasukan lebih kurang 600 Juta, itu belum termasuk pemasukan dari sponsor. Jobfair ini pun biasanya dilaksanakan hanya 2 hari, paling lama 3 hari, jadi ongkos produksi tak terlalu besar untuk menyewa gedung, partisi, dan perlengkapan lainnya. Sebuah bisnis yang menjanjikan nampaknya.

Namun, dibalik itu, terlepas dari bisnis jobfair yang cukup potensial, terselip sebuah ironi bahwa mental yang kini masih terbangun dibenak putra-putri bangsa adalah mental pekerja. Sayapun tak memungkiri menjadi salah satu diantaranya karena memang sejauh ini tak ada pilihan lain. Kurikulum perguruan tinggi sedikit banyak memfokuskan para peserta didiknya untuk menjadi Ilmuwan atau akademisi, tak sedikit yang malah mengajarkan untuk menjadi seorang pegawai, lulus dengan skill pekerja kantoran. Hanya beberapa saja yang benar-benar mengarahkan lulusannya untuk menjadi pengusaha atau entrepreneur.

Hari ini sampai besok di senayan, event jobfair kembali diadakan, dan untuk kesekian kalinya perusahaan saya ikut serta di dalamnya. Ada beberapa hal menarik dan mungkin sedikit tips bagi anda yang ingin datang ke jobfair.

1. Istikhoroh dulu, kalau memang dari hasil networking kakak alumni atau teman sejawat belum ada kabar terkait lowongan kerja, barulah jalan terakhir ditempuh, ikutan jobfair. 

2. Carilah jobfair yang gratis, tapi klo tidak ada yang gratis, lihat dulu HTM nya, masuk akal kah dengan jumlah perusahaan dan korporat yang ikut serta? kalau cuma 20, 30 perusahaan dan tiket masuknya 30 ribu, lebih baik anda gunakan untuk makan di KFC paket combo, lebih bermanfaat dan bikin kenyang.

3. Bila anda sudah yakin dengan pilihan anda untuk tetap mengikuti jobfair, siapkan CV anda dengan membuatnya jadi lebih efektif dan atraktif. Cara membuatnya bisa dibaca di tulisan saya terkait hal ini di link berikut. Tulisan

4. Jangan berharap korporat yang hadir menjanjikan sesuatu yang wah..karena biasanya posisi yang dibuka memang untuk pekerjaan yang sifatnya teknikal atau klerikal yang membutuhkan pekerja yang lumayan banyak. Tapi tak tertutup kemungkinan juga ada yang membuka lowongan untuk posisi strategis, namun biasanya membutuhkan pengalaman beberapa tahun di satu posisi.

5. Cari perusahaan yang membuka lowongan MT (manajemen trainee) bagi anda yang ingin meng-akselerasikan diri sehingga tak lama-lama jadi bawahan. Biasanya perusahaan macam Mandiri, BRI, Astra Internasional, dan perusahaan bonafid lainnya membuka lowongan MT di setiap partisipasi mereka di dalam Job fair. Dan biasanya mereka mengadakan Walk In Interview, seleksi on the spot, sehingga mempercepat proses seleksi. Kalau mereka melakukan hal itu, maka jangan ragu untuk ikut serta.

6. Jangan memandang bagus tidaknya perusahaan dari display stand mereka yang ditampilkan dalam jobfair. Belum tentu display yang wah dan keren berbanding lurus dengan pekerjaannya. Bahkan mungkin saja yang displaynya menarik dan atraktif justru sebagai cara memancing para pencari kerja untuk mau melamar dengan posisi atau pekerjaan yang sebenarnya biasa saja.

7. Cari kakak senior di kampus yang mungkin jadi peserta di salah satu perusahaan (contohnya saya. haha), karena mungkin itu membantu anda untuk mendapat masukan terkait perusahaan yang mungkin layak untuk dilamar.

8. Terakhir dan lumayan penting, jangan terlalu berharap dipanggil secepatnya jika anda telah melamar di suatu perusahaan. Dengan ribuan lamaran yang masuk, akan sangat sulit bagi SDM di tiap perusahaan menyeleksi calon karyawan yang sesuai kualifikasi mereka. Jadi biasanya lamaran kita akan menumpuk dulu, lama, dan mungkin berdebu, hingga suatu saat ada yang melihat lamaran kita lalu merasa cocok dengan kualifikasi yang mereka cari. *sabar sabar ya

Hm.. Itu beberapa dari hal-hal terkait apa yang dapat anda lakukan saat mengikuti jobfair. Jangan terlalu sering ikut event-event seperti ini, selain bayar, potensi untuk menjadi tergantung pada pekerjaan sangat tinggi. Kalaulah ingin bekerja di korporat, ambil sisi profesionalismenya dan aplikasikan saat anda membuka bisnis anda sendiri. Karena sayapun juga sedang merintis.

Salam.

Monday, 28 January 2013

Masjid-masjid di sini

Dulu, 20 tahun yang lampau, mesjid bagi saya adalah arena bermain tempat dimana bebas berlari sepuas-puasnya. Tentunya dikala masjid masih kosong dan sholat belum didirikan, karena berlarian dan berteriak ditengah jamaah yang sedang sholat, siap-siap saja menerima jeweran dari Datuk penjaga masjid yang garangnya minta ampun dan ditakuti bocah-bocah. Ah tapi saya tidak pernah kapok, jeweran tak sebanding dengan keasyikan berlari dan bermain di dalam lapangnya masjid.

Itu dulu, kala saya tak tahu apa makna berkumpulnya manusia dengan beragam penampilan dalam sebuah barisan. Sekarang, paling tidak saya mengetahui bahwa berbarisnya mereka bukannya tanpa maksud. Ada ketundukan disana, kesetaraan, dan kekompakan. Tua-Muda, Kaya-Miskin, Ganteng-Jelek (eh..), semuanya berharap untuk satu tujuan, keridhoanNya dan keberkahan dariNya.

Lain daripada itu, Masjid adalah tempat yang paling homy bagi saya. Menerima dengan tangan terbuka tiap muslim yang ingin kembali padaNya, bahkan lebih dari itu, menerima siapa saja yang membutuhkan tempat bernaung dan berlindung. Momen ini terlihat jelas jika bulan Ramadhan datang. Tiap-tiap masjid biasanya mengadakan ifthor berjamaah untuk shoimin (orang yang berpuasa) yang ingin berbuka. Sepertinya tak pernah sekalipun saya lihat ada registrasi siapa-siapa saja yang ingin berbuka disana, membayar sekian dulu baru bisa ikut berbuka. Ah tidak kawan, Islam yang rahmatan lil 'Alamin terlihat jelas saat itu, siapa saja bisa ikut berbuka, diterima dengan senyuman dan hangatnya persahabatan.

Atau ketika saya terlampau larut untuk pulang, kendaraan tak lagi ada, dan pulsa di hape pun nihil. Daerah yang asing dan nampak jauh dari orang-orang yang saya kenal. Ah, yasudahlah, mari kita cari masjid. Syarat mencari mesjid di negeri ini cukup mudah, cukup berjalan beberapa langkah ke sebuah perkampungan dan permukiman, maka anda dengan segera akan melihat sebuah bangunan dengan atap berkubah berlambang bintang bulan, Saya loncati pagar dan coba membuka pintu masjid, ternyata dikunci, tak apa masih ada halaman masjid berlantai putih. Sampai saya tertidur lelah hingga fajar menjelang, dan suara muadzin membangunkan saya.

Bersyukurnya lahir di negeri ini, terlepas dari banyaknya persoalan yang membelitnya, karena masjidnya banyak dan begitu menjamur. Tapi mungkin sekarang, masjid sekedar pelengkap eksistensi muslim di suatu daerah, ia tak lebih dari sarana berkumpulnya masyarakat dalam parade keagamaan. Padahal dulu, di zaman rasul, masjid memiliki fungsi yang sentral dan strategis. Tempat dimana akhlaq dibangun dan ilmu disampaikan. Hingga Rasul pernah bersabda, "aku akan membakar rumah orang muslim yang tidak berangkat sholat berjamaah", walau hal itu tidak pernah terwujud karena tiap muslim ketika itu selalu sholat berjamaah, bahkan seorang munafik sekalipun.

Begitulah, masjid disini dengan berbagai problematikanya. Masjid yang menjadi kebanggaan tapi tak pernah ada yang mau mengisinya dengan padatnya sholat berjamaah. Padahal di dua sholat, saat Shubuh dan Isya, ada pertanda dan seleksi mana muslim yang mukmin dan mana yang munafik. Bahkan Sholat subuh berjamaah menjadi tolok ukur kebangkitan Islam, dimana Islam akan bangkit dan berjaya kembali saat jamaah Sholat Subuh menyamai jamaah sholat Jum'at.

'Rabbij'alni muqimash-shalati wa min dzurriyati, rabbana wa taqabbal du'a'.
 

