Sunday, 10 March 2013

Anas, Anis, dan Kemampuan Artikulatif

Mencermati geliat berpolitik dua orang ini sungguh menarik. Yang satu kerap tenang dengan gayanya yang elegan, dan yang satu lagi gemar meracik kata lewat pidato dan ucapan-ucapannya yang membangkitkan semangat. Keduanya memiliki nama yang mirip-mirip, yang satu Anis, dan yang satunya lagi Anas.

Kini keduanya dihadapkan pada medan tantangan baru yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Bila yang satu turun dari kursi ketua partai, yang satu lagi justru naik menjadi presiden partai. Yang satu berjuang melepaskan diri dari jerat dugaan korupsi yang menimpanya, yang satu lagi berjuang tuk menyelamatkan partai yang ditinggalkan sang presiden, tersangka dugaan korupsi pula.

Terlepas dari kontroversi yang menyelimuti keduanya, saya melihat ada semacam kesamaan diantara mereka, bahwa keduanya cerdas dalam mengartikulasikan sebuah kata dalam konteks permasalahan yang mereka hadapi. Ada dua hal yang yang setidaknya merupakan efek dari penggunaan kata yang tepat dan cerdas dalam lingkup komunikasi dua arah.

Pertama, anda akan terlihat meyakinkan walau mungkin dalam kondisi yang terjepit, dan yang kedua, anda akan terlihat cerdas hingga memunculkan rasa segan dari lawan anda dan simpati dari pendukung anda. Terlihat jelas saat keduanya memberikan keterangan pers di depan awak media. Tutur kata yang tepat dengan membawa frase 'taubat nasional', 'tak ada lagi waktu beristirahat, saatnya terus bekerja', menjadikan Anis sosok yang terlihat meyakinkan di depan para kadernya yang serta merta menyambutnya bak pahlawan, membangkitkan asa yang sempat tenggelam dari partai ini.

Sedangkan Anas memiliki gaya yang sedikit berbeda dengan Anis, tak selalu sering mengumbar kata, tapi beberapa frasenya menarik untuk disimak. Seperti kala dicecar dengan pertanyaan seputar kasus korupsi hambalang, ia pun sampai berucap, 'satu rupiah Anas korupsi hambalang, gantung anas di monas'. Atau seperti saat melepas jabatannya sebagai ketua partai, ia pun berkata 'dengan melepas jaket ini, saya menjadi bebas dan merdeka, ini baru halaman pertama dari sebuah buku'. Dua buah statement dari Anas yang bisa jadi sebuah sinyal perlawanan kepada lawan-lawan politiknya, bahwa ucapannya bukan omong kosong belaka.

Mereka (Anas dan Anis) berhasil mengolah kata dengan baik hingga melahirkan dua efek yang saya sebutkan tadi di atas, terlihat meyakinkan dan terlihat cerdas, tak peduli seberapa banyak orang yang menghakimi anda jika anda tepat dalam memakai kata-kata, anda akan selalu menang, membuat segan lawan anda dan meraih simpati pendukung anda.

Sedikit berbeda dengan partai di seberang sana dimana para kandidatnya bertarung dalam pemilihan kepala daerah. Sudah kalah (di versi perhitungan cepat), tak cerdas pula dalam menyikapi keadaan, tak elok dalam mengartikulasikan pendapatnya. Tak perlu saya sampaikan disini apa-apa saja kelakuan mereka dalam pilkada disana. Tapi yang jelas sebuah pepatah nampak perlu dijadikan renungan bagi kita semua
"lebih baik diam dan terlihat bodoh, daripada banyak omong dan bodohnya keliatan."

Salam.

1 comment: