Tuesday 5 March 2013

Ngeyel dan Skeptis

Kini tak lagi ada batasan tentang apa dan bagaimana sebuah bentuk pertanyaan patut dilontarkan. Perkara apakah urusan tersebut sudah jelas ataukah masih jadi perdebatan yang terpenting adalah bagaimana simbol skeptisme macam pertanyaan-pertanyaan kritis dapat menjadi sebuah tradisi dalam suatu komunitas. Sehingga sebuah kelompok dikatakan memiliki tatanan masyarakat berkebudayaan saat orang-orang di dalamnya dengan leluasa melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis yang kadung dimaknai (terlalu) positif.

Kadang kala tak selamanya berbagai pertanyaan yang muncul memang ditujukan untuk memperjelas sebuah fenomena, atau sekedar menjawab ketidaktahuan seseorang tentang sesuatu. Karena tak jarang pertanyaan yang muncul merupakan cara dan mekanisme yang dapat dijadikan argumen oleh seseorang untuk menghindar dari sebuah kewajiban dan menyerang sebuah nilai yang diaggap berlawanan dengan dirinya.

Mungkin kita masih ingat saat kecil dulu, di mana seringkali kita melontarkan berbagai alasan untuk menghindarkan diri dari kewajiban yang ada di dalam rumah. Misalnya saat kita diminta untuk membersihkan halaman depan. Dengan kondisi halaman depan yang kotor dan penuh dengan dedaunan memaksa kita memutar otak tuk mencari alasan agar tetap bisa menonton tayangan TV favorit di ruang tamu yang nyaman. Maka kita pun seringkali memunculkan banyak pertanyaan untuk itu, dalam rangka menghindari kewajiban membersihkan halaman.
"Loh ma, itu sapu lidi nya mana? emang bisa pake sapu lidi yang ini? yang ini kan kekecilan"
"Ma, kalau halaman yang itu juga harus dibersihkan? disitu ada genangan air, jadi percuma juga untuk disapu"
Serta berbagai pertanyaan dan argumen yang bertujuan tuk menghindar dari kewajiban.

Atau mungkin saat kita bermain bersama teman-teman di bangku SD, dimana seringkali lontaran pertanyaan yang muncul bertujuan untuk menyerang seseorang yang tidak kita sukai. Misalnya saat seorang anak memamerkan mainan barunya membuat kita melontarkan berbagai pertanyaan meledek yang menyiratkan ketidaksukaan kita padanya.
"emang itu buatan mana? ah paling buatan cina"
"mobilnya bisa apa aja? ah paling maju mundur doank"
Dan beragam pertanyaan yang bernada negatif mengenai orang yang tidak kita sukai.

Beberapa orang terutama para tetua menyebut tingkah laku ini bernama ngeyel. Sulit tuk menerima kebenaran dan kenyataan walau itu sudah jelas-jelas terlihat. Walau mungkin kebenaran sudah jelas tergambar tapi tetap saja karena ada keinginan tuk menghindar dari kewajiban dan tidak menyukai sesuatu, maka terlontarlah pertanyaan yang terkesan kritis dan berbobot.

Maka kini jadi sesuatu yang unik kala beragam pertanyaan yang terlihat kritis jadi terkesan ngeyel kala mempertanyakan dan memperdebatkan sesuatu yang telah jelas-jelas kebenarannya. Macam golongan munafik zaman rasul yang kerap kali melontarkan alasan dan pertanyaan terhadap sesuatu yang sudah mutlak hukumnya.

Jadi memang tak selamanya lontaran kritik terlihat keren dimata orang-orang. Karena salah-salah gaya kita yang terkesan elegan dengan pertanyaan yang menusuk tajam malah membuat kita tak ubahnya orang-orang skeptis yang tak lebih dari sekelompok manusia yang sukanya ngeyel.


No comments:

Post a Comment