Hari ini di dua tempat berbeda, berlangsung dua acara yang berhasil menyedot banyak perhatian. Acara yang pertama dilaksanakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Sebuah prosesi akhir dari program one day one ayat yang dicanangkan oleh ustadz Yusuf Mansur Hafidzahullah. Sedangkan acara kedua adalah kongres luar biasa partai demokrat yang berlangsung di Bali. Dimana dengar-dengar si bapak presiden yang terpilih sebagai ketua umum.
Untuk acara di stadion GBK, saya turut serta langsung dan tak henti-hentinya bersyukur dapat mengikuti acara yang digagas oleh Ustadz Yusuf Mansur. Beliau berhasil mempromosikan dan mengajak ribuan masyarakat muslim dari seluruh Indonesia untuk turut serta dalam acara Wisuda Akbar hafalan Qur'an yang mungkin agak aneh bagi beberapa orang, karena biasanya wisuda itu dilakukan oleh orang yang lulus tahapan akademik di jenjang universitas, tapi kini menghafalkan Qur'an dibuat sebergengsi mungkin, seelegan dan sama derajatnya dengan orang kuliah, sebuah rancangan yang di setting sedemikian apik oleh Ustadz Yusuf.
Dengan mengundang beberapa ulama-ulama dari beberapa negara di timur tengah seperti imam masjid Al Haramain Syeikh Sa'ad Al Ghamidi, imam masjid Quba Syeikh Muhammad Kholil, Ketua persatuan tahfidz internasional, Syeikh Ali Basfar, dan beberapa ulama lainnya, membuat acara ini kian dinanti dan diharapkan membawa keberkahan. Dan seperti yang sudah diduga, pembacaan beberapa ayat Quran dari ulama-ulama itu membawa kesan teduh, menenangkan, dan keharuan, ah betapa ayat-ayat suciNya membawa efek yang luar biasa saat dibacakan oleh orang-orang yang mulia. Alam pun seolah ikut larut dalam acara ini, sedari awal acara ini dimulai, kamipun, para peserta melihat betapa awan-awan turut menaungi gelora bung karno, hingga teriknya mentari tak terlalu menyengat. Masya Allah.
Seandainya, seandainya bapak presiden tercinta turut hadir, mungkin saja keberkahan dan rahmatNya akan turun tidak hanya kepada para peserta wisuda akbar, tapi juga kepada bapak presiden yang nampaknya butuh sebuah mukjizat tuk mengurai benang kusut negeri ini. Tapi ya apa mau dikata, bapak presiden nampak lebih sibuk mengurus 'kapal' nya yang lain dibandingkan menambal lubang di 'kapal' utamanya yang nyaris tenggelam.
Dan sayapun mendengar bahwa bapak terpilih menjadi nakhkoda baru tuk menerjang badai dari 'kapal' yang lain. Belum selesai di kapal yang utama, ternyata bapak telah 'terpilih' menjadi nakhkoda di kapal yang lain. Semoga sukses pak, karena masing-masing orang punya pertimbangan tersendiri yang dianggap terbaik menurut mereka. Toh negara ini sudah terbiasa dengan mode auto pilot, hingga saya yakin, kapal yang utama bisa tetap berjalan, walaupun bapak tidak memegang kendali.
Sepertinya ada hikmah, saat dua acara itu berlangsung di tempat yang berbeda, namun di waktu yang bersamaan. Mungkin saja kompensasi kesibukan bapak presiden di kapal yang lain dilunasi dengan tuntas oleh ustadz Yusuf Mansur untuk memberikan keberkahan dan kebaikan bagi kapal yang utama, walau mungkin cuma sehari dan tak lama.
Semoga Allah memberkahi negeri ini atas sebab memuliakan ayat-ayat suciNya.
amin.
Saturday, 30 March 2013
Friday, 29 March 2013
Ular Tangga Kehidupan
Ada yang masih ingat permainan ular tangga? sebuah permainan dadu yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih di sebuah papan bergambar ular dan tangga. Permainan dimulai dari kotak nomor 1 bertuliskan kata 'start' hingga berakhir di kotak nomor 100 yang berarti finish atau selesai. Lalu gambar tangga dan ular fungsinya apa? tangga dan ular adalah simbol bagi si pemain untuk naik ataupun turun dari kotak yang ditempatinya berdasarkan undian dadu. Jika seorang pemain berhenti di kotak yang terdapat tangganya, berarti 'orang-orang'-an si pemain naik tangga hingga kota di atasnya, dan sebaliknya kalau berhenti di kotak yang terdapat ularnya, berarti dia turun hingga kotak di bawahnya.
Permainan ini praktis tidak membutuhkan skill yang mumpuni, karena untuk memenangkan permainan hingga finish di kotak nomor 100 hanya ditentukan oleh nomor dadu yang dilemparkan keluar dari gelas kecil. Semakin besar nomor dadu yang keluar, semakin banyak langkah 'orang-orang'-an si pemain menuju garis finish. Selain itu, faktor keberuntungan juga menjadi salah satu aspek yang berperan besar dalam permainan, semakin sering menaiki tangga di dalam papan, semakin cepat pula menuju kotak finish kemenangan nomor 100. Sebaliknya, kalau terlalu sering berhenti di kotak yang terdapat gambar ular, otomatis semakin jauh dari garis finish karena harus turun ke kotak nomor yang lebih rendah dibawahnya.
Sekedar mengisi waktu luang dan bersantai sejenak dengan bermain ular tangga bersama teman dan orang terdekat memang cukup menyenangkan. Setidaknya menguji sejauh mana keberuntungan dan strategi kita dalam mengocok dadu berbuah kemenangan dalam permainan. Jika kita cukup beruntung, kita akan dengan mudahnya mendapatkan nomor dadu yang besar hingga dapat melangkah lebih banyak, ditambah lagi jika kita berhenti di kotak tangga, tentunya akan semakin cepat bagi kita mencapai finish dan kemenangan.
Tapi yang namanya permainan, kita tak selalu berada di atas, kadangkala harus jatuh dan berakhir dengan kekalahan. Beberapa orang ada yang bertekad menyelesaikan hingga garis finish walau sudah pasti kalah karena berada di urutan paling buncit, paling terakhir mencapai finish. Dan beberapa orang lainnya justru berhenti ditengah jalan, menyerah dan memutuskan untuk tidak melanjutkan permainan.
Serupa dengan ular tangga, kehidupan tak jauh berbeda dengan permainan ini. Kadangkala nasib baik menghampiri kita hingga mengantarkan kita menuju tujuan dan cita-cita yang selama ini diimpikan, namun sebaliknya kadangkala nasib buruk itu datang dan membuat kita jatuh sejadi-jadinya, kalah sehina-hinanya. Ada orang-orang yang konsisten melangkah sampai titik finish walau dengan berdarah-darah penuh penderitaan, dan ada pula yang berhenti ditengah jalan dan mengaku kalah tak ingin melanjutkan kehidupan.
Begitulah memang ular tangga versi manusia, selalu ada kompetisi, dan selalu ada aturan yang mengekang. Akan sangat berbeda jika ular tangga diperankan sendirian oleh seseorang dan ia menjadi pemain tunggal di dalam permainan. Tentunya akan lebih leluasa dan tak ada aturan yang membatasi. Mau melangkah berapapun tak ada yang protes dan mau naik turun kotak sebanyak apapun tak jadi masalah, karena si orang menjadi pemain tunggal.
Sama halnya dengan Allah Ta'ala, si pemain tunggal dalam kehidupan, tak ada lawan dan tiada banding. Jika Ia telah berkata 'jadi' maka jadilah. Jika Ia memutuskan sesuatu maka terwujudlah. Maka tak heran akan sangat menyenangkan jika kita menjadi pion dan 'orang-orang'-an yang dimainkan olehnya, jika Ia senang kepada kita, betapa hidup ini akan penuh keberkahan dan ketenangan, karena sudah pasti kemenangan akan kita raih.
Sekarang tinggal kita yang memutuskan, berupaya ikut kompetisi ular tangga kehidupan bersama manusia lain tanpa ada andil Allah di dalamnya, atau berserah diri pada aturanNya dan melerakan hidup tuk 'dimainkan' olehNya.
Karena tak ada pemain dan aturan yang dapat membatasiNya.
Permainan ini praktis tidak membutuhkan skill yang mumpuni, karena untuk memenangkan permainan hingga finish di kotak nomor 100 hanya ditentukan oleh nomor dadu yang dilemparkan keluar dari gelas kecil. Semakin besar nomor dadu yang keluar, semakin banyak langkah 'orang-orang'-an si pemain menuju garis finish. Selain itu, faktor keberuntungan juga menjadi salah satu aspek yang berperan besar dalam permainan, semakin sering menaiki tangga di dalam papan, semakin cepat pula menuju kotak finish kemenangan nomor 100. Sebaliknya, kalau terlalu sering berhenti di kotak yang terdapat gambar ular, otomatis semakin jauh dari garis finish karena harus turun ke kotak nomor yang lebih rendah dibawahnya.