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami & anak cucu kami orang-orang yg tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami, kabulkanlah doa kami.'

 foto : http://www.csrc.or.id/foto_berita/89masjid.jpg

Sunday, 27 January 2013

Wanita - Tak Tergapai

Butuh waktu lama bagi Rizka untuk menyadari bahwa tinggal menyisakan beberapa menit lagi sebelum Anton bertandang ke rumahnya. Dilihatnya kembali diri yang nampak mematung di depan cermin. Kini ia bak supermodel, rambut lurus tergerai, eye shadow, gincu merah muda, dan polesan bedak putih yang kini nampak agak menebal.

Diusapnya kembali wajahnya untuk meratakan bedak yang terlihat menumpuk di beberapa sisi. Ia pun menatap kembali wajahnya di depan cermin yang mulai bosan dengan tingkah laku Rizka. Tak puas, ia pun kembali memoles beberapa sisi wajahnya dengan bedak putih yang dirasanya belum menutupi beberapa flek hitam yang mulai bermunculan di bawah kelopak mata.

Ia terdiam sesaat, menyadari betapa menyedihkannya orang yang kini berdiri di depan cermin. Pontang panting tuk sekedar mendapatkan apa yang sedari dulu ia anggap sesuatu yang mudah. Lihat dirinya, Wanita cantik paruh baya dengan senyuman manis layaknya Dian Sastro, dan tatapan mata teduh si cantik Zaskia Mecca.

Tak ada yang kurang darinya, postur tinggi badan semampai dengan kesehatan yang prima. Terlahir dari keluarga terpandang anak dari pejabat di salah satu perusahaan milik negara. Pesona dirinya pun makin lengkap dengan berbagai titel yang nampak elegan tersandang di depan dan belakang namanya, Prof. Dr. dr. Rizka Aziza, Sp.BP.

Ah tidak, 10 menit lagi. Ia pun segera mengganti daster yang dipakainya sedari pagi dengan gaun indah pemberian Anton. Tapi tunggu, dimana gaunnya kini? ia pun berdesis keluh, ah sial, kamarku seperti kapal pecah. Handuk dan pakaian bekas pakai kemarin, masih tergeletak di atas kasur dengan selimut dan bantal tak karuan. Terlihat pula beberapa alat kosmetik, sendal, dan hair dryer masih teronggok tak jelas di atas lantai.

Dibukanya lemari pakaian yang masih menyisakan beberapa pakaian layak pakai. Duh, terserah lah. Ia pun asal mengambil beberapa helai pakaian, rok panjang berwarna hitam dipadu blouse berwarna pink. Dipakainya dengan tergesa, dan simsalabim, 20 menit persiapan yang penuh kekacauan. Semoga kali ini tak seperti cerita yang sudah-sudah.

--

 "Rizkaa.. Anton sudah datang, cepat turun nak.."
Suara seorang wanita terdengar lantang dari bawah. Mama yang selalu mengeluhkan atas segala yang sudah Ia lakukan.
"nduk..mbok jadi perempuan itu jangan terlalu ngoyo, biasa aja, sudahlah, cukup sampai disini. sekarang fokus untuk yang lain."
Sedari dulu, bahkan sejak ia melanjutkan ke tingkatan strata tiga. Nasihat sang ibu tak lebih dari angin lalu yang sekedar menjadi ketakutan sesaat para orang tua. Tak ada yang perlu dikhawatirkan, Ia cantik, terpandang dengan segala keindahan seorang wanita yang berkumpul anggun pada dirinya. Tak sulit tuk sekedar mencari lelaki, kerlingan mata sesaat pada sang Adam cukup membuat pria manapun bertekuk lutut di hadapannya. Jadi tak ada alasan tuk takut.

Ia makin asyik dengan dunianya. Gelar akademis tertinggi dari universitas ternama. Guru besar dengan spesialisasi di bidang kedokteran yang mumpuni. Ia kini tinggi, hingga tak sanggup lagi tergapai oleh siapapun. Profesor cantik, Dokter pintar, terpandang dan dari keluarga kaya. Ah wanita mana yang mampu menyainginya kini. Sesaat setelah penganugerahan gelar guru besar, sesuatu nampak hinggap di hatinya, sesuatu yang kosong dan tak mampu dimaknai. Apalagi yang harus kukejar. Sorak sorai selamat dari rekan-rekan seprofesinya terasa hambar. Ia memasang wajah datar dengan tatapan nanar.
"Wah Rizka, selamat yaaa.."
dr. Rini sahabat baiknya datang dengan kedua putra yang lucu dan menggemaskan, di belakangnya nampak sang suami sedang menggendong anak ketiga mereka, putri kecil yang cantik.
"eh iya, makasih ya rin"
Satu per satu, rekan sejawat yang hadir dengan pasangannya masing-masing menyadarkannya akan satu hal. Mama, kau benar.

Wandi, Ridwan, Ali, Mike, orang-orang yang dulu hadir tanpa diminta oleh dirinya. Menyapanya tiap pagi, membawakan minuman untuknya ketika ia terduduk lelah di ruangan dosen. Mereka yang begitu perhatian pada dirinya. Sinyal-sinyal itu, ah untuk pertama kalinya, ia merasa sangat bodoh. Harusnya Ia tahu maksud itu. Tak ada sesuatu yang cuma-cuma, ada sebongkah harapan dari mereka terhadapnya. Tapi kini, setelah 10 tahun berjalan, satu per satu mereka mundur teratur. Dan kini disinilah ia berada, dalam relung angan-angan yang memuai, hilang dan lepas.

--

Anton, pria setengah abad dan perut buncit yang kerap kali menganggu pandangannya. Sorot mata sang ibu tak lagi dihiraukan oleh Rizka, sorot mata penuh harap yang seolah tak mempersoalkan lagi siapa yang kini hendak meminang putrinya.  
Sebegitu pasrahnya kah ibu? 
Dulu, Satu per satu lelaki tampan dan berpendidikan nampak memandang terlalu tinggi dirinya, Ia masih saja dianggap tak tergapai. Padahal Aku dengan senang hati menerima. Tapi kenapa, Ada apa dengan kalian?? 
Anton memang bukan yang pertama, dan pastinya, setelah ia memandang kembali pada sosok pria tua dihadapannya. Ia berketetapan hati, Kau bukan yang terakhir.
nampak gurat kekecewaan dari wajah sang ibu.

Saturday, 26 January 2013

Ketika pahitnya kesalahan, berbuah manis.

Tidak semua kesalahan yang kita perbuat berujung pahitnya kegagalan, seolah tak lagi ada harapan atas apa yang kita usahakan. Awalnya mungkin kita mengira, "ah kalau tahu bakal gagal seperti ini, sedari awal takkan pernah saya lakukan." atau mungkin "ya ampun setelah sejauh ini, dan semuanya sia-sia saja". Tapi ternyata sang khaliq punya aturan main sendiri, bersama kesulitan selalu ada kemudahan, dan tak semua yang dipandang baik oleh kita, baik juga menurutNya, yang mungkin dipandang buruk oleh kita, mungkin saja baik menurutNya.

Seperti saat Rasulullah menyetujui draft perjanjian hudaibiyah yang merugikan kaum muslimin. Tiap warga mekah yang lari ke madinah harus dikembalikan bila diminta oleh keluarganya yang berasal dari kafir Quraisy, dan bila ada warga madinah yang pindah ke mekah, maka Kafir Quraisy mekah tidak wajib mengembalikan mereka ke madinah. Perjanjian yang nyatanya sangat merugikan kaum muslimin, dan hampir sebagian besar sahabat saat itu tidak sepakat dengan isi perjanjian hudaibiyah. Tapi Rasul tahu, ada hikmah dibalik perjanjian ini. Ternyata benar, perjanjian ini malah berbalik menguntungkan kaum muslimin.

Mereka (kaum muslimin yang lari dari mekah) dengan sangat terpaksa harus kembali ke mekah dan menerima kenyataan bahwa mungkin nasib naas mau tak mau harus mereka terima. Namun mereka tidak menyerah, mereka memberontak, kabur dari orang-orang yang membawa mereka dan memilih bertahan di perbatasan antara mekah-madinah. Semakin lama, makin banyak yang bertahan diperbatasan itu dan seiring berjalannya waktu kekuatan mereka menjadi lebih besar.

Kehadiran mereka ternyata merugikan kafilah Quraisy yang melintasi perbatasan mekah-madinah, dimana barang dagangan yang mereka bawa seringkali dirampok dan diamankan oleh kaum muslimin yang bertahan disana. Melihat kondisi ini, kafir Quraisy pun tak tahan, justru kerugian makin besar mereka terima akibat perjanjian ini, sampai akhirnya merekapun membatalkan sendiri perjanjian yang mereka ajukan dulu. Ternyata sesuatu yang awalnya dirasa pahit berbuah manis dikemudian hari.

