Friday 8 February 2013

Sendal Jepit

Salah satu perangkat bepergian yang saya upayakan untuk selalu dibawa adalah sendal jepit. Praktis, santai dan tidak perlu khawatir kalau hilang (hehe). Sewaktu-waktu butuh aktivitas yang ringkas dan cepat, seperti ke kamar mandi ataupun berwudhu, cukup mengeluarkan sendal jepit dan seketika dapat digunakan, tidak perlu repot-repot. 

Sandal jepit swallow adalah merk yang paling sering saya lihat diantara merk-merk sandal jepit lainnya. Lembaran karet berbentuk tapak kaki manusia yang dikaitkan dengan tali karet berbentuk huruf 'V'. Sandal jepit ini paling populer karena selain murah, masyarakat kadung mengasosiakan sandal jepit dengan merk swallow, walau mungkin masih banyak sandal jepit dengan merk selain swallow yang lebih berkualitas, tapi karena terlanjur cinta ya swallow tetap jadi yang utama. Namun dengar-dengar swallow kini tak lagi memproduksi sendal, karena pabriknya terbakar beberapa tahun lalu. kasian.

Perannya yang terkesan remeh, ringkas dan tak penting menjadikan sendal jepit sebuah simbol yang lekat dengan  aktivitas non-formal (aktivitas yang tidak resmi dan tidak terstruktur dengan aturan). Padahal jika dicermati lebih jauh, hakikat sebuah alat adalah fungsinya, pemaknaan tentang baik-buruk, rapi-tidak rapi, dan formal-non formal hanya sebatas urusan kebiasaan yang ada pada satu komunitas. Misalnya sepatu pantofel yang dianggap formal. Jangan kira kita tidak boleh memakai sepatu pantofel disaat mendaki gunung, boleh saja memang tapi ya biasanya orang-orang akan memakai sendal gunung untuk mempermudah pendakian. Karena secara fungsi memakai sepatu pantofel akan melindungi kaki kita apapun jenis alas kakinya.

Maka jadi sesuatu yang mengherankan saat instansi formal macam kantor pemerintahan yang melayani urusan masyarakat melarang seseorang memakai sendal jepit ketika meminta pelayanan mereka. Baiklah saya tahu bahwa tiap orang mesti menaati tata krama dan adat istiadat yang berlaku di suatu daerah, dimana bumi dipijak disitu langit di junjung, saya tahu itu. Tapi akan jadi sebuah lelucon saat sandal jepit menjadi ukuran dalam melayani. 

Ada yang bilang, "instansi pemerintah mengharuskan memakai pakaian formil agar terlihat rapi", ukuran formal-non formal, rapi-tidak rapi sesuatu yang sifatnya relatif, dan hanya sekedar masalah kebiasaan, karena sesuatu yang sifatnya masih debatable semestinya dikembalikan lagi pada fungsinya. Seperti misalnya urusan menutup aurat, itu masalah yang sudah mutlak dan tak perlu lagi diperdebatkan, karena jelas-jelas hampir semua kalangan melarang seseorang bertelanjang ria untuk mengurus KTP, berbeda dengan urusan formil-non formil yang ukurannya masih relatif. 

Tapi memang urusan-urusan seperti ini (formal non-formal, rapi-tidak rapi) terlanjur menghegemoni alat berpikir masyarakat indonesia. Seolah tak ada lagi ruang dalam mendiskusikan kembali makna fungsi dan persyaratan dalam ukuran melayani. Mindsetnya kadung tercampur dan sulit membedakan mana yang esensi dan mana yang sekedar simbol belaka. Sehingga pokok pelayanan seperti profesionalisme, ramah, dan bebas dari unsur KKN menjadi tertutupi untuk urusan remeh temeh macam sendal jepit ini.

Memang yang namanya sendal jepit hanya sekedar alas kaki yang tak seindah sepatu pantofel atau sepatu olahraga, bentuknya pun kurang ergonomis dan safety, tapi setidaknya jangan menilai seseorang hanya melalui alas kakinya, karena ukuran kualitas tak sekedar dilihat dari sepatu atau sandal yang dipakainya, bahkan tak sedikit yang memakai sepatu indah nan gagah yang justru bergelimang keburukan, pernah lihat koruptor memakai sendal jepit? hehe.. kalau saya sih belum pernah melihatnya, yang saya sering lihat malah sendal jepit dipakai oleh orang-orang yang ingin beribadah, berwudhu, mencari nafkah di pelosok pasar. Orang-orang yang menyiratkan makna kesederhanaan dan pengorbanan.

"Sesungguhnya Allah SWT. tidak melihat pada rupa dan hartamu, akan tetapi Allah SWT. melihat pada hati dan amal-amalmu." (HR. Muslim)

2 comments:

  1. Yang benar "formal" atau "formil"? Bedanya apa ya? hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayaknya sama aja bang, setahu saya, hehe.
      sayapun nulis formal dan formil karena gak disengaja, emang pas nulis, kepikiran aja mau nulis formal atau formil. :D

      Delete