Sekedar mengisi waktu luang dan bersantai sejenak dengan bermain ular tangga bersama teman dan orang terdekat memang cukup menyenangkan. Setidaknya menguji sejauh mana keberuntungan dan strategi kita dalam mengocok dadu berbuah kemenangan dalam permainan. Jika kita cukup beruntung, kita akan dengan mudahnya mendapatkan nomor dadu yang besar hingga dapat melangkah lebih banyak, ditambah lagi jika kita berhenti di kotak tangga, tentunya akan semakin cepat bagi kita mencapai finish dan kemenangan.
Tapi yang namanya permainan, kita tak selalu berada di atas, kadangkala harus jatuh dan berakhir dengan kekalahan. Beberapa orang ada yang bertekad menyelesaikan hingga garis finish walau sudah pasti kalah karena berada di urutan paling buncit, paling terakhir mencapai finish. Dan beberapa orang lainnya justru berhenti ditengah jalan, menyerah dan memutuskan untuk tidak melanjutkan permainan.
Serupa dengan ular tangga, kehidupan tak jauh berbeda dengan permainan ini. Kadangkala nasib baik menghampiri kita hingga mengantarkan kita menuju tujuan dan cita-cita yang selama ini diimpikan, namun sebaliknya kadangkala nasib buruk itu datang dan membuat kita jatuh sejadi-jadinya, kalah sehina-hinanya. Ada orang-orang yang konsisten melangkah sampai titik finish walau dengan berdarah-darah penuh penderitaan, dan ada pula yang berhenti ditengah jalan dan mengaku kalah tak ingin melanjutkan kehidupan.
Begitulah memang ular tangga versi manusia, selalu ada kompetisi, dan selalu ada aturan yang mengekang. Akan sangat berbeda jika ular tangga diperankan sendirian oleh seseorang dan ia menjadi pemain tunggal di dalam permainan. Tentunya akan lebih leluasa dan tak ada aturan yang membatasi. Mau melangkah berapapun tak ada yang protes dan mau naik turun kotak sebanyak apapun tak jadi masalah, karena si orang menjadi pemain tunggal.
Sama halnya dengan Allah Ta'ala, si pemain tunggal dalam kehidupan, tak ada lawan dan tiada banding. Jika Ia telah berkata 'jadi' maka jadilah. Jika Ia memutuskan sesuatu maka terwujudlah. Maka tak heran akan sangat menyenangkan jika kita menjadi pion dan 'orang-orang'-an yang dimainkan olehnya, jika Ia senang kepada kita, betapa hidup ini akan penuh keberkahan dan ketenangan, karena sudah pasti kemenangan akan kita raih.
Sekarang tinggal kita yang memutuskan, berupaya ikut kompetisi ular tangga kehidupan bersama manusia lain tanpa ada andil Allah di dalamnya, atau berserah diri pada aturanNya dan melerakan hidup tuk 'dimainkan' olehNya.
Karena tak ada pemain dan aturan yang dapat membatasiNya.
Thursday, 28 March 2013
Melindungi Perempuan
Semakin menuanya zaman membuat saya berpikir betapa kasihannya orang tua yang memiliki anak perempuan. Bukan masalah gender, bukan, tapi lebih karena sulitnya melindungi si belahan jiwa dari tangan-tangan nakal yang ingin mengganggunya. Bahkan mereka yang dianggap dapat melindungi para perempuan juga tak selalu bisa diharapkan.
Padahal secara jelas dan sistematis, perlindungan dan peng-agungan terhadap perempuan sudah begitu tinggi di negara ini dan negara-negara lain. Entah berapa banyak fasilitas yang dikhususkan untuk perempuan, dari kereta khusus perempuan, gerbong kereta khusus perempuan, dan lain sebagainya. Tapi entah mengapa kekerasan dan pelecehan masih terjadi pada perempuan.
Seperti saat Jyoti, perempuan muda berusia 23 tahun, menjadi korban pemerkosaan dari 5 orang pemabuk di sebuah distrik di India. Padahal saat itu malam belum terlalu larut dan Jyoti juga pergi bersama temannya. Namun tak disangka orang-orang itu tetap nekat melakukan aksinya. Nampaknya ancaman hukuman dan sanksi berat tak cukup mencegah mereka untuk bertindak biadab. Hingga nasib tragis mengakhiri hidup Jyoti, ia meninggal beberapa pekan setelah kejadian di sebuah rumah sakit di Singapura. Peristiwa ini menyadarkan mata dunia bahwa ancaman terhadap perempuan sewaktu-waktu dapat terjadi.
Maka perlindungan terhadap perempuan tak sekedar dengan cara yang terkesan pasif seperti menyediakan fasilitas yang dapat menjaga mereka. Tapi lebih dari itu, perlindungan itupun hendaknya dilakukan secara proaktif dengan melibatkan banyak pihak. Dari sisi hukum yang diatur dalam sebuah negara, sayapun sangat mengapresiasi presiden korea yang baru, Park Heu Gyeun yang mengambil langkah preventif dengan cara melarang tiap wanita di korea mengenakan rok mini di ruang publik.
Mungkin ada beberapa feminis yang berpendapat bahwa aturan ini mengekang kebebasan berekspresi seorang wanita, dan mungkin ada yang menganggap bahwa negara terlalu ikut campur terhadap privasi seseorang. Tapi memang kenyataannya dengan mengenakan rok mini, menurut saya pribadi, wanita tersebut secara tidak langsung mengobjekkan dirinya untuk dilihat dan berusaha menarik perhatian orang lain, terlebih bagi pria bejat tak bermoral yang sewaktu-waktu kehilangan akal dan berusaha melecehkan si wanita. Bila aturan pertama tadi kurang melindungi, Park Heu Gyeun mengambil langkah selanjutnya yang boleh jadi membuat para pria bejat itu berpikir ribuan kali untuk melecehkan perempuan, mengebiri mereka yang terbukti melakukan tindak pemerkosaan.
Langkah berani yang dilakukan Gyeun membuat saya berpikir bahwa sebenarnya syariat Islam telah jauh-jauh hari mengenal aturan-aturan itu. Dari urusan menjaga dan menutup aurat, hingga hukuman rajam bagi para pezina. Tapi entah mengapa giliran Islam yang menyuarakan, berbagai tudingan dan sentimen negatif serentak muncul tuk menentang. duh.
Memang benar yang dikatakan Rasul kita tercinta, barang siapa seorang ayah dapat mendidik dan menjaga putrinya dengan baik hingga ia dewasa, niscaya jaminannya surga. Karena memang tak mudah mendidik, melindungi, dan menjaga perempuan di zaman yang makin menua ini.
Padahal secara jelas dan sistematis, perlindungan dan peng-agungan terhadap perempuan sudah begitu tinggi di negara ini dan negara-negara lain. Entah berapa banyak fasilitas yang dikhususkan untuk perempuan, dari kereta khusus perempuan, gerbong kereta khusus perempuan, dan lain sebagainya. Tapi entah mengapa kekerasan dan pelecehan masih terjadi pada perempuan.
Seperti saat Jyoti, perempuan muda berusia 23 tahun, menjadi korban pemerkosaan dari 5 orang pemabuk di sebuah distrik di India. Padahal saat itu malam belum terlalu larut dan Jyoti juga pergi bersama temannya. Namun tak disangka orang-orang itu tetap nekat melakukan aksinya. Nampaknya ancaman hukuman dan sanksi berat tak cukup mencegah mereka untuk bertindak biadab. Hingga nasib tragis mengakhiri hidup Jyoti, ia meninggal beberapa pekan setelah kejadian di sebuah rumah sakit di Singapura. Peristiwa ini menyadarkan mata dunia bahwa ancaman terhadap perempuan sewaktu-waktu dapat terjadi.
Maka perlindungan terhadap perempuan tak sekedar dengan cara yang terkesan pasif seperti menyediakan fasilitas yang dapat menjaga mereka. Tapi lebih dari itu, perlindungan itupun hendaknya dilakukan secara proaktif dengan melibatkan banyak pihak. Dari sisi hukum yang diatur dalam sebuah negara, sayapun sangat mengapresiasi presiden korea yang baru, Park Heu Gyeun yang mengambil langkah preventif dengan cara melarang tiap wanita di korea mengenakan rok mini di ruang publik.
Mungkin ada beberapa feminis yang berpendapat bahwa aturan ini mengekang kebebasan berekspresi seorang wanita, dan mungkin ada yang menganggap bahwa negara terlalu ikut campur terhadap privasi seseorang. Tapi memang kenyataannya dengan mengenakan rok mini, menurut saya pribadi, wanita tersebut secara tidak langsung mengobjekkan dirinya untuk dilihat dan berusaha menarik perhatian orang lain, terlebih bagi pria bejat tak bermoral yang sewaktu-waktu kehilangan akal dan berusaha melecehkan si wanita. Bila aturan pertama tadi kurang melindungi, Park Heu Gyeun mengambil langkah selanjutnya yang boleh jadi membuat para pria bejat itu berpikir ribuan kali untuk melecehkan perempuan, mengebiri mereka yang terbukti melakukan tindak pemerkosaan.