Contoh lainnya, ada yang tahu Post-it? lembaran kertas kecil dengan lem perekat yang lemah. Sangat membantu para karyawan untuk menuliskan note singkat, reminder tugas, dan hal-hal terkait pekerjaan di kantor. Ternyata post-itu pun ditemukan atas sebuah kesalahan, sesuatu yang mungkin awalnya tidak diharapkan oleh sang penemu, Dr Spencer Silver.

Sang doktor yang terobsesi menciptakan lem perekat paling kuat justru menemukan hal yang sebaliknya, lem yang mudah terlepas dan tidak terekat sempurna. Mulanya, Spencer mengira ia telah gagal, sampai suatu ketika, seseorang berkata padanya, "hei, lem ini sungguh keren kawan, aku dapat dengan mudah menempelkan kertas, melepasnya, dan menempelkannya kembali, sesuatu yang tidak dapat dilakukan lem-lem pada umumnya, kau jenius Spencer". dan ternyata, boom, ia telah menemukan sesuatu yang hebat, sesuatu yang membuatnya populer seantero dunia, sesuatu yang mungkin tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Satu lagi contoh lain ketika kesalahan berbuah keberhasilan.

Ah ternyata tak selamanya kesalahan yang kita perbuat berakhir buruk, ada hal positif yang mungkin luput dari pandangan mata dan jernihnya pemikiran. Seperti yang saya alami kini, sebuah kesalahan besar yang ada dalam novel sempat membuat saya uring-uringan, ah kesalahan ini nampaknya tak bisa ditolerir, para editor itu akan mempertanyakannya dan novel saya pasti gagal terbit. Namun, sebuah komentar dari seorang kawan menyadarkan saya, "kenapa kesalahan itu gak diperbaiki aja di novel lanjutannya?".

Aha, brilian, kesalahan krusial di novel pertama, justru memberi saya ide untuk membuat sekuel kedua dari novel tersebut. Sesuatu yang awalnya tidak diperkirakan, karena sedikitpun saya tidak memiliki ide untuk meneruskan novel ini menjadi sebuah sekuel. Novel kedua yang merupakan jawaban atas tanda tanya dan kesalahan yang ada di novel pertama, sesuatu yang mungkin menarik si penerbit untuk kembali menerbitkan novel yang kedua ini (ngarep banget. hehe).

Jadi tak selamanya kesalahan yang kita perbuat berbuah pahit, karena sesuatu yang kita usahakan dan kita hasilkan pastilah berharga dan bernilai, ia merupakan hasil dari sebuah tindakan nyata. Kini tergantung bagaimana kita memaknai dan memandang hasil pekerjaan kita, karena sesungguhnya tak ada satupun yang sia-sia atas segala upaya yang kita lakukan.

Friday, 25 January 2013

Mr. Almost

Kala itu saya masih cupu dan keliatan sekali bahwa saya tidak tahu apa-apa tentang UI. Berangkat ke Depok saja harus cari barengan dulu. Untunglah beberapa teman se-SMA ada juga yang lulus di UI, setidaknya saya ada teman ke Depok untuk mencari tahu informasi pasca kelulusan SPMB, ditambah lagi beberapa senior pun nampak helpfull untuk membantu junior-juniornya yang baru lulus.

Tahun itu Afee (Admision Fee) untuk kali kedua diberlakukan setelah setahun sebelumnya untuk kali pertama UI membandrol harga masuknya dengan nilai selangit. Fakultas sosial rata-rata dipatok 10 Juta (termasuk psikologi), FK dan FT dipatok lebih tinggi lagi, 25 Juta, sedangkan MIPA dan FIB kalau tidak salah agak lebih ringan, 5 juta rupiah. Kalau dipikir-pikir, ah tak mungkin lah bapak saya bisa membayar sebesar itu, tapi bismillah, semoga permohonan keringanan biaya Afee dapat dikabulkan.

Singkat cerita, permohonan keringanan Afee sampai pada tahap wawancara dengan orang tua. Ibu yang saat itu datang bersama saya selalu berkata, "yang penting kita apa adanya, kalau kita memang mampunya bayar sekian, ya kita bayar sekian", yup, betul sekali, kejujuran akan membawa keberkahan. Kamipun berjalan melintasi pelataran parkir psikologi yang berada di samping Gedung H, yang ditempati oleh salah satu minimarket. Di saat itulah saya pertama kali berpapasan dengannya, ia berjalan bersama ayahnya menuju tempat yang sama dengan kami. Dari dulu hingga kini perawakannya tak banyak berubah, kurus, rambut cepak dan senyuman yang selalu nampak menghiasi wajahnya, ia si Mr. Almost.

Kami pun berpisah dengan orang tua masing-masing, sembari berdoa semoga diberikan yang terbaik. Sayapun berkenalan dengannya sembari menyebut nama masing-masing. Ada yang unik dari namanya "nama lu unik juga, gw panggil nama belakangnya aja ya", dan ia pun tak masalah dipanggil dengan nama itu.
"abis ini mau kemana?"  dengan tampang bodoh aku bertanya padanya
"lah? lo gak tau? kan ada ngumpul di belakang MUI, samping danau, yaudah bareng gw aja, gw juga mau kesana"
Jujur, saya betul-betul buta dengan acara kemahasiswaan, atau ospek di fakultas saya.

Dan sampailah kami ditepi danau dengan perkenalan dari para senior berjaket kuning, disertai beberapa aturan main selama proses orientasi mahasiswa baru. Tak banyak saya ingat saat itu, tapi yang jelas, salah seorang senior saya di SMA, yang saat itu jadi panitia, mengompor-ngompori saya untuk maju sebagai calon ketua angkatan, dan entah angin dari mana, dan bisikan setan apa, sayapun maju ke depan sebagai kandidat ketua angkatan. argh.. dan ternyata, dia pun ikut maju.

Sedikit perkenalan, dan basa basi busuk, kami bertiga pun akhirnya dipilih untuk menjadi ketua angkatan. Pastinya bukan saya yang terpilih, kalau sampai terpilih, jalan hidup saya mungkin berbeda *lebay. Saya tak terpilih, dia pun tak terpilih, lalu siapa yang terpilih? ternyata orang yang lebih baik dari kami. Karena saat itu pertama kalinya saya melihat ia dalam sebuah pemilihan, maka officially, itu untuk pertama kalinya ia menjadi Mr. Almost. Hampir hampir jadi ketua.

Keesokan harinya, saya bertemu kembali dengannya, kali ini di MUI. Dan sayapun heran, ia yang notabene maba banyak mengenal orang-orang di masjid, dan belakangan saya tahu, tahun sebelumnya ia kuliah di FT UI, Ah pantesan. Kamipun sedikit banyak saling bercerita dan berdiskusi tentang banyak hal. Ragam pemikiran dan ide briliannya menjadikan diskusi dan pertemuan dengannya jadi sesuatu yang mengasyikkan. Sehingga tak heran iapun diamanahi sebagai Wakil Kepala bidang Kajian Strategis di Senat F.Psi UI. wuiih.. keren kan? :p

Karir politiknya (heh?), maksudnya karir kemahasiswaannya pun berlanjut dengan dicalonkannya ia menjadi salah satu kandidat Ketua Lembaga dakwah Fakultas bersama 1 orang rekan, dan si ketua angkatan. Fit and Proper Test pun berlangsung dan tibalah hari pengumuman siapa ketua yang baru. Pemilihan tidak dilakukan dengan voting, tapi dengan musyawarah, dan akhirnya terpilihlah orang yang terbaik diantara mereka, kali ini bukan si ketua angkatan, dan bukan dia (lagi), officially, kali kedua menjadi Mr. Almost. hehe.

Waktu berjalan, dan sayapun makin tahu sosok si Mr. Almost. Orang yang amanah, sangat hati-hati dan penuh perhitungan (maksud lu lelet gar?, bukan..suudzhon aja sih.hehe). Sosok yang terkadang lucu, tapi juga frontal dan sarkas dalam becanda. hahaha. itu mungkin yang membuat si ibu wakilnya dulu di lembaga kemahasiswaan jatuh hati padanya. cuit cuit.. :p, (padahal dua orang ini dulu sering bentrok, gak nyangka bakal jadi)

Menjelang akhir masa studi di fakultas, ia tak gampang menyerah. Ia pun kembali maju sebagai kandidat Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru di F. Psi. Kali ini yang maju ada empat orang, 3 orang dari angkatan saya, dan satu orang lagi dari angkatan 2003 (wuih.. senior nih). Persaingan pun sengit, dan berdasarkan hasil FPT akhirnya yang terpilih adalah sang senior. Dan officially, untuk ketiga kalinya, ia menjadi Mr. Almost. hehe.

