Friday, 22 March 2013

Menyemai Bibit Kedermawanan



Suatu saat Rasulullah dikunjungi oleh salah seorang Sahabiah (sahabat dari kaum wanita), Asma Binti Abu Bakar, yang bertanya perihal hartanya. Kehidupan Asma yang merupakan istri dari Zubair Bin Awwam, salah satu sahabat dari 10 orang sahabat yang dijamin masuk surga, adalah Kehidupan yang jauh dari kesenangan dunia. Tak ada harta melimpah, dan makanan-makanan lezat, secukupnya saja dan seringkali kurang. Kondisi yang membuat Asma memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah.

“Ya Rasulullah, uang yang ada padaku hanyalah uang yang diberikan suamiku padaku. Tak ada lebih untuk yang lain. Adakah keringanan bagiku untuk hal ini?”
Rasulullah pun menjawab. “Wahai Asma, Berinfaklah atau bersedekahlah & janganlah kamu menahan sebagian hartamu (tidak mau berinfak), atau Allah akan menyempitkan rizkimu, & janganlah kamu bakhil atau Allah akan bakhil terhadapmu.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan memberikan kita sebuah pemahaman bahwa anjuran bersedekah bukan sekedar untuk seseorang yang kelebihan harta, tapi untuk semua orang, tak memandang bagaimana kondisi ekonominya. Entah dia kaya, miskin, biasa saja, tapi jika ia mendapatkan rizqi, maka dianjurkan baginya untuk mengeluarkan sebagiannya di jalan Allah.  

Tapi memang paradigma yang terlanjur ada mengatakan bahwa bersedekah adalah urusan orang-orang kaya, dan orang miskin tak ada kesempatan yang sama. Sedikit banyak hal ini yang mungkin menjadi pembenaran sebagian orang untuk tidak bersedekah. Padahal bukan masalah hartanya yang jadi persoalan, tapi lebih kepada mental pemberi yang perlu dilatih.

Berapa banyak orang-orang yang memiliki kelebihan rizqi justru bakhil dalam mengelola hartanya, dan berapa banyak orang-orang yang kekurangan rizqi justru dermawan walau berinfak seadanya dan tidak banyak. Jadi sebenarnya bukan perkara ada dan tidak ada harta, tapi lebih karena mind set yang masih tertancap kuat bahwa harta adalah miliknya pribadi.

Akan lebih mudah bagi seseorang dalam menyisihkan sebagian hartanya jika ia menyadari bahwa harta yang ada padanya merupakan titipan, tidak sepenuhnya milik pribadi. Rasa kecintaan yang berlebihan terkadang membuat seseorang enggan lepas dari hartanya. Ditumpuk sebanyak-banyaknya hingga melekat dan sulit dipisahkan. Hingga lambat laun melupakan sebuah hakikat bahwa harta yang dipegang dan dimiliki punya masa pakai, sampai ajal menjemput. Karena harta memang tidak dibawa mati, bagaimana harta itu digunakan, itulah yang akan dibawa mati.

Maka sungguh indah jika tiap orang mau memberi, dan tidak sekedar mementingkan dirinya sendiri. Harta akan bergerak ibarat air yang mengalir, ia akan membersihkan, menyejukkan dan memberi manfaat bagi orang banyak. Tidak seperti harta yang ditumpuk bagai air tergenang yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Yang justru menjadi bibit kerusakan dan tumbuhnya penyakit hati, kesenjangan sosial, dan egoisme.
 

No comments:

Post a Comment