Langkah berani yang dilakukan Gyeun membuat saya berpikir bahwa sebenarnya syariat Islam telah jauh-jauh hari mengenal aturan-aturan itu. Dari urusan menjaga dan menutup aurat, hingga hukuman rajam bagi para pezina. Tapi entah mengapa giliran Islam yang menyuarakan, berbagai tudingan dan sentimen negatif serentak muncul tuk menentang. duh.
Memang benar yang dikatakan Rasul kita tercinta, barang siapa seorang ayah dapat mendidik dan menjaga putrinya dengan baik hingga ia dewasa, niscaya jaminannya surga. Karena memang tak mudah mendidik, melindungi, dan menjaga perempuan di zaman yang makin menua ini.
Wednesday, 27 March 2013
Populer di Mata Penghuni Langit
"Kau lihat Abdullah ? Sedekahnya di sore itu menjadi buah bibir diantara kita. Saat ia menyisihkan setengah gajinya untuk saudara-saudaranya di Rohingya dan Palestina. Padahal aku tahu persis bahwa saat itu ia butuh uang untuk mengobati ibunya yang sakit. ah..Semoga keberkahan selalu tercurah padanya."
"oh ya? kurasa beberapa hari ini Abdullah juga berhasil meraih simpatiNya saat ia sujud bersimpuh di gelapnya malam. Kau lihat betapa tangisannya menarik hatiku tuk menemani, semoga segala hajatnya terpenuhi."
Percakapan dua orang malaikat itupun di dengar oleh malaikat yang lain. Ia penasaran, siapa sebenarnya si Abdullah ini? Iapun turun ke langit dunia berusaha mencari sosok Abdullah yang kini menjadi trending topic diantara penghuni langit. Beberapa saat ia mencari dan akhirnya ia pun menemukan sosok itu. Seseorang yang terlihat mengayuh sepeda di pagi buta menuju tempatnya bekerja.
Nama Abdullah kini begitu populer dikalangan malaikat. Seorang cleaning service di sebuah perusahaan swasta di Jakarta yang tiap hari berjalan menembus dinginnya pagi. Secercah harapan selalu tersemat di hatinya, semoga usahanya di pagi itu berbuah ridho dan keberkahan dariNya. Berharap nafkah terbaik dan halal untuk keluarganya.
Pekerjaannya boleh saja kurang bergengsi, status bisa jadi tak sementereng manajer di perusahaan tempatnya bekerja, dan mungkin di mata manusia, sosoknya hanya dipandang sebelah mata. Tapi tak disangka lelaki paruh baya ini begitu menarik hati seorang malaikat untuk mengenalnya lebih jauh.
"Assalamualaikum pak, boleh saya bantu?"
"oh ya, silahkan nak"
Tak sengaja, Abdullah berpapasan dengan seorang bapak tua yang membawa sekarung bahan belanjaan dari pasar tuk dijual kembali. Ia pun membantu bapak tua itu dengan senyuman dan wajah bersahabat. Dan tak berapa lama, berita tentang kebaikan Abdullah ini melesat cepat menuju langit. Malaikat ini pun tersenyum. Masya Allah, tak heran, jika ia begitu populer di langit. Assalamualaika ya Abdullah.
--
Boleh jadi tak seorangpun yang memandang kita, dan mungkin saja nama kita tak setenar selebritas yang muncul di televisi. Namun apalah artinya itu semua, popularitas di mata manusia, jika dibandingkan nama kita yang selalu disebut diantara penghuni langit dan menjadi buah bibir diantara para malaikat.
Karena ketenaran di dunia cuma sementara.
"oh ya? kurasa beberapa hari ini Abdullah juga berhasil meraih simpatiNya saat ia sujud bersimpuh di gelapnya malam. Kau lihat betapa tangisannya menarik hatiku tuk menemani, semoga segala hajatnya terpenuhi."
Percakapan dua orang malaikat itupun di dengar oleh malaikat yang lain. Ia penasaran, siapa sebenarnya si Abdullah ini? Iapun turun ke langit dunia berusaha mencari sosok Abdullah yang kini menjadi trending topic diantara penghuni langit. Beberapa saat ia mencari dan akhirnya ia pun menemukan sosok itu. Seseorang yang terlihat mengayuh sepeda di pagi buta menuju tempatnya bekerja.
Nama Abdullah kini begitu populer dikalangan malaikat. Seorang cleaning service di sebuah perusahaan swasta di Jakarta yang tiap hari berjalan menembus dinginnya pagi. Secercah harapan selalu tersemat di hatinya, semoga usahanya di pagi itu berbuah ridho dan keberkahan dariNya. Berharap nafkah terbaik dan halal untuk keluarganya.
Pekerjaannya boleh saja kurang bergengsi, status bisa jadi tak sementereng manajer di perusahaan tempatnya bekerja, dan mungkin di mata manusia, sosoknya hanya dipandang sebelah mata. Tapi tak disangka lelaki paruh baya ini begitu menarik hati seorang malaikat untuk mengenalnya lebih jauh.
"Assalamualaikum pak, boleh saya bantu?"
"oh ya, silahkan nak"
Tak sengaja, Abdullah berpapasan dengan seorang bapak tua yang membawa sekarung bahan belanjaan dari pasar tuk dijual kembali. Ia pun membantu bapak tua itu dengan senyuman dan wajah bersahabat. Dan tak berapa lama, berita tentang kebaikan Abdullah ini melesat cepat menuju langit. Malaikat ini pun tersenyum. Masya Allah, tak heran, jika ia begitu populer di langit. Assalamualaika ya Abdullah.
--
Boleh jadi tak seorangpun yang memandang kita, dan mungkin saja nama kita tak setenar selebritas yang muncul di televisi. Namun apalah artinya itu semua, popularitas di mata manusia, jika dibandingkan nama kita yang selalu disebut diantara penghuni langit dan menjadi buah bibir diantara para malaikat.
Karena ketenaran di dunia cuma sementara.
Tuesday, 26 March 2013
Anti Mubazir Makanan
Kalau anda penggemar masakan padang seperti saya tentu tak asing lagi dengan fenomena unik yang ada di restoran nasi padang. Fenomena itu terkait dengan porsi nasi yang diberikan oleh si penjual. Jika anda makan di tempat, biasanya anda hanya akan diberikan satu centong nasi dari si uda penjual nasi padang, dan bila anda merasa kurang anda bisa meminta satu centong tambahan lagi kepada si pelayan. Berbeda saat anda membawa pulang nasi padang. Porsi nasinya lebih banyak dibandingkan anda memakan di tempat. Kenapa ya?
Ada beberapa pendapat tentang fenomena ini, ada yang bilang karena menghemat ongkos cuci piring. Jadi tak perlu repot-repot lagi mencuci piring dan menghabiskan jatah sabun. Tapi pendapat ini sepertinya terlalu berlebihan, selain karena proses mencuci piring yang tergolong simple dan nggak ribet, harga sabun cuci piringpun tak semahal itu hingga perlu dihemat-hemat sedemikian rupa. Kesannya orang padang pelit banget. hehe. Sayapun lebih setuju dengan pendapat selanjutnya ini, karena takut makanannya bersisa.
Jadi memang orang-orang kita ini adalah orang-orang yang cenderung sering menyisakan lauk dan nasi di piringnya, padahal nasi dan lauk itu masih layak untuk dimakan. Alasannya bisa berbagai macam, dan yang paling sering adalah karena sudah kenyang, karena nasi dan lauknya kebanyakan. Maka dari itu, untuk menghindari praktek-praktek menyisakan makanan dari para costumer-nya, si uda penjual nasi padang pun mengambil kebijakan untuk memberikan porsi yang sedikit saja ke piring yang disajikan hingga kemungkinan makanan yang bersisa menjadi kecil, toh harganya tetap sama jika menambah nasi ataupun tidak.
Sayapun melihat bahwa budaya yang ditanamkan kepada saya di dalam keluarga juga tak jauh beda dengan si uda penjual nasi padang. Bahwa makanan sekecil dan sesedikit apapun harus dihabiskan, karena salah-salah masuk kategori mubazir, karena mubazir temannya setan. Penekanan nilai yang sampai kini tertanam di benak saya dan adik-adik.
Mubazir tak sekedar ancamannya saja yang keras, tapi mubazir juga mengindikasikan tingkat kesyukuran seseorang terhadap nikmat yang diperolehnya, dalam hal ini makanan. Kalau ia selalu menghabiskan makanan yang disajikan setidaknya ia orang yang mampu mengungkapkan nikmat dengan cara sepatutnya. Sedangkan yang kerap menyisakan dan menyianyiakan makanan bisa jadi kurang bersyukur dengan nikmat makanan yang diperolehnya. Bersyukurlah, niscaya nikmat dariNya akan ditambahkan kepada mereka yang bersyukur.