Diluar kampus, sayapun sering berdiskusi dengannya, membicarakan banyak hal tentang apapun, dari urusan politik kampus sampai masalah negara. Bahkan beberapa kali saya menginap di rumahnya. Sungguh diskusi dan interaksi yang menyenangkan. Iapun sosok yang berani dan keren kalau menurut saya, dikala orang-orang masih cupu dan bingung mau melakukan apa nantinya setelah lulus, dia melakukan gebrakan. Lelaki pertama di angkatan saya yang menikah yang belum lulus dan berhasil menggaet si ibu wakilnya jadi istri.. haha..

Dan hari ini, ia berulang tahun yang ke...*sensor, seorang bapak muda, suami teladan, dan sahabat yang hebat. Aidil Miladika Irwan Sujarwo, Suami dari Dewi Kumalasari dan ayah dari Fatih Taqiy Daniswara, semoga limpahan berkah selalu tercurah pada anda dan keluarga, tetap istiqomah dan jangan pernah berhenti tersenyum. :)

foto: http://minimalistica.org/wp-content/uploads/2010/11/Christopher-Sylvester-And-Matt-Tolfrey-%E2%80%93-Almost-There.jpg

Thursday, 24 January 2013

Pola Keber-agama-an

Tepat di hari ini, tanggal 12 di bulan Rabiul Awal, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam dilahirkan. Sebagian umat Islam merayakan kelahiran beliau tiap tahunnya dengan sebuah ritual khusus yang ditujukan untuk menghormati beliau. Sebuah perayaan yang lebih dikenal dengan nama maulid nabi. Masing-masing orang memiliki pandangan tersendiri terkait hal ini. Ada yang mengatakan bahwa merayakan hari kelahiran beliau termasuk bid'ah (hal-hal baru di dalam agama), dan ada pula yang mengatakan bahwa ini semata hanya bentuk rasa cinta mereka terhadap Nabi akhir zaman. Apapun itu, pembahasan mengenai perayaan maulid bukan sesuatu yang baru. Pembahasannya telah melalui diskursus panjang yang takkan cukup ditulis dalam selembar dua lembar kertas.

Secara sederhana, masing-masing pendapat memiliki landasan yang kuat dalam berargumen. Yang menolak maulid berpendapat bahwa ulama dan para salafushalih (orang-orang terdahulu) tidak pernah merayakan maulid. Sedangkan yang merayakan maulid beralasan bahwa sebagian ulama ada yang membolehkan perayaan maulid dan ini merupakan tradisi yang diturunkan antar generasi. Perbedaan pandang ini nampak selesai di tataran pencari ilmu, mereka sudah mafhum dan toleran dengan pendapat masing-masing, yang jadi masalah adalah saat turun ke ranah akar rumput, masyarakat awam yang mungkin secara keilmuan belum mumpuni seperti para ulama. Dimana masing masing orang di ranah masyarakat punya sebuah pola keber-agama-an yang dibangun sejak kecil yang hingga kini terus bertahan.

secara umum, pola keber-agama-an kita dibangun oleh dua hal, pola keber-agama-an tekstual dan pola keber-agama-an kultural. Keduanya berkolaborasi, membentuk pemahaman seseorang terkait pandangan mereka dalam beragama. Pola keber-agama-an tekstual adalah pola yang dibentuk atas dasar pemahaman yang diterima dari buku-buku, literatur-literatur yang umumnya disampaikan lewat sekolah, madrasah, dan guru-guru. Sedangkan pola keber-agama-an kultural adalah pola yang telah ada jauh sebelum kita lahir yang telah terbangun di dalam keluarga serta masyarakat. Kedua pola ini cenderung mendominasi satu sama lain, kadang pola tekstual yang lebih dominan, tapi tak jarang pola kultural yang nampak menonjol.

Mari kita ambil contoh, perayaaan satu suro tiap tanggal satu muharram yang lebih dikenal dengan nama grebeg suro. Kira-kira perayaan ini dibangun berdasarkan pola keber-agama-an yang mana? dari buku dan literatur keislaman, sama sekali tidak disebutkan mengenai hal ini, tapi karena ia telah ada sejak dulu dalam masyarakat, jadilah ia sebuah bentuk keber-agama-an yang tiap tahun dilakukan. Contoh lainnya adalah tahlilan yang dilakukan di hari ketujuh, empat puluh, dan seratus setelah seseorang meninggal dunia. Pola keber-agama-an kultural menyatakan bahwa ini adalah ritual yang selalu dilakukan bapak-bapak kami tiap kali ada orang yang wafat, sedangkan pola keber-agama-an tekstual menyatakan hal ini tidak ada dasarnya, di dalam buku dan literatur keislaman macam Al-Qur'an dan Hadits.

Tapi terkadang pola keber-agama-an tekstual terlalu rigid dan kaku yang cenderung memandang konteks keber-agama-an dari sisi luarnya saja. Padahal ada makna dan rahasia tersembunyi yang mungkin saja belum ter-eksplor secara lengkap dari pola tekstual. Pola keber-agama-an tekstual juga seringkali menafikan adanya romantisme beragama yang membuat rasa kian manis dalam mengecap sebuah ritual ibadah. Pola kultural mengajarkan itu, ada sisi emosional dan energi rasa yang besar dalam menghayati keber-agama-an ketika beribadah. Agama tak selalu dilakukan persis seperti teks yang tertulis tapi ada sesuatu dibalik itu yang dapat dikecap yang membuat ibadah makin terasa nikmat. Ia diturunkan secara kultural, baik di dalam keluarga ataupun masyarakat.

Idealnya kedua pola keber-agama-an ini menyatu dalam diri seseorang dengan kadar yang seimbang. Ada kalanya seseorang lebih didominasi oleh pola keber-agama-an tekstual yang seringkali membuat mereka sekedar menjalankan ritual ibadah dari buku dan literatur saja. Yang kadang kala membuat mereka tak menerima adanya sebuah ritual yang tidak dilakukan persis seperti di dalam literatur dan buku yang mereka pahami. Sedangkan ada kalanya seseorang lebih didominasi oleh pola keber-agama-an kultural yang cuma tahu bahwa ritual ibadah yang mereka lakukan kini sudah diajarkan oleh bapak moyang mereka dan mereka sangat bersemangat dalam melakukannya. Diluar itu, mereka sulit menerima walau ada landasannya dari sumber-sumber ilmu semacam Al Quran, hadits, dan ijtihad ulama.

Kembali lagi ke pembahasan mengenai maulid. Berdasarkan pola keber-agama-an tekstual, memang acara maulid tidak ada dasarnya. Silahkan dibuka kitab-kitab fikih klasik yang kita miliki. Kalaupun ada landasannya, kerap kali didasarkan pada pendapat seorang ulama bijak yang berpendapat bahwa maulid secara umum hanya ingin membangkitkan kembali kecintaan kita kepada rasul. Selebihnya, orang-orang yang merayakan maulid sekedar mengikuti tradisi dan pola keber-agama-an pendahulu mereka. Walau terkadang ada sisi lain semacam unjuk rasa kecintaan kepada rasul, dan semangat beribadah yang dapat kita contoh.

Menyatukan dua pandangan ini (yang pro ataupun kontra maulid) ibarat mencampur air dengan minyak, (hampir) mustahil dilakukan. Keduanya memiliki basis pola keber-agama-an yang berbeda. Yang mungkin dapat dilakukan kini, demi sebuah persatuan dan kondisi keumatan yang kondusif, adalah bersikap dewasa dan menyadari pola keber-agama-an masing-masing yang dominansinya berbeda. Sembari berbenah agar dapat secara bijak menyeimbangkan pola keber-agama-an yang ada di dalam diri.

Wednesday, 23 January 2013

[Review] Cinta di Ujung Jari

Cinta itu tak menggurui, ia punya cara unik yang dimaknai berbeda di tiap kepala anak manusia. Ia tak perlu didikte, karena lambat laun manusia akan paham sendiri makna cintanya. Biarkan cinta bermain dalam kompleksitas logika dan relung sanubari terdalam. Hingga ia lelah dan mengajak manusia menikmati bahwa cinta memaknai arti mereka.

Cinta itu kehidupan. Manusia kadang dapat hidup tanpa cinta namun tak sedikit pula yang mati karenanya. Mungkin itu terlalu berlebihan, cinta tak sebegitunya kok. Ia kini hanya berganti wujud (sementara) menjadi bumbu pemanis kehidupan dalam sebuah drama picisan. Ah sepertinya manusia terlalu naif mengemas cinta, hanya dimaknai oleh sebentang episode kehidupan yang berdurasi tak lebih dari dua jam.

Cinta itu menggugah, menggerakkan manusia meraih takdir terbaiknya. Karena selalu ada harapan dalam tiap jengkal cinta yang merekah. Walau cinta tak selalu indah dinikmati, tapi manusia memungkinkan dirinya untuk tahu bahwa cinta hanya meminta untuk diresapi berbeda, pahit memang namun kadang begitulah ia terasa. Kecap dengan kerelaan dan cinta akan membawamu pada penghujung takdir terbaik.

Cinta itu multitafsir, ia direspon berbeda oleh tiap manusia. Walau sekedar berjalan di tepiannya atau menyelam jauh ke dalamnya. Apapun itu, cinta memberikan makna luasnya bagi mereka yang meluangkan waktu khusus untuk memahaminya. Hingga manusia tahu arti keberadaan mereka.

Intrepetasi bebas saya atas karya sastra milik dua orang sahabat, http://muhammadakhyar.tumblr.com/ dan http://nayasa.tumblr.com/

Tuesday, 22 January 2013

The Good Old Time

Konsol game pertama yang saya miliki adalah nintendo atau lebih dikenal dengan nama NES 16 bit (Nintendo Entertainment System). Perkenalan awal saya dengan NES adalah saat saya melihat teman se-TK memainkan game super mario bros dengan asyiknya. wuih.. jadi kepengen main juga, sayapun diajaknya bermain dan seketika itu pula saya langsung jatuh hati pada konsol game ini. Love at the first sight.hehe

Kisahpun berlanjut, dengan merengek dan memohon pada ayah, serta berjanji untuk mendapatkan nilai raport yang bagus di tahun itu, sayapun berhasil meyakinkan ayah untuk membeli konsol game NES. Yess. Sepertinya masa kecil yang penuh imajinasi telah dimulai.hehe Benar saja, game-game itu membawa perubahan berarti bagi saya.  Bocah lelaki berumur 6 tahun dengan dunianya yang berkisar antara sekolah, lapangan bermain, dan rumah, diajak menjelajah ke dunia yang penuh petualangan.

Suatu waktu saya berperan sebagai seorang tukang pipa, dan suatu kali berperan menjadi tentara elit pemberantas alien. Walau si tukang pipa tak selalu berhasil menyelamatkan sang putri, walau si tentara tak kunjung berhasil membasmi alien. Ah sungguh menyenangkan, ternyata dunia tidak hanya sekedar permainan petak umpet, kelereng, atau galasin. hehe.

Tapi memang, tidak dipungkiri, permainan petak umpet, galasin, dan kelereng turut melatih kemampuan saya bersosialisasi, berempati, dan belajar bekerja sama. Semua hal yang mungkin kurang didapatkan dari konsol game. Namun, melalui game konsol inilah saya diajak bermimpi, berpetualang untuk menyelesaikan suatu tugas apalagi saat memainkan game petualangan. Alangkah gembiranya saat berhasil menamatkan sebuah misi. Ada kebanggaan tersendiri, Ternyata saya bisa loh.

Dan kini saat usia beranjak dewasa, sayapun masih bermimpi untuk dapat berpetualang seperti di dalam game yang saya mainkan. Membawa lagi keasyikan dan keseruan di dalamnya. Menjelajah tempat yang asing dengan berbagai tantangan yang tak terduga. Menyelesaikan suatu misi dengan beragam teka tekinya. Ah nampaknya sensasi berpetualang yang sebenarnya saya cari.

Berpetualang di dunia yang tak hanya berada di dalam TV dan konsol game. Mencari keseruan hidup dan menciptakan ragam warna di dalamnya. Berpergian dan merencanakan sendiri petualangan yang saya inginkan. Mungkin hidup tak semeriah dan seseru game konsol, tapi setidaknya saya bisa membumbuinya dengan sedikit aroma keceriaan dan beberapa tetes pedasnya tantangan. Mari sejenak keluar dari penatnya rutinitas dan resapi aneka rasa kehidupan.

*saatnya cuti dan merencanakan liburan

Monday, 21 January 2013

Move On



Sesekali ku melihat laman profilenya kembali. Tak sering, hanya saat dunia ini kurasa begitu sempit. Ah bodohnya aku, keadaan takkan mengubah apapun. Ia, kenangan itu, dan berbagai lakunya. Suatu kali terasa sangat manis, namun tak sedikit pula rasa pahit menghinggap, kadang-kadang candanya menyakitkan tapi sedetik itu pula Ia bergegas menghiburku dengan tingkah konyolnya. Ah, masa-masa itu.

Waktu berlalu cepat, pukul dua dini hari dan belum satupun paperku tersentuh. Ah..padahal besok paper ini harus dikumpulkan. Kuhela nafas dan sejenak kumatikan laptop yang semalaman ini menjelajah laman facebooknya. Suara kursi yang berdecit, terdengar jelas dikeheningan malam. Akupun beranjak pergi, berjalan menjauhi meja kerja yang penuh dengan kertas dan buku-buku tebal. Air wudhu akan menenangkanku.

Gemericik suara air berjatuhan menyeka dan membasuh wajahku, telinga, tangan, dan kaki. Kamar besar dengan fasilitas nomor wahid, kantorku memang royal. Padahal jarak dengan tempat tinggalku tak seberapa jauh. Beberapa kali ku memaksa Pak Idris untuk membiarkanku pulang dan tidak perlu menginap di hotel ini dan nampaknya usahaku tak berhasil. Dengan alasan efisiensi waktu dan jadwal kegiatan yang padat, maka disinilah kuberada, dalam Training yang tak jauh berbeda dari biasanya.

Kuambil baju kurung itu, mukena hijau pemberian ibu. Kusimpan dalam tas ransel yang sesekali kuperhatikan, ia terlihat kumuh, ternyata tas pemberiannya ini masih layak kusandang. Perlahan kupakai mukena yang menutupi rambutku. Kurapihkan beberapa rambut yang nampak keluar dari baliknya. Akupun bersiap untuk menghadap Tuhan, semoga ada sepercik ketenangan yang Ia berikan, Allahu Akbar.

----

“Tidak, bukan itu, tidak ada alasan apapun. Bukan karena kau, ini karena, karena bukan sekarang,”
“lalu apa karena keluargamu, kau lihat, aku sudah banyak berubah, ada yang berbeda dariku.”
Dan ia pun memandangku seolah tak ada lagi yang sanggup ia bantah. Jilbab yang kini menjulur panjang dan baju kurung itu.
“Tapi, ah..pokoknya kita pisah sekarang.”
Ia berlalu meninggalkanku.

---

“Allahu Akbar Allahu Akbar”
Suara adzan subuh membangunkanku dari bayangan itu, kejadian 15 tahun lalu. Kerap kali muncul di saat seperti ini. Kuperbaiki wudhuku dan segera ku kembali menghadapNya. Ya Rabb, kenapa bayangannya terus muncul, tak adakah cara melupakannya.
“sudahlah Din, tak ada guna kau mengingatnya terus, semua sudah terjadi dan saatnya kau berjalan pergi, meninggalkannya dalam kenangan”
“Kau bodoh, seolah tak ada lelaki lain di dunia ini”
“lihat lah Andi, kurang apa lagi, Seorang Direktur, tampan, walau duda, tapi perawakannya masih seperti bujangan.”
Serta beragam nasihat dari orang-orang terdekatku. Ada yang terus membujukku untuk melangkah lagi dengan jejak yang baru, dan ada yang terang-terangan menganggapku tolol karena terus mengingatnya. Mereka semua tak tahu, tak ada yang tahu  perasaanku.

Lamunan itu sedikit memperlambatku, jam di dinding kamar menunjukkan pukul setengah enam pagi. Akupun bergegas merapihkan sajadahku dan mukena yang nampak kusut setelah semalaman kupakai tidur. Segera ku rapihkan buku-buku di meja dan mulai menuliskan paper yang tertunda semalaman. Tak kupikirkan lagi bagus atau tidak paper yang kutulis ini, yang ada dipikiranku, Semoga hari ini ada sesuatu yang berbeda, dari info yang kudapat, pembicara kali ini seorang trainer yang menyenangkan. Desas-desus mengenai ketampanannya cukup membuatku tertarik dan menambah semangatku untuk mengikuti sesi training pagi ini. Semoga hari ini ada sesuatu yang berbeda.

--

“Baik rekan-rekan, tugas kalian harap dikumpulkan di meja depan” Panitia pun berjalan mengelilingi kelas, memperhatikan kami yang sibuk mengumpulkan paper ke meja depan. Akupun sedikit terhambat dengan peniti rusak yang lepas dari jilbabku. Setelah kukumpulkan paperku ke depan, akupun menyerah, Ah kuganti saja peniti ini, percuma jika kupaksakan, Akupun sibuk mencari dan merogoh tas ranselku, di saat sibuk mencari, kudengar sayup suara yang akrab di telinga. Suara itu.
“Selamat pagi mas dan mbak sekalian, Apa kabar hari ini..?? ah nampaknya masih belum focus, masih pada ngantuk ya? yuk kita stretching dulu, biar kita lebih semangat”
Dia. Itu dia.

