Tuesday 5 February 2013

Brotherhood

Satu-satunya hal yang membuat saya merasa terhubung dengan orang lain, di luar keluarga, di luar teman-teman, dan di luar negara ini adalah ikatan sebagai sesama muslim. Ada semacam sinyal yang menjadikan saya merasa connect dan langsung tune in dengan mereka. Bagai kawan ataupun kerabat yang terpisah jauh dan bertemu lagi setelah sekian lama. Ada rasa kerinduan, ada rasa penasaran dan ingin berbagi banyak hal ketika berjumpa. 

Mungkin itu yang kerap kali saya rasakan ketika membaca berita tentang seorang muslim, bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Entahlah, mungkin itu hanya sensasi kelekatan dalam sebuah komunitas, yang tak lebih dari kebanggaan atas satu pandangan yang sama dalam beragama. Tapi jika benar cuma sekedar rasa sesaat, tapi kenapa ada orang yang rela memberikan sebagian harta dan bahkan jiwanya untuk membela sesama muslim?, bagi saya mengorbankan harta dan jiwa bukan hal yang main-main, itu sudah diluar nalar kemanusiaan yang cuma bisa dilakukan bila ada keyakinan mutlak tentang apa yang mereka percaya.

Nalar dan logika manusia memiliki mekanisme kerja yang sistematis agar menjamin keamanan dan kenyamanan manusia di dunia ini. Banyak hitung-hitungan dan pertimbangan yang bermain saat seseorang memilih untuk melakukan sesuatu.
Bagaimana nasib keluarga saya kelak, kalau saya membagi sebagian harta ini dengan mereka?
Lalu nanti saya tinggal dimana kalau sebagian rumah ini saya berikan kepada mereka?
Waduh.. bisa-bisa saya mati kalau ikut perang kesana?
Dan berbagai pertanyaan yang sering kali muncul saat manusia diminta mengorbankan sesuatu yang ia miliki.

Tapi semua pertanyaan itu jadi sesuatu hal yang kecil saat keyakinan jadi pertimbangan utama. Keyakinan akan sebuah ganjaran yang telah dijanjikan oleh Tuhan semesta alam. Saat dunia seisinya tak sebanding dengan nikmat yang akan jadi pengganti atas keikhlasan berkorban untuk sesama saudara seiman dan seakidah.

--

Pengorbanan dan kerelaan dalam membantu sesama muslim cuma sebagian dari rasa keterikatan dalam berislam. Lebih dari itu, rasa keakraban jadi sesuatu yang menarik ketika berinteraksi dengan muslim yang baru saja kita kenal. Misalnya saat kita membaca biografi Syeikh Fatih Seferagic. MasyaAllah, kita seolah ikut merasakan kegembiraan karena masih ada pemuda islam di luar sana, di negeri serba hedonis dan sekuler, mampu mempertahankan keyakinannya dan bahkan mampu menghafalkan Alquran. Kita pun dengan mudahnya meng-akrabkan diri dengan memberi salam dan mengucapkan apresiasi atas usaha beliau dalam menjaga keistiqomahannya. Sila di cek di facebook beliau bila tidak percaya, saat muslim-muslimah berbondong-bondong memberikan salam hangat persaudaraan.

Atau saat muslim di Perancis membuat sebuah komik kartun yang membahas peristiwa menarik dalam keseharian mereka di negara sekuler. Nama komiknya "The Muslim Show", coba di cari Fans Page-nya di Facebook. Sungguh memberikan wawasan tersendiri bahwa tiap muslim di tiap negara memiliki tantangan yang berbeda dalam bersyariat islam. Sehingga keakraban sebagai sesama muslim membuat kita tidak sungkan untuk memberikan support, nasihat, dan kepedulian kepada mereka yang tinggal di sana. Walau kadang kala, hanya sekedar komentar-komentar yang mungkin tak terlalu banyak membantu.

Keakraban dan kerelaan berkorban terhadap sesama muslim membuat saya bersyukur karena diberi nikmat keimanan dan keislaman. Karena dua hal itu adalah nikmat yang kadang terlupa oleh kita.

Alhamdulillâhilladzi allafa baina qulubina, fa-ashbahna bi-ni'matihi ikhwâna.

foto : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ4ynLHtHZWmEVeP3wYq1lDxZmz7Tih0TlhWDKnUS-SBFSv5sbn2LqWtQrCgZNQSK1fwOSCSEvdOw8WXi7g9nBHXJjTomfolZhARjHUet19GZKf6neA_fzSTe0E6_crYVJgZC7l0Y2bb0/s1600/ukhuwah123.jpg

No comments:

Post a Comment