Tapi memang menyisakan makanan bagi orang-orang kita masih terkesan biasa saja. Padahal jika dikumpulkan makanan sisa itu dari piring-piring mereka, niscaya akan terkumpul satu piring penuh nasi dan lauk, yang sangat berharga bagi mereka yang membutuhkan. Saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Ditambah lagi kita-kita ini kurang menyadari bahwa yang namanya keberkahan makanan tak ada satupun yang tahu dimana letaknya, apakah di awal kita menyantap makanan, ataukah di butir terakhir nasi yang ada di piring kita. Sehingga nantinya makanan yang berkah berbuah manfaat bagi kita, energi dan nutrisi yang bertambah dan tak berakibat buruk bagi kita seperti tekanan darah tinggi, kolesterol, jantung, dan berbagai penyakit lainnya.
Ada beberapa pendapat tentang fenomena ini, ada yang bilang karena menghemat ongkos cuci piring. Jadi tak perlu repot-repot lagi mencuci piring dan menghabiskan jatah sabun. Tapi pendapat ini sepertinya terlalu berlebihan, selain karena proses mencuci piring yang tergolong simple dan nggak ribet, harga sabun cuci piringpun tak semahal itu hingga perlu dihemat-hemat sedemikian rupa. Kesannya orang padang pelit banget. hehe. Sayapun lebih setuju dengan pendapat selanjutnya ini, karena takut makanannya bersisa.
Jadi memang orang-orang kita ini adalah orang-orang yang cenderung sering menyisakan lauk dan nasi di piringnya, padahal nasi dan lauk itu masih layak untuk dimakan. Alasannya bisa berbagai macam, dan yang paling sering adalah karena sudah kenyang, karena nasi dan lauknya kebanyakan. Maka dari itu, untuk menghindari praktek-praktek menyisakan makanan dari para costumer-nya, si uda penjual nasi padang pun mengambil kebijakan untuk memberikan porsi yang sedikit saja ke piring yang disajikan hingga kemungkinan makanan yang bersisa menjadi kecil, toh harganya tetap sama jika menambah nasi ataupun tidak.
Sayapun melihat bahwa budaya yang ditanamkan kepada saya di dalam keluarga juga tak jauh beda dengan si uda penjual nasi padang. Bahwa makanan sekecil dan sesedikit apapun harus dihabiskan, karena salah-salah masuk kategori mubazir, karena mubazir temannya setan. Penekanan nilai yang sampai kini tertanam di benak saya dan adik-adik.
Mubazir tak sekedar ancamannya saja yang keras, tapi mubazir juga mengindikasikan tingkat kesyukuran seseorang terhadap nikmat yang diperolehnya, dalam hal ini makanan. Kalau ia selalu menghabiskan makanan yang disajikan setidaknya ia orang yang mampu mengungkapkan nikmat dengan cara sepatutnya. Sedangkan yang kerap menyisakan dan menyianyiakan makanan bisa jadi kurang bersyukur dengan nikmat makanan yang diperolehnya. Bersyukurlah, niscaya nikmat dariNya akan ditambahkan kepada mereka yang bersyukur.
Tapi memang menyisakan makanan bagi orang-orang kita masih terkesan biasa saja. Padahal jika dikumpulkan makanan sisa itu dari piring-piring mereka, niscaya akan terkumpul satu piring penuh nasi dan lauk, yang sangat berharga bagi mereka yang membutuhkan. Saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Ditambah lagi kita-kita ini kurang menyadari bahwa yang namanya keberkahan makanan tak ada satupun yang tahu dimana letaknya, apakah di awal kita menyantap makanan, ataukah di butir terakhir nasi yang ada di piring kita. Sehingga nantinya makanan yang berkah berbuah manfaat bagi kita, energi dan nutrisi yang bertambah dan tak berakibat buruk bagi kita seperti tekanan darah tinggi, kolesterol, jantung, dan berbagai penyakit lainnya.
Monday, 25 March 2013
Rasyad dan Riana - 2
"Yahoo Messenger Online"
"chacha accept your friend request"
Ia yang sedang menghabiskan waktu santai di dalam kamar dibuat penasaran oleh sebuah pesan yang masuk di pesan YM nya. chacha?sejak kapan aku menambahkan orang ini dalam kontakku?.
"Halo, salam kenal riana"
chacha, ia menyapa Riana. Sesaat lalu baru saja ia masuk dalam daftar kontak Riana, dan kini ia telah membuka percakapan. Tak ada salahnya, Riana pun membalas salam dari chacha.
"Halo chacha, salam kenal juga, ngomong-ngomong saya yang ngeadd kamu ya?"
bodoh, pertanyaan yang tidak masuk akal. Tentu saja Riana menyadari bahwa ialah yang menambahkan orang itu dalam daftar kontaknya, perkara kapan dan bagaimana ia menambahkan chacha di dalam pertemanan YM-nya, itulah yang harus ia cari tahu.
"haha. ya iya lah, aku kan hanya meng-approve saja. Jadi riana, kamu penggemar sheila juga?"
Pertanyaan chacha mengurungkan keinginan Riana yang penasaran tentang proses dirinya menambahkan orang itu dalam pertemanan, si orang ini tahu bahwa ia penggemar Sheila on 7.
"tahu darimana saya penggemar sheila?"
"simple, status YM kamu menceritakan semuanya. Siapa yang kamu tunggu di jakarta? kamu lagi di luar kota?"
Riana pun menyadari, status YM nya mengambil lirik lagu sheila. Tunggulah aku di jakartamu, tempat labuhan semua mimpiku.
"bukan siapa-siapa, orang yang nggak penting."
Riana pun kembali mengingat saat-saat itu, tatkala harapannya hanya tinggal angan kosong belaka. Orang itu menjauh pergi dan berjalan bersama yang lain. Status YM ini ternyata sudah sangat lama. Telah dua bulan berjalan dan chacha, orang ini membuatnya kembali mengenang cerita kelam yang ingin ia pendam selamanya.
"Saya lagi di jakarta, itu status sudah lama nggak diganti. btw, kamu ini cowok apa cewek sih? dari gaya nulisnya sih sepertinya cowok ya, "
"hoo,, itu status lama toh, hm.. kira-kira gimana? pantesnya cowok apa cewek?"
"lah.. terserah sih, tapi zaman sekarang, lagi trend cowok ke cewek-cewek an gitu loh. haha"
"haha..dasar.. iya, aku cowok"
"oh cowok toh, tapi kok namanya imut-imut gitu ya, chacha.. haha"
"ah seperti biasa, satu dari beberapa hal yang membuat saya malas memakai akun YM ini, maklum lah, nama asli saya bila dibikin imut dan manja ya bisa dibaca chacha, dan mari kita cukupkan pembahasan nama akun ini. seperti kata shakespeare, apalah arti sebuah nama akun YM. haha"
"yee. ngarang aja, shakespeare zaman kapan tuh.."
"Shakespeare zaman Facebook, shakespeare gaul.."
dan selanjutnya, Riana dan chacha larut dalam obrolan yang menyenangkan, sungguh menyenangkan.
--
"chacha is offline"
Beberapa minggu ini, sejak malam itu, chacha tak sekalipun muncul di daftar online kontaknya. Padahal Riana berharap, chacha dapat menemaninya bercerita setelah penatnya bekerja. Ia rindu, ada rasa yang kian tumbuh yang berharap lebih dari sekedar bercakap lewat dunia maya. Namun entah mengapa, chacha menghilang beberapa minggu ini. Riana pun berdiri dan mengambil sebuah buku dari dalam tasnya, buku tebal karya Chairil Anwar yang baru saja diberikan Pak Rasyad kepadanya. Sebuah perhatian dari pak Rasyad yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. ah seandainya kau ada cha, akan banyak cerita dariku tentang sikap pak Rasyad yang banyak berubah sejak aku meminjamkannya album-album sheila.
"chacha is online"
ah dia online. Tergambar jelas raut wajah sumringah dari gadis cantik berjilbab ini.
--
Dari kejauhan, janur kuning nampak melengkung di depan gedung pertemuan di daerah gatot subroto Jakarta Pusat. semoga ini yang terbaik untukmu ri. Perlahan mobil Rasyad memasuki pelataran depan gedung bidakara dan lambat laun menuju halaman parkir di belakang gedung.
Dengan setelan jas rapih, Sosok tegap nan gagah itupun memasuki gedung dengan perasaan yang campur aduk. Entah bagaimana caranya, iapun tak habis pikir dapat sepengecut ini. ah sudahlah, percuma semuanya sudah terjadi. Setelah menuliskan namanya di buku tamu ia pun menerima suvenir berupa gelas kecil yang bertuliskan dua inisial nama dari sang mempelai. "C dan R"
Tak tertahankan, iapun berbalik keluar, semoga kalian bahagia..Chacha dan Riana.