--

Aku tahu, ia menyadari kehadiranku di ruangan ini. Tapi ah, seberapa keras kau berusaha, tatapan matamu takkan mampu menutupi kegelisahanmu. Akupun berusaha tenang, dan berlagak tak tahu akan kehadiranmu. Sesekali perasaan membuncah itu muncul, oh tidak, setelah 15 tahun lamanya dan perasaan itu tetap sama.

“Ibu Dina, ada yang mau ditanyakan tentang pembahasan di sesi ini?” ia memecah lamunan yang membuatku salah tingkah. “eh tidak, tidak ada Pak.” Ia pun tersenyum dan nampak melanjutkan kembali pembahasannya. Akupun mencoba fokus, tak boleh seperti ini. Ia telah hilang, telah pergi. Saatnya kau melangkah Din.

Sesinya pun berakhir, tak jelas apa yang kurasakan kini, antara kesal, benci, marah, dendam, rindu, ah semuanya teraduk di sini, dalam dada yang makin cepat berdetak. “Din, bisa kita bicara sebentar” ia memanggilku, kini tanpa panggilan Ibu.

Ia nampak serius menyiapkan diri untuk berbicara denganku. Rambutnya yang kini memutih dan berapa kerutan di dahi. Hal sama yang mungkin juga terjadi padaku. “maafkan aku, telah lama ingin kusampaikan langsung, tapi aku takut. Aku takut dan menyesal meninggalkanmu dengan sebuah harapan. Maafkan aku.”

Ketulusan nampak jelas berbicara dari binar matanya. Akupun tersenyum, dan entah kenapa dada ini kembali lapang. Semuanya nampak lepas dan terbebas. “iya,” dan akupun meninggalkannya, Terima kasih Tuhan. Mungkin ini jawabnya.

Love is trembling happiness.  - Kahlil Gibran

Sunday, 20 January 2013

Antara yang Memimpin dan yang Dipimpin

"karena saat itu Abu Bakar, Umar dan Utsman memimpin orang-orang seperti aku, sedangkan saat ini aku memimpin orang-orang seperti kalian" Ali bin Abi Thalib, saat ditanya mengapa kondisi begitu mengenaskan di masa kepemimpinannya.

Sesuatu yang dipilih hakikatnya memiliki kesamaan dengan yang memilih atau paling tidak, ada sebuah preferensi, hal menarik yang membuat ia dipilih oleh yang memilih. Contohnya ketika kita memilih obat batuk dengan merek A. Kita meminum obat batuk A karena cocok dengan batuk yang kita alami, sesederhana itu. Contoh lainnya ketika kita memilih shampoo dengan merek B. Kita memakai shampoo B karena sesuai dengan jenis rambut kita yang berminyak dan mudah rontok, maka kita pun memilih shampoo B. Maka semua hal dipilih karena sesuai dengan yang memilih. Biasanya seperti itu.

Sama halnya saat kita memilih pemimpin. Kalau yang menjadi pemimpin, orang yang dipilih menjadi pemimpin adalah seorang yang gemar menipu, pintar memanipulasi, egois dan tidak peka, mungkin saja yang memilih pun tidak jauh berbeda dengan yang dipilih. Jadi bagi saya tidak perlu lah kita terlalu mengkritik, menghujat dan menghina para wakil rakyat yang belum sesuai dengan harapan kita, yang masih saja akrab dengan manipulasi, korupsi, dan hipokrisme. Karena bisa jadi kita tak jauh berbeda dengan mereka.

Tapi bagaimanapun saya paham dengan kondisi rakyat saat ini Tak lagi mempan dengan nasihat dan petuah seperti apa yang saya tuliskan di atas. Kesulitan dan kerasnya hidup membuat kata-kata manis tak lagi mampu meredam kemarahan mereka kepada para pemimpinnya. Namun, apa lagi yang dapat kita lakukan? selalu menghujat dengan kata-kata kasar dan mengeluh atas perilaku para wakil rakyat? apa hal itu dapat mengubah keadaan? panggil saya jika cara itu berhasil memperbaiki kondisi, saya akan mendukung anda sepenuhnya, tapi kenyataannya belum bukan?

Mengapa kita memilih sistem demokrasi dalam memilih pemimpin? karena kita dapat memilih secara transparan, adil, dan terbuka orang-orang terbaik yang ada di tengah-tengah kita sebagai seorang pemimpin. Kalau yang terpilih justru orang-orang yang buruk? ada dua kemungkinan, kita yang belum bijak dalam memilih pemimpin, atau kitalah yang memang buruk sehingga tak heran pemimpin yang terpilihpun buruk.

"Normatif, pasti akhirnya menyuruh rakyat untuk memperbaiki dirinya terlebih dulu, basi bro..." Ya ya, apapun itu, bagaimanapun reaksi kita, meluapkan kemarahan atau sekedar berkeluh kesah, keadaannya akan tetap sama, rakyat dengan kesengsaraannya, dan wakil rakyat dengan perilakunya. Tapi setidaknya, bergerak terus dalam memperbaiki diri, lebih baik dan bermanfaat dibandingkan diam membisu dan pasrah menerima takdir. 

Nobody can give you freedom. Nobody can give you equality or justice or anything. If you're a man, you take it. - Malcolm X

foto : http://mimadrasahmerdeka.files.wordpress.com/2009/10/pemimpin-untuk-rakyat.jpg

Saturday, 19 January 2013

Haters gonna hate

Jagat maya tak henti memunculkan sensasi dan memaksa kita mencermati kembali apa-apa yang terjadi di sana. Selalu ada hal-hal unik yang sayang jika kita lewatkan begitu saja, salah satunya adalah komentar-komentar para user di internet yang kadang kala lebih menarik dibandingkan isu dan berita utamanya (main topic).

Jika kita membuka kaskus, detikcom, youtube dan forum dunia maya lainnya kita akan mendapatkan banyak komentator yang berkicau, ada kalanya dengan bahasa yang santun, tapi tak sedikit pula yang menggunakan kata-kata offensif dan emosional. Terkadang komentar tersebut memang benar adanya, yang mungkin mewakili hasrat terpendam dari lubuk hati terdalam para netter. Walaupun sebagian besar user yang berkomentar dengan bahasa-bahasa itu tak mencantumkan identitas asli mereka.

Ada banyak hal yang mungkin menyebabkan hal ini, bisa karena takut citra dirinya tercemar dan membuat dirinya dianggap buruk oleh teman dan kerabatnya yang membaca, atau mungkin mereka ingin memposisikan diri pada profil baru yang mereka ciptakan kembali, berbeda dengan profil mereka di dunia nyata. Di dunia nyata mungkin mereka hanya seorang anak pemalu dengan kacamata besar dan jerawat penuh menyesaki wajah (konstruk sosial di kalangan anak muda bagi seseorang yang kuper). Tak seorangpun yang melirik dan menyadari kehadiran mereka. Tapi di dunia maya, mereka seorang yang percaya diri dengan ucapan-ucapannya, punya argumen meyakinkan dan tak segan berdebat tentang suatu hal walaupun sekedar pembicaraan sepele. Mereka didaulat menjadi seorang pemimpin, disegani dan dihormati, kehadirannya diperhitungkan. Berbeda sangat dengan dunia nyata.

Tapi tak semua user seperti itu, mungkin cuma sebagian kecil saja. Karena sepertinya kini tiap orang sudah nyaman dengan diri mereka yang ada di dunia nyata sehingga tak perlu lagi menciptakan profil baru yang berbeda di dunia maya (bukti keberhasilan training pengembangan diri dan motivasi). Yang mungkin sering kita jumpai sekarang adalah identitas palsu dan anonim yang hanya dipergunakan untuk sekedar membalas sebuah berita atau posting di internet. Membuat mereka lebih aman dan nyaman dalam mengomentari sesuatu.

Modus anonim dan identitas palsu ini cenderung efektif dan instan menjadikan seseorang berbeda dengan dirinya di dunia nyata. Hal-hal yang sebelumnya cuma bisa disimpan dalam hati yang akan membuat mereka dipersepsikan buruk dengan komentar yang offensif dan emosional dapat disalurkan tanpa tekanan dan beban. Walau menurut saya hal itu merupakan sebuah penyakit, benih hipokrit yang berpotensi menjalar dan menulari orang tersebut. Di luar berkata A dan mendukung B tapi di dalam hati berkata B dan mendukung A. Di luar menyukai A tapi di dalam hati membenci A.