--
Rasyad dan Riana - 1
Sunday, 24 March 2013
Rasyad dan Riana - 1
"sign in"
"rianazahira is online"
Di tatapnya lekat monitor laptop yang ada di hadapannya. Akhirnya ia kembali. Senyum di wajahnya mengembang kala Riana menyapanya.
"Hai Cha, saran kamu kemarin benar-benar membantu, terima kasih yaa, dan aku heran, kenapa kamu tahu bahwa si bapak itu menyukai lagu-lagu sheila on 7? aku benar-benar tak habis pikir, kukira orang sekiller dia takkan tersentuh lagu-lagu romantis semacam sheila, ternyata ada sisi lain yang unik darinya"
"no problem ri, aku senang kamu bisa mengambil hati bosmu itu, lagipula tak terlalu sulit memperkirakan hal itu. Everybody love sheila, siapa yang tidak kenal sheila? apalagi kelahiran tahun 80-an dengan background kehidupan remaja yang sheila banget. so pasti, setidaknya dia bakal kenal lagu-lagu sheila, kecuali dia memang kuper yang sama sekali gak tau lagu-lagu sheila. haha"
Rasyad memandangi kembali album-album sheila yang ada di pojok ruangannya. Seorang gadis muda cantik nan energik meminjamkan album-album itu padanya. Terekam jelas saat gadis dengan sepotong kain panjang yang menutupi rambut dan kepalanya menyerahkan sekotak album dengan gugupnya. ah Riana, kapankah tiba saatnya.
"oh iya Cha, kira-kira Pak Rasyad masih marah denganku gak ya?"
Jeda yang cukup lama membuat Riana berpikir bahwa tak masuk akal menanyakan hal tersebut pada chacha, teman online yang baru dikenalnya 3 bulan ini. Ia sadar bahwa jawaban dari chacha pun nantinya sekedar bentuk afirmasi formalitas dari seorang teman chating, tapi entah mengapa, ia merasa nyaman saat bersama chacha. Ada kehangatan, kegembiraan, dan hal-hal unik yang dibicarakan saat bersamanya.
"Tenang ri, bosmu itu pasti cukup terkesan dengan usahamu meminjamkan sekotak album sheila itu. kurasa lambat laun insiden kopi pagi akan terlupa saat ia menikmati untaian lagu-lagu romantis dari sheila."
Rasyad pun tersenyum saat membayangkan kembali peristiwa pagi itu. Ia yang terburu-buru memasuki ruang kerja berpapasan dengan Riana yang sedang membawa seduhan kopi dari pantry. Sontak kecelakaan itupun tak terhindarkan. Baju putih Rasyad tak karuan hitamnya, ditambah dengan panasnya kopi di cangkir itu membuat emosi Rasyad tak tertahan.
"duh maaf pak maaf saya tidak sengaja, sini mari saya bersihkan"
"ah sudah-sudah, meeting saya jadi berantakan kalau begini.."
Dengan kemeja yang penuh dengan noda kopi ia pun coba mengingat gadis yang baru saja menabraknya. "tunggu, kamu anak baru itu kan?"
"eh iya pak, tapi sebenarnya saya sudah sebulan bekerja"
"kenapa saya baru melihat kamu sekarang? nanti temui saya di ruangan sehabis meeting makan siang. jam 2."
Terbayang sudah masa-masa kelam yang akan menantinya di perusahaan ini, duh habislah sudah.
Rasyad terbangun dari lamunannya, terdengar suara pesan masuk dari Riana.
"semoga cha, aku tak tahu, kurasa sampai akhir bulan ini saja aku menjadi karyawan di perusahaan itu. Kurasa aku tak cocok bekerja disana."
"eh tunggu, kurasa kaulihat dulu reaksi Pak Rasyad esok hari, kurasa ia sangat senang menerima pinjaman album-album sheila darimu"
Kekhawatiran mulai muncul, ia tak ingin Riana pergi begitu cepat. Setidaknya sampai saatnya tiba nanti.
"bukan cha, bukan karena Pak Rasyad saja, ada banyak hal, dan satu lagi, kenapa kau yakin bahwa Pak Rasyad yang kaku itu akan dengan senang hati menerima hadiahku?"
"eh, ya kurasa pemberianmu itu cukup signifikan mengubah penilaiannya padamu"
Rasyad semakin gugup, ia tak sanggup berpikir jernih, emosi dan rasa yang mulai merekah mulai mengacaukan degup jantungnya.
"sudah malam, aku off dulu ya. Assalamualaikum"
"oh iya, baiklah, waalaikumsalam"
"rianazahira is offline"
dan Rasyad pun kembali terpekur dalam penyesalan panjangnya. kenapa, kenapa aku begitu pengecut. Selama ini chacha kadung mengisi relung hati Riana, dan sebelum tatap muka yang diharapkan terjadi, Rasyad terlanjur muncul dan memberikan kesan tersendiri.
malampun makin larut dan terasa sangat panjang bagi Rasyad.
--
Rasyid dan Riana - 2
Saturday, 23 March 2013
The Interview
Kalau saja di zaman mereka ada semacam talk show dari
hati ke hati seperti Kick Andy, Just Alvin, atau Mata Najwa, tentunya tak ada rasa
penasaran dan tanda tanya tentang hidup mereka. Tapi sayangnya zaman dulu tak
ada interview mendalam semacam itu, hingga sayapun bertanya-tanya tentang
mereka.
Seperti para pemuda Ashabul Kahfi. Bagaimana kiranya
perasaan mereka saat lari dari kaumnya? Padahal mereka cuma sekelompok pemuda
yang ingin menyelamatkan akidahnya. Bagaimana caranya mereguk keyakinan hingga
bertekad untuk lari dan bersembunyi dalam gua? Disaat para pemuda zaman
sekarang makin jauh dari semangat keislaman. Ah saya penasaran.
Lalu bagaimana dengan Nabi Khidir, benarkah beliau berumur
ratusan tahun dan masih hidup hingga kini? Apa kiranya yang membuat beliau
diberi anugerah berupa usia yang sangat panjang, lalu apa tanggapan beliau melihat
kondisi umat ini jika beliau masih hidup sampai sekarang. Kira-kira apa
perasaan beliau saat membunuh anak kecil yang disinyalir akan mengajak orang
tuanya kepada kekafiran seperti yang diceritakan di surat Al Kahfi? Apakah beliau
tak merasakan sesuatu saat membunuh anak itu? Ah saya penasaran.
Seperti Iskandar Zulkarnain, benarkah Alexander Agung itu
adalah beliau dalam versi romawi? Lalu bagaimana caranya membuat tembok besar
dari logam untuk mencegah Ya’juj dan Ma’juj keluar? Benarkah beliau memiliki
tanduk di kepalanya? Karena zulkarnain berarti yang memiliki dua tanduk. Lalu bila
dibandingkan dengan Nabi Sulaiman, seper berapanya kah kekayaan beliau
dibandingkan sang nabi? Hehe. Benar-benar membuat saya penasaran.
Dan yang paling penting, tentang mereka yang telah pergi ratusan
tahun lalu, apa sebenarnya motif Muawiyah saat berperang melawan Ali. Benarkah Cuma
sekedar ingin menuntut balas pelaku pembunuhan Utsman? Padahal jelas-jelas setelah
beliau menjadi khalifah, anak keturunannya yang meneruskan kekhalifahan. Ah
sungguh tak sampai pikiran saya, padahal mereka yang berperang antara Ali dan
Muawiyah adalah kaum muslimin, kenapa sampai berperang? Bagaimana kiranya
perasaan rasul melihat para sahabatnya saling berperang pasca wafatnya beliau.
Mungkin jawabannya hanya ada di sana, sembari duduk
bertelekan permadani di tepi telaga Al Kautsar, meminum airnya yang sangat
nikmat. Berbincang hangat bersama beliau-beliau para pendahulu. Bertanya kepada
Rasul, para sahabat, dan orang-orang shalih itu, semoga ada kesempatan. Semoga Allah
merahmati saya dan kaum muslimin untuk menggapai tempat itu.
Friday, 22 March 2013
Menyemai Bibit Kedermawanan
Suatu saat Rasulullah dikunjungi
oleh salah seorang Sahabiah (sahabat dari kaum wanita), Asma Binti Abu Bakar,
yang bertanya perihal hartanya. Kehidupan Asma yang merupakan istri dari Zubair
Bin Awwam, salah satu sahabat dari 10 orang sahabat yang dijamin masuk surga,
adalah Kehidupan yang jauh dari kesenangan dunia. Tak ada harta melimpah, dan
makanan-makanan lezat, secukupnya saja dan seringkali kurang. Kondisi yang
membuat Asma memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah.
“Ya Rasulullah, uang yang ada padaku
hanyalah uang yang diberikan suamiku padaku. Tak ada lebih untuk yang lain. Adakah
keringanan bagiku untuk hal ini?”
Rasulullah pun menjawab. “Wahai
Asma, Berinfaklah atau bersedekahlah & janganlah kamu menahan sebagian
hartamu (tidak mau berinfak), atau Allah akan menyempitkan rizkimu, &
janganlah kamu bakhil atau Allah akan bakhil terhadapmu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan memberikan kita sebuah pemahaman bahwa anjuran bersedekah bukan
sekedar untuk seseorang yang kelebihan harta, tapi untuk semua orang, tak
memandang bagaimana kondisi ekonominya. Entah dia kaya, miskin, biasa saja,
tapi jika ia mendapatkan rizqi, maka dianjurkan baginya untuk mengeluarkan
sebagiannya di jalan Allah.
Tapi memang paradigma yang terlanjur
ada mengatakan bahwa bersedekah adalah urusan orang-orang kaya, dan orang
miskin tak ada kesempatan yang sama. Sedikit banyak hal ini yang mungkin
menjadi pembenaran sebagian orang untuk tidak bersedekah. Padahal bukan masalah
hartanya yang jadi persoalan, tapi lebih kepada mental pemberi yang perlu
dilatih.
Berapa banyak orang-orang yang
memiliki kelebihan rizqi justru bakhil dalam mengelola hartanya, dan berapa
banyak orang-orang yang kekurangan rizqi justru dermawan walau berinfak seadanya
dan tidak banyak. Jadi sebenarnya bukan perkara ada dan tidak ada harta, tapi
lebih karena mind set yang masih tertancap kuat bahwa harta adalah miliknya
pribadi.
Akan lebih mudah bagi seseorang
dalam menyisihkan sebagian hartanya jika ia menyadari bahwa harta yang ada
padanya merupakan titipan, tidak sepenuhnya milik pribadi. Rasa kecintaan yang
berlebihan terkadang membuat seseorang enggan lepas dari hartanya. Ditumpuk sebanyak-banyaknya
hingga melekat dan sulit dipisahkan. Hingga lambat laun melupakan sebuah hakikat
bahwa harta yang dipegang dan dimiliki punya masa pakai, sampai ajal menjemput.
Karena harta memang tidak dibawa mati, bagaimana harta itu digunakan, itulah
yang akan dibawa mati.
Maka sungguh indah jika tiap orang
mau memberi, dan tidak sekedar mementingkan dirinya sendiri. Harta akan
bergerak ibarat air yang mengalir, ia akan membersihkan, menyejukkan dan memberi
manfaat bagi orang banyak. Tidak seperti harta yang ditumpuk bagai air tergenang
yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Yang justru menjadi bibit kerusakan
dan tumbuhnya penyakit hati, kesenjangan sosial, dan egoisme.
Thursday, 21 March 2013
Selamat Hari Lahir Kawan..!
Ada rasa canggung saat bertemu kembali dengannya, untuk kali pertama sejak ia menikah beberapa bulan lalu. Saat itu hari ahad yang indah dan ia bersama sang istri menemaniku untuk sebuah pertemuan yang bersejarah, paling tidak bagi diriku pribadi.
Tapi perasaan kaku dan canggung itu hanya sesaat, seiring datangnya makanan dan minuman di rumah makan itu, kamipun kembali tergelak dalam tawa dan pertemuan yang hangat seperti dulu. Ah kawan, tak terasa waktu berlalu begitu cepat, dengan dirimu kini yang menjadi calon ayah serta ksatria cilik dikandungan istrimu ternyata banyak cerita yang telah terjadi, membuatku kembali terkenang masa-masa sekolah dulu.
Kami satu sekolah saat SD dulu, di SDN Bumi Bekasi Baru V, dan kalau tidak salah pertama kali kami bertemu saat kelas 3 atau 4 SD, akupun lupa-lupa ingat. Tapi yang jelas, pertemuan pertamaku dengannya tak mengenakkan, entah seperti apa detailnya, tapi yang jelas bukan sesuatu yang menyenangkan. Seiring berjalannya waktu, di kelas dan sekolah itu, ternyata kami memiliki banyak persamaan.
Sama-sama menyukai diskusi, bermain bola, dan bersaing untuk mendapatkan nilai ulangan yang lebih tinggi saat kelas 6 dulu. haha. Dengan kelas yang padat, hampir 50 orang lebih, maka satu meja diisi oleh 3 orang, dan saat itu aku, dia, serta temanku yang satunya lagi, Carlos Siregar, saling berlomba mendapatkan nilai ulangan yang lebih tinggi, dan entah mengapa itu hal yang sangat mengasyikkan, saat belajar memang terasa menyenangkan.
Kamipun lulus dan takdir membawa cerita baru bahwa kami berada di SMP yang kembali sama. Di masa SMP ini bakat dan cahayanya makin terlihat. Ia menjadi Ketua OSIS dengan prestasi akademik yang juga mumpuni. Berbeda denganku yang tak lebih dari sekedar siswa hilir mudik dari rumah ke sekolah. hehe. Di kelas 1 dan 2 yang berbeda, kamipun di kelas yang sama lagi di kelas 3. Dan akupun bersyukur, setidaknya pengalaman 2 tahun di SMP tidak sia-sia karena di kelas 3 kamipun satu kelas lagi, karena bertukar pengalaman dan pikiran dengannya sangat menyenangkan.
Satu pemikiran dan pemahaman tentang bagaimana SMA yang bagus itu, kamipun kembali berkumpul di SMA yang sama, SMA 1 Bekasi. Dan kamipun sepakat, atau setidaknya saya pribadi sepakat, bahwa masa SMA bisa jadi masa yang tak begitu menyenangkan dibandingkan ketika SD dan SMP dulu. Maka tak heran, kamipun lebih banyak menghabiskan waktu di organisasi, dibandingkan bergelut dalam bidang akademis. Tapi mau tak mau, ujung-ujungnya, akademis adalah tujuan akhir, dan tak terasa kamipun berada di penghujung masa putih abu-abu.
Awalnya kami ragu, bisakah menembus PTN, tapi alhamdulilla, Allah memperlihatkan kuasanya dengan meluluskan kami di PTN, dan tak disangka di PTN yang sama dan fakultas yang sama, walaupun sempat setahun ia menghabiskan waktu di bandung sana. Dan memang sepertinya kampusnya dulu tak cukup besar tuk menampung visi dan cita-citanya yang waah. Di kampus UI ini, kualitasnya sebagai individu jelas terlihat, pemikiran yang tajam, kemampuan menulis yang ciamik, dan konsistensi dalam memegang nilai-nilai prinsipil membuat sinarnya kian terlihat jelas.
Dan tak terasa akupun terbangun dari lamunan saat ia datang. Ah semoga dua sahabatku ini, menjadi jalan bagiku bertemu takdir masa depanku. Dan ternyata sejauh ini memang benar, mereka berdua yang menjadi perpanjangan tangan sang kuasa untuk diriku dan dirinya. Terima kasih.
Barakallah kawan, Jati Nantiasa Ahmad, Suami dari Dea Adhicita dan ayah dari Ksatria. Selamat hari lahir, semoga limpahan rahmat selalu tercurah pada keluarga kecil kalian.
Tapi perasaan kaku dan canggung itu hanya sesaat, seiring datangnya makanan dan minuman di rumah makan itu, kamipun kembali tergelak dalam tawa dan pertemuan yang hangat seperti dulu. Ah kawan, tak terasa waktu berlalu begitu cepat, dengan dirimu kini yang menjadi calon ayah serta ksatria cilik dikandungan istrimu ternyata banyak cerita yang telah terjadi, membuatku kembali terkenang masa-masa sekolah dulu.
Kami satu sekolah saat SD dulu, di SDN Bumi Bekasi Baru V, dan kalau tidak salah pertama kali kami bertemu saat kelas 3 atau 4 SD, akupun lupa-lupa ingat. Tapi yang jelas, pertemuan pertamaku dengannya tak mengenakkan, entah seperti apa detailnya, tapi yang jelas bukan sesuatu yang menyenangkan. Seiring berjalannya waktu, di kelas dan sekolah itu, ternyata kami memiliki banyak persamaan.
Sama-sama menyukai diskusi, bermain bola, dan bersaing untuk mendapatkan nilai ulangan yang lebih tinggi saat kelas 6 dulu. haha. Dengan kelas yang padat, hampir 50 orang lebih, maka satu meja diisi oleh 3 orang, dan saat itu aku, dia, serta temanku yang satunya lagi, Carlos Siregar, saling berlomba mendapatkan nilai ulangan yang lebih tinggi, dan entah mengapa itu hal yang sangat mengasyikkan, saat belajar memang terasa menyenangkan.