Tapi memang, jagat maya kini memberikan perspektif  baru mengenai cara manusia berinteraksi dan membangun karakter. Ya kalau menurut saya yang paling ideal adalah percantik diri sebaik-baiknya hingga tak segan menyuarakan dan berpendapat tentang suatu hal walau dianggap offensif dan emosional, serta tak ragu untuk menampilkan diri (show off) di hadapan orang-orang. Apa yang kita tunjukkan adalah apa yang ada pada diri dan hati kita, tak perlu minder dan takut terhadap persepsi orang kebanyakan. Kalaulah kita tetap dimusuhi dan dijauhi atas usaha dalam membangun kualitas diri, atas segala perkataan dan tindakan hebat yang kita lakukan, santai saja, karena kita memang tidak bisa memuaskan semua orang karena kita memang bukan alat pemuas.hehe

Haters always gonna hate.

foto : http://mboke.files.wordpress.com/2011/07/tutup-kuping.jpg

Friday, 18 January 2013

Edisi #Banjir jilid 2

Sruput kopi pagi edisi banjir - 2

Benhil, 18 Januari 2013 - 13.30

Sampai sekarang saya masih mengingat jelas beberapa komentar di blog saya terkait pembahasan mengenai pedagang di stasiun pondok cina. Banyak yang pro dengan aksi blokir rel kemarin, dan tidak sedikit pula yang kontra. Yang pro sepertinya sangat paham mengenai kondisi yang terjadi di lapangan, preman galak dengan kesewenangannya dan aparat pekak dengan ketuliannya. Sedang yang kontra lebih dikarenakan terganggunya hak mereka sebagai pengguna jasa layanan KRL, sebuah musibah yang menimpa para penumpang.

Sebagai orang yang sangat mendukung aksi tersebut maka dengan ini saya memohon maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan anda, para penumpang yang budiman. Namun izinkanlah saya mengutip sebuah ayat dalam Al Quran.
"Tidak ada satupun musibah yang ada di bumi dan pada dirimu melainkan telah tertulis dalam 'lauhul mahfudz' sebelum kami menciptakan dirimu. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah" - Al Hadid : 22.
 

 Susah dan senang, nikmat dan musibah yang terjadi pada anda dan diri saya sepenuhnya merupakan sebuah kehendak yang telah digariskan oleh sang maha kuasa. Termasuk ketika pemblokiran terjadi dan perjalanan anda terganggu. Manusia memang dapat mengubah takdir dan berusaha untuk mendapatkan yang terbaik bagi dirinya dengan jalan usaha dan doa. Tapi sekali lagi, hak prerogratif ada pada tanganNya. Bukan karena pedagang yang memblokir rel kereta, tapi karena memang itu telah dikehendaki olehNya. Tak jadi soal apa dan siapa penyebabnya, kalau perjalanan anda memang ditakdirkan terganggu, mau bagaimanapun anda berusaha, anda tidak akan mampu menolaknya.

Mau bukti? Bagi yang tempo hari mengatakan "ah ini demo bikin gw susah aja, gw jadi pulang terlambat nih, padahal anak gw udah nunggu di rumah, merengek minta susu, dasar gak punya otak", coba kemaren naik kereta ke arah jakarta, apa reaksi anda? Ada yang bisa protes? Silahkan yang mau protes dengan dzat yang menurunkan hujan, silahkan gugat yang menjadikan hujan kemarin begitu deras dan membuat KRL lumpuh total karena banjir. Masih mau protes?

Jadi jangan separah itulah menggugat para pedagang di stasiun. Mereka cuma minta sedikit, sebuah keadilan, itu saja. Toh ternyata penyebabnya bukan karena para pedagang, tapi karena Allah yang menghendaki. Masih ngeyel juga? Baiklah..buka surat Albaqoroh ayat 6, silahkan cari dan baca sendiri, semoga anda dan saya tidak masuk golongan itu. Amin.

- karena Allah maha kuasa


foto : http://www.anneahira.com/images/kereta-api-indonesia.jpg

Thursday, 17 January 2013

Edisi #banjir

Sruput kopi pagi edisi #banjir
Benhil, 17 Januari 2013, 15.14

Saat tulisan ini dibuat saya sudah mengungsi ke kantor. Berenang dengan pelampung, dibantu oleh tim evakuasi. Di sini saya sementara waktu berbenah untuk nantinya kembali lagi ke petamburan. Di kantor pun sepi,pimpinan cabang mengambil kebijakan untuk meliburkan kantor hari ini,karena kondisi yang tidak memungkinkan. Listrik mati dan banjir menghadang dimana-mana. Untungnya air pam masih hidup sehingga sayapun berkesempatan untuk mandi dan membersihkan diri.

Hari ini saya belajar banyak kawan, betapa rahmat Allah seketika dapat berubah menjadi bencana. Hujan yang seyogyanya membawa saripati kehidupan lambat laun jadi sesuatu yang mengerikan,terutama bagi penduduk petamburan.

Tidak melulu masalah sampah dan drainase yang bermasalah, karena dua hal itu sudah pasti menjadi penyebab banjir di jakarta. Tapi di luar itu mindset dan perilaku penduduknya yang sebenarnya perlu diperbaiki. Karena jika hal itu telah beres,masalah banjir pun insyaAllah akan cepat tertangani.

Mindset penduduk jakarta khususnya petamburan,adalah mindset 'yang penting hidup gw nyaman,dan persetan dengan yang lain'. Jadi tak heran lahan yang semestinya jadi jalur pembuangan air kotor (got) dibangun permukiman, dan itu terjadi persis di depan rumah nenek saya. Bantaran sungai ciliwung yang seharusnya jadi daerah resapan air,dijadikan tempat pemancingan.

Perilaku orang-orangnya pun tak jauh beda,yang mungkin membuat Sang Khaliq geregetan. Ah tak perlu lah saya buka perilaku orang-orangnya,karena mau tidak mau saat ini sayapun menjadi bagian dari mereka yang belum bisa memberikan banyak perubahan berarti.

Banjir kali ini bukan semata sebuah siklus 5 tahunan. Ada banyak maksud dan sepercik pelajaran di sana. Setidaknya membuat kami sadar bahwa manusia itu lemah dan kecil, perlu bantuan sesama dan pastinya bantuan dari Yang maha pemberi pertolongan.


*ditulis lewat hape, repost dari Facebook saya.
 

Wednesday, 16 January 2013

Si Ulil (U besar) dan si ulil (u kecil)

Bagi saya ulil itu kreatif, banyak akalnya, dan pantang menyerah. Tapi ada kalanya Si ulil ini keterlaluan tingkahnya, ngeyel, inkonsisten dan yang paling penting tidak kapok-kapok walau berkali-kali kena semprot si Komo, Dompu dan Belu gegara usilnya keterlaluan. Eh, ini saya sedang membicarakan ulil di serial Komo loh ya, drama boneka kreasi Kak Seto, bukan membicarakan Ulil yang satunya lagi. :p

Sosok ulil (ulat usil) ini kadung melekat di pikiran saya jika mendengar kata Ulil. Maka ketika beranjak besar dan melek keislaman, mendengar nama Ulil asosiasi sayapun langsung tertuju pada ulat usil iseng yang ada di serial Si Komo, eh tapi ternyata bukan Ulil yang itu, ada Ulil yang lain rupanya. Pria kelahiran Pati 46 tahun silam yang kini menjabat sebagai Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partainya Angelina Sondakh (eh dia masih terdaftar anggota partai kan ya? hehe) dan tak lupa penggiat serta founding father JIL (Jaringan Ib.. eh Islam Liberal).

Sayapun tak sepenuhnya keliru menyamakan ulil (U kecil) dengan Ulil (U besar), ada beberapa kesamaan diantara mereka berdua. Keduanya sama-sama kreatif dan banyak akalnya. Kalau ulil selalu memiliki ide kreatif untuk mengakali si Komo, Ulil pun tak jauh beda, ia coba menyegarkan umat dengan sebuah ide tentang arti kebebasan, Liberal, segala hal patut dan bebas dipertanyakan termasuk dalam hal simbol-simbol keislaman fundamental, maka tak heran Alquran dan Haditspun perlu diaktualisasikan sesuai perkembangan zaman, kreatif bukan?

ulil dan Ulil sama-sama pantang menyerah. Tiap episode, si ulil selalu tampil dengan semangat baru walau berkali-kali pula kena batunya sendiri karena keisengannya. Begitu juga dengan Ulil, pantang menyerah membela ide-ide islam liberalnya, walau berkali-kali dipatahkan oleh para Ulama dan para penggiat, aktivis #IndonesiatanpaJIL. Padahal kebenaran itu nampak nyata tapi entah mengapa hidayah itu seperti belum sampai padanya.

Keduanya pun tidak pernah kapok walau berkali-kali terkena sentilan. ulil yang selalu bertahan di tiap episode atas segala keisengannya, dan Ulil yang tetap bertahan atas segala ide-ide kreatifnya, terakhir saya lihat di timeline twitter, ia pun menyadari kesalahannya yang mengatakan bahwa Islam gagap dalam menghadapi kasus perkosaan. Ia pun sempat menantang @syarifbaraja (salah satu tweeps) untuk membawa literatur fikih klasik dalam Islam yang membahas tentang kasus perkosaan, yang seketika dijawab oleh @benjameel dengan al muntaqa syarhu al muwatha' juz 5 halaman 268 kitab hudud, bab ma jaa fil mugtshibah (tentang perkosaan). Ulil sepertinya kaget (walau saya gak tau juga dia beneran kaget apa nggak) karena ada yang bisa mejawab tantangannya.

Terakhir, khusus untuk mas Ulil (untuk ulil si komo, sudah cukup kayaknya. hehe), menjadi skeptis dan serba relatif itu cenderung mudah, anda tinggal mempertanyakan saja segala sesuatunya karena tidak ada satupun yang sifatnya mutlak benar bagi anda. Sedangkan menjadi cerdas dengan segala kemampuan untuk menerima kebenaran yang datangnya dari fitrah kemanusiaan, anugerah Rabb semesta alam, itu yang sulit, perlu hidayah. Ibarat menghancurkan bangunan, tanpa perlu skill, anda dapat menjadi penghancur yang baik, tapi menjadi seorang kuli dengan jerih payah keringat dalam membangun, itu yang tak mudah.

Segitu aja ya mas Ulil, mohon maaf kalau ada salah-salah kata.. #masihbelajar.

foto: http://blog.trisakti.ac.id/masjid/files/2012/08/hidayah.jpg

Tuesday, 15 January 2013

Panas : antara pedagang, mahasiswa, dan penumpang kereta

Tidak biasanya, kemarin cuaca sungguh panas seharian. Dari jakarta hingga depok sinar hangat menyinari kedua wilayah itu. Padahal beberapa hari sebelumnya hujan secara merata mengguyur jakarta dan daerah sekitarnya. Tapi kemarin tidak biasanya, seperti ada maksud yang ingin disampaikan, ada hikmah di balik ini.

Panas menyengat dan orang-orang mulai berdatangan. Stasiun pondok Cina mulai sesak dengan massa yang bercampur. Mahasiswa, pedagang, dan orang-orang berbadan besar dengan linggis di tangan. Terik matahari tidak tertahankan lagi, provokasi orang-orang berbadan besar itu nampak menyulut emosi sebagian pedagang.

Bagaimana tidak?? sumber penghidupan mereka dihancurkan, kios yang selama ini menjadi penopang nyawa dibongkar paksa. Tak ada tawar menawar, hanya linggis dan parang yang berbicara. Sedangkan rekan-rekan mahasiswa tak mampu lagi meredakan amarah dan emosi pedagang, hingga tak kuasa menahan mereka memblokir rel kereta.

Suasana sungguh kacau kawan, polisi pun tak punya nyali. Beberapa orang terkena pukulan bahkan linggis, pedagang dan mahasiswa pun hanya bisa meringis. Panas, ya betul, saat itu sungguh panas, karena memang sudah saatnya kita panas melihat kedzoliman yang sudah jelas. Jika kau lihat kedzholiman, ubah dengan tanganmu, bila tidak, dengan ucapanmu, dan yang terakhir jika kau tak mampu maka cukup dengan hatimu, karena itu selemah lemahnya iman. Dan kami jelas-jelas masih kuat beriman.

Panas hari kemarin diganti oleh sang Khaliq dengan Hujan seharian di hari esok, seolah tahu sudah saatnya mengguyur hati dengan kesejukan. Biarlah kini semuanya terendapkan dulu dengan Rahmat turunnya hujan. Biarlah guyurannya sementara waktu menghapus perih yang dirasa. Jika semua telah kembali tenang, bergerak pun lebih lega tuk dilakukan.

Panas kemarin mengundang panas semua orang, tidak hanya pedagang, para penumpang yang terlunta turut merasakan, emosi mereka tersulut. Tapi setidaknya panas kami berbeda kawan, karena panas kami jelas punya maksud dan tertulis jelas dalam syariat.

Untuk Kalian yang terus berjuang.

Monday, 14 January 2013

'Umar : blusukan before it was cool

Apa saja dilakukan pejabat negeri ini demi mendapat dukungan rakyat. Entah itu iklan di TV, Baliho, atau spanduk, atau ada juga yang langsung menyapa para pendukungnya yang ternyata luar biasa banyak, satu lapangan penuh meneriakkan dan mengelu-elukan nama mereka, terlepas dari faktor U (baca:uang) yang berbicara di sana, tapi usaha mereka patut diapresiasi, setidaknya memberikan rakyat hiburan tersendiri, diliput media dan kampung mereka menjadi ramai.

Ada trend terbaru dalam mencari dukungan rakyat yang dipopulerkan oleh Gubernur Jakarta saat ini, Jokowi, orang-orang menyebutnya Blusukan. Di dalam kamus Bahasa Indonesia blusukan nampaknya belum terdaftar secara resmi, tapi di kamus masyarakat jawa, blusukan secara harfiah berarti masuk. Secara definitif blusukan berarti masuk dari kampung ke kampung menyapa masyarakat secara lansung. Dimana blusukan ini jadi ciri khas jokowi dalam kampanye pilkada DKI yang lalu.

Blusukan efektif menggaet hati masyarakat. Pemimpin yang biasa mereka lihat hanya di TV, sekarang menyapa mereka secara langsung tanpa ada batas tanpa ada sekat. Jarak yang dulu memisahkan dan kesan pemimpin yang elitis kini hilang. Masyarakat dapat bertanya langsung pada pemimpinnya perihal permasalahan mereka, mengeluh, mengeluarkan uneg-uneg tanpa dibatasi dinding-dinding protokoler. Masyarakat senang, keluh kesah mereka didengar, karena terkadang mereka hanya butuh didengar. Si pemimpin pun ikut senang, simpati berdatangan, target suarapun dalam genggaman. Efektif memang, dan itu terbukti saat Jokowi menang.

Namanya juga trend, pasti banyak yang meniru. Selain Jokowi beberapa pejabat juga mengikuti trend blusukan ini, sebut saja ARB, HADE 2.0 (Cagub Jabar), Rieke-Teten (Cagub Jabar), bahkan SBY pun juga ikut-ikutan. Beberapa kali SBY terlihat tengah turun ke tengah masyarakat, menyapa mereka langsung. Blusukan jadi begitu populer.

--

Ah tapi bagi saya hal itu tidak luar biasa, apa yang Jokowi populerkan sudah jauh-jauh hari dilakukan oleh salah seorang pemimpin Islam pengganti Abu Bakar, Khalifah kedua, Amirul Mu'minin, Umar Ibn Khattab RA. Sejarah mencatat kegemilangan Umar dalam merevolusi arti kepemimpinan. Aspek manajerial dan administratif sudah tertangani secara efektif dimasa pemerintahannya. Ia yang pertama menetapkan penanggalan hijriah, beliau juga yang mendirikan baitul maal pertama, menetapkan sistem adminstrasi kepegawaian, serta menjamin hak-hak istri, anak dan suami. Satu lagi yang tak kalah penting, beliau selalu berpatroli tiap malam (blusukan) demi melihat langsung kesulitan rakyatnya, demi menjamin hak-hak rakyatnya terpenuhi.

Kisah Umar yang menggendong gandum dari brankas baitul maal ke rumah seorang janda yang memiliki bayi dan lalu memasaknya sendiri jadi legenda yang tak lekang dimakan waktu. Lalu ketika beliau menyamar menjadi seorang musafir dan bertanya pada seorang nenek apa tanggapannya tentang Umar, si nenek pun bilang, "Umar seorang pemimpin yang buruk, dia tidak menghiraukan orang tua seperti ku", lalu Umar yang menyamar berkata "sudikah nenek menerima uangku sebagai tebusan atas kesalahan umar tersebut?" dan si nenek pun bersedia menerima Uang tersebut, "terima kasih ya nak". Tak lama Utsman dan Ali datang menyapa beliau "wahai Amirul Mu'minin" dan akhirnya terkejutlah si nenek, ternyata orang yang bertanya tadi adalah Umar "maafkan saya Amirul Mu'minin, saya tidak tahu", Umar hanya tersenyum dan berkata "tak apa nek". Sungguh sketsa yang indah dari seorang pemimpin yang amanah.

Begitulah Islam mengajarkan, jabatan adalah amanah dan harus dipertanggung jawabkan nantinya dihadapan Allah. Jadi terlepas dari apapun motifnya, entah untuk mendulang suara atau sekedar mencari popularitas, blusukan hendaknya dimaknai lebih dalam oleh para pemimpin. Bila niatnya cuma karena suara, blusukan akan cepat busuk, umurnya tak lama. Tapi bila niatnya ikhlas melayani rakyat, insyaAllah dampaknya lebih lama dan lebih berkah bagi si pemimpin, karena di sebagian suara rakyat ada suara orang-orang terdzolimi, dan doa mereka secepat kilat dapat menembus langit.

foto : http://sikokoh.files.wordpress.com/2012/08/rumah-rakyat-kecil.jpg