Kamipun lulus dan takdir membawa cerita baru bahwa kami berada di SMP yang kembali sama. Di masa SMP ini bakat dan cahayanya makin terlihat. Ia menjadi Ketua OSIS dengan prestasi akademik yang juga mumpuni. Berbeda denganku yang tak lebih dari sekedar siswa hilir mudik dari rumah ke sekolah. hehe. Di kelas 1 dan 2 yang berbeda, kamipun di kelas yang sama lagi di kelas 3. Dan akupun bersyukur, setidaknya pengalaman 2 tahun di SMP tidak sia-sia karena di kelas 3 kamipun satu kelas lagi, karena bertukar pengalaman dan pikiran dengannya sangat menyenangkan.
Satu pemikiran dan pemahaman tentang bagaimana SMA yang bagus itu, kamipun kembali berkumpul di SMA yang sama, SMA 1 Bekasi. Dan kamipun sepakat, atau setidaknya saya pribadi sepakat, bahwa masa SMA bisa jadi masa yang tak begitu menyenangkan dibandingkan ketika SD dan SMP dulu. Maka tak heran, kamipun lebih banyak menghabiskan waktu di organisasi, dibandingkan bergelut dalam bidang akademis. Tapi mau tak mau, ujung-ujungnya, akademis adalah tujuan akhir, dan tak terasa kamipun berada di penghujung masa putih abu-abu.
Awalnya kami ragu, bisakah menembus PTN, tapi alhamdulilla, Allah memperlihatkan kuasanya dengan meluluskan kami di PTN, dan tak disangka di PTN yang sama dan fakultas yang sama, walaupun sempat setahun ia menghabiskan waktu di bandung sana. Dan memang sepertinya kampusnya dulu tak cukup besar tuk menampung visi dan cita-citanya yang waah. Di kampus UI ini, kualitasnya sebagai individu jelas terlihat, pemikiran yang tajam, kemampuan menulis yang ciamik, dan konsistensi dalam memegang nilai-nilai prinsipil membuat sinarnya kian terlihat jelas.
Dan tak terasa akupun terbangun dari lamunan saat ia datang. Ah semoga dua sahabatku ini, menjadi jalan bagiku bertemu takdir masa depanku. Dan ternyata sejauh ini memang benar, mereka berdua yang menjadi perpanjangan tangan sang kuasa untuk diriku dan dirinya. Terima kasih.
Barakallah kawan, Jati Nantiasa Ahmad, Suami dari Dea Adhicita dan ayah dari Ksatria. Selamat hari lahir, semoga limpahan rahmat selalu tercurah pada keluarga kecil kalian.
Wednesday, 20 March 2013
Enyahkan Moda Negeri Autopilot
Tiap orang di negeri ini sudah memiliki rencana sendiri-sendiri, bahkan untuk seorang kepala negara sekalipun. Tak ada yang namanya kolaborasi demi menggapai kesejahteraan bersama, yang ada malah individualisme demi menjaga kepentingan masing-masing. Untukmu usahamu, dan untukku usahaku, bagimu urusanmu, dan bagiku urusanku, selesai perkara. Persetan dengan harga bawang putih melambung tinggi, masa bodoh dengan mutilasi dan kejahatan yang makin keji, sing penting tahun depan agenda pemilu aman terkendali. ah sakit..
Sibuk, masing-masing kita sibuk dengan urusan pribadi dan kelompok kita. Karena memang pemimpin di negeri ini mengajarkan hal seperti itu. Tak sedikit gambaran yang kini terekam awak media menunjukkan bahwa presiden saja punya agenda khusus terhadap partainya. Mengambil porsi lebih besar hingga seringkali membuat saya bingung, ini presiden negara ataukah presiden partai. Tapi yasudahlah, toh tak terlalu banyak pengaruhnya, ada dan tiadanya sang presiden, masing-masing kita sudah terbiasa berjalan sendiri-sendiri.
Tapi terkadang, berjalan sendirian itu membosankan, dan tak jarang lebih melelahkan. Tak ada ucapan saling menguatkan, tak ada yang siap sedia memberikan bantuan. Semuanya diusahakan sendiri hingga lelah tak jarang melemahkan kekuatan. Padahal jika dipikir-pikir berjalan bersama itu mengasyikkan, saat tiap orang memiliki porsi untuk berkontribusi, hingga energi kian meninggi dan tak mudah jatuh dalam jurang frustasi. Tapi yang ada kini sebaliknya, energi itu telah habis dipakai oleh masing-masing individu, bahkan sebelum ia sempat bergabung menjadi satu.
Maka dari itu, idealnya memang kesadaran tuk bersama memadukan energi perlu dilestarikan sejak kini. Hingga nantinya energi itu tak habis tuk sekedar membereskan dilema politik yang seringkali tak berbuah manfaat apapun. Padahal masih banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan dibandingkan berlarut-larut mengurus permasalahan politik yang tiada habisnya.
Cukup sudah 10 tahun ini moda autopilot berjalan. Saatnya memadukan energi tuk bersama berkolaborasi dengan sang pemimpin yang tidak hanya jualan pencitraan, tapi juga memiliki kesadaran tuk menyatukan energi individu di negeri ini, dalam sebuah kerja nyata demi mewujudkan cita-cita bersama. Negeri yang makmur dan sejahtera.
aamiin.
Sibuk, masing-masing kita sibuk dengan urusan pribadi dan kelompok kita. Karena memang pemimpin di negeri ini mengajarkan hal seperti itu. Tak sedikit gambaran yang kini terekam awak media menunjukkan bahwa presiden saja punya agenda khusus terhadap partainya. Mengambil porsi lebih besar hingga seringkali membuat saya bingung, ini presiden negara ataukah presiden partai. Tapi yasudahlah, toh tak terlalu banyak pengaruhnya, ada dan tiadanya sang presiden, masing-masing kita sudah terbiasa berjalan sendiri-sendiri.
Tapi terkadang, berjalan sendirian itu membosankan, dan tak jarang lebih melelahkan. Tak ada ucapan saling menguatkan, tak ada yang siap sedia memberikan bantuan. Semuanya diusahakan sendiri hingga lelah tak jarang melemahkan kekuatan. Padahal jika dipikir-pikir berjalan bersama itu mengasyikkan, saat tiap orang memiliki porsi untuk berkontribusi, hingga energi kian meninggi dan tak mudah jatuh dalam jurang frustasi. Tapi yang ada kini sebaliknya, energi itu telah habis dipakai oleh masing-masing individu, bahkan sebelum ia sempat bergabung menjadi satu.
Maka dari itu, idealnya memang kesadaran tuk bersama memadukan energi perlu dilestarikan sejak kini. Hingga nantinya energi itu tak habis tuk sekedar membereskan dilema politik yang seringkali tak berbuah manfaat apapun. Padahal masih banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan dibandingkan berlarut-larut mengurus permasalahan politik yang tiada habisnya.
Cukup sudah 10 tahun ini moda autopilot berjalan. Saatnya memadukan energi tuk bersama berkolaborasi dengan sang pemimpin yang tidak hanya jualan pencitraan, tapi juga memiliki kesadaran tuk menyatukan energi individu di negeri ini, dalam sebuah kerja nyata demi mewujudkan cita-cita bersama. Negeri yang makmur dan sejahtera.
aamiin.
Tuesday, 19 March 2013
Berebut Suara diantara Partai Islam
Butuh waktu lama bagi saya untuk mencerna sikap yang ditampakkan oleh PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Menolak keikutsertaan PBB (Partai Bulan Bintang) dalam pemilu. Sikap yang muncul seiring pengajuan banding petinggi PBB terhadap keputusan KPU yang tidak meloloskan mereka sebagai peserta Pemilu 2014. Apa karena bermaksud mendukung kerja KPU dengan menjalankan saja hasil verifikasi kelayakan partai tanpa sibuk dan repot-repot mengurus partai yang mengajukan banding, atau karena suara loyalis partai islam yang makin tergerus membuat PKB dan PPP ketakutan 'jatah' suara mereka menjadi berkurang.
Tapi apapun itu, kekhawatiran terpecahnya suara loyalis partai berbasis keislaman nampak jelas terlihat. Trend yang ada memang menunjukkan bahwa suara partai islam tak pernah beranjak dari dulu, selalu saja dibawah bayang-bayang partai nasionalis macam Demokrat, Golkar, dan PDIP. Ditambah beberapa kasus yang melibatkan petinggi partai Islam membuat kepercayaan publik kembali menurun. Padahal jika dipikir-pikir partai nasionalis pun bisa dikatakan lebih parah dalam urusan kasus korupsi.
Namun publik tak mau susah-susah berpikir kritis untuk hal semacam itu, yang mereka tahu, lebih baik sekalian saja memilih partai nasionalis yang tidak membawa embel-embel agama, daripada memilih partai Islam yang ketahuan cacatnya. Karena wajar saja jika partai nasionalis melakukan kesalahan karena mereka kumpulan manusia yang tak sempurna, tapi tidak dengan partai yang membawa-bawa agama, mereka seharusnya lurus dan tak boleh ada cela, jadi sekali saja berbuat salah, selamanya akan sulit dimaafkan. Duh.. logika yang aneh.
Belajar dari kemenangan partai berbasis keislaman di Mesir dan Turki, idealnya suara yang dibidik tak lagi terpusat pada loyalis partai islam (pemuda, masyarakat muslim konservatif, dan semacamnya) yang mau tidak mau, pasti memilih partai Islam, apapun itu. Karena ternyata peluang suara yang lebih besar terletak di luar kelompok itu, yang seharusnya memilih partai islam karena sebagian besar mereka adalah muslim. Tapi kenyataannya, entah karena kadung tak menyukai partai yang membawa-bawa agama atau karena mereka memiliki pandangan lain terkait fenomena partai islam, suara mereka justru sebagian besar diambil oleh partai-partai nasionalis.
Nampaknya paradigma yang melekat di benak petinggi PKB dan PPP masih sama, meraih dan berebut suara loyalis partai islam tanpa punya keinginan tuk merebut suara mayoritas muslim bahkan non-muslim yang berada diluar sana. Entah karena malas untuk berusaha lebih profesional dan amanah, atau karena sudah merasa nyaman dengan basis masa yang fanatik, membuat mereka cenderung berfokus dalam pencitraan partai tanpa usaha nyata tuk menjadikan partai islam terlihat lebih keren dimata para pemilih. Hingga ketakutan itupun berujung pada penolakan mereka terhadap keikutsertaan PBB, saudara mereka sendiri, dalam pemilu kali ini.
Tapi untungnya PTUN berpendapat lain, PBB dinyatakan lolos verfikasi dan KPU pun menerima putusan tersebut tanpa melakukan banding lagi. Jadi, Selamat kepada PBB, semoga keikutsertaan anda menambah gairah kompetisi, fastabiqul khoirot diantara partai-partai Islam. Dan kepada PKB dan PPP, terima sajalah keputusan PTUN, toh sepertinya keikutsertaan PBB tak sesignifikan itu mempengaruhi suara anda, karena memang suara anda segitu-gitu saja.
Tapi apapun itu, kekhawatiran terpecahnya suara loyalis partai berbasis keislaman nampak jelas terlihat. Trend yang ada memang menunjukkan bahwa suara partai islam tak pernah beranjak dari dulu, selalu saja dibawah bayang-bayang partai nasionalis macam Demokrat, Golkar, dan PDIP. Ditambah beberapa kasus yang melibatkan petinggi partai Islam membuat kepercayaan publik kembali menurun. Padahal jika dipikir-pikir partai nasionalis pun bisa dikatakan lebih parah dalam urusan kasus korupsi.
Namun publik tak mau susah-susah berpikir kritis untuk hal semacam itu, yang mereka tahu, lebih baik sekalian saja memilih partai nasionalis yang tidak membawa embel-embel agama, daripada memilih partai Islam yang ketahuan cacatnya. Karena wajar saja jika partai nasionalis melakukan kesalahan karena mereka kumpulan manusia yang tak sempurna, tapi tidak dengan partai yang membawa-bawa agama, mereka seharusnya lurus dan tak boleh ada cela, jadi sekali saja berbuat salah, selamanya akan sulit dimaafkan. Duh.. logika yang aneh.
Belajar dari kemenangan partai berbasis keislaman di Mesir dan Turki, idealnya suara yang dibidik tak lagi terpusat pada loyalis partai islam (pemuda, masyarakat muslim konservatif, dan semacamnya) yang mau tidak mau, pasti memilih partai Islam, apapun itu. Karena ternyata peluang suara yang lebih besar terletak di luar kelompok itu, yang seharusnya memilih partai islam karena sebagian besar mereka adalah muslim. Tapi kenyataannya, entah karena kadung tak menyukai partai yang membawa-bawa agama atau karena mereka memiliki pandangan lain terkait fenomena partai islam, suara mereka justru sebagian besar diambil oleh partai-partai nasionalis.
Nampaknya paradigma yang melekat di benak petinggi PKB dan PPP masih sama, meraih dan berebut suara loyalis partai islam tanpa punya keinginan tuk merebut suara mayoritas muslim bahkan non-muslim yang berada diluar sana. Entah karena malas untuk berusaha lebih profesional dan amanah, atau karena sudah merasa nyaman dengan basis masa yang fanatik, membuat mereka cenderung berfokus dalam pencitraan partai tanpa usaha nyata tuk menjadikan partai islam terlihat lebih keren dimata para pemilih. Hingga ketakutan itupun berujung pada penolakan mereka terhadap keikutsertaan PBB, saudara mereka sendiri, dalam pemilu kali ini.
Tapi untungnya PTUN berpendapat lain, PBB dinyatakan lolos verfikasi dan KPU pun menerima putusan tersebut tanpa melakukan banding lagi. Jadi, Selamat kepada PBB, semoga keikutsertaan anda menambah gairah kompetisi, fastabiqul khoirot diantara partai-partai Islam. Dan kepada PKB dan PPP, terima sajalah keputusan PTUN, toh sepertinya keikutsertaan PBB tak sesignifikan itu mempengaruhi suara anda, karena memang suara anda segitu-gitu saja.
Monday, 18 March 2013
Si Akun Tiga Macan
Lucu juga melihat lakon yang kini diperankan salah satu akun di dunia maya, akun twitter trio macan yang cukup menghebohkan beberapa waktu belakangan ini. Entah bagaimana caranya tiap kali si macan berkicau, selalu saja ada informasi terselubung yang tak diketahui tiap orang terkait apa yang ia sampaikan. Ada dua kemungkinan cara si macan hingga dapat membeberkan informasi semacam itu, pertama, memiliki informan terpercaya di tiap lapis jaringan penguasa di negeri ini atau yang kedua, itu semua sekedar dugaan berujung prasangka yang tak dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk kemungkinan pertama, beberapa orang menyebut akun twitter ini memang dikelola oleh beberapa orang dekat dari penguasa negeri ini. Sila di cek siapa-siapa saja mereka melalui mbah google, yang jelas akses informasi si macan memang lumayan besar. Sedangkan untuk kemungkinan kedua juga tak kalah besar kemungkinannya. Berbagai informasi yang memojokkan seseorang atau instansi rentan disalahartikan, apalagi informasi itu berasal dari sebuah akun anonim yang tak dapat dijamin kredibilitasnya. Maka bisa jadi fitnah yang lebih banyak dibandingkan akurasi informasinya.
Tapi memang si macan ini punya skill mengolah informasi yang ciamik, mengaitkannya dengan kondisi faktual yang terjadi dengan posisioning yang jelas sebagai seorang pemegang informasi penting. Jadi tak heran dengan berita kontroversi yang diolah dalam dialektika konspirasi membuat akun ini berjaya di kalangan tweeps yang haus informasi. Karena kecenderungan yang kini terjadi di kalangan netter, tak penting seberapa besar validitas berita tersebut, yang utama adalah bagaimana berita itu mampu memancing keingintahuan orang-orang.
Melihat kenyataan ini, tentunya bagi seorang terpelajar seperti anda, atau kita, hendaknya tak serta merta mempercayai tweet-tweet yang dituliskan dalam akun tersebut. Berbagai klaim dan kesaksian yang diungkapkan oleh si macan tak perlu terlalu ditanggapi serius, santai saja, karena toh informasi yang ada memang belum tentu valid. Anggap saja apa-apa yang dituliskan sekedar pengaya informasi yang telah kita miliki dan tak perlu terlalu reaktif menanggapinya.
Lucunya adalah, beberapa kalangan aktivis yang dulu sangat membenci si macan, seolah berterima kasih padanya karena membela kelompok mereka yang selama ini 'dizalimi' oleh sekelompok orang. Padahal dulu jelas-jelas si aktivis ini terang-terangan meragukan dan tak menyukai si akun ini. duh.. Jadi jelas memang, tak penting dari siapa informasi itu datang, selama ia mendukung kelompok anda, ketahuilah bahwa mereka adalah teman yang patut dipercaya.
Untuk kemungkinan pertama, beberapa orang menyebut akun twitter ini memang dikelola oleh beberapa orang dekat dari penguasa negeri ini. Sila di cek siapa-siapa saja mereka melalui mbah google, yang jelas akses informasi si macan memang lumayan besar. Sedangkan untuk kemungkinan kedua juga tak kalah besar kemungkinannya. Berbagai informasi yang memojokkan seseorang atau instansi rentan disalahartikan, apalagi informasi itu berasal dari sebuah akun anonim yang tak dapat dijamin kredibilitasnya. Maka bisa jadi fitnah yang lebih banyak dibandingkan akurasi informasinya.
Tapi memang si macan ini punya skill mengolah informasi yang ciamik, mengaitkannya dengan kondisi faktual yang terjadi dengan posisioning yang jelas sebagai seorang pemegang informasi penting. Jadi tak heran dengan berita kontroversi yang diolah dalam dialektika konspirasi membuat akun ini berjaya di kalangan tweeps yang haus informasi. Karena kecenderungan yang kini terjadi di kalangan netter, tak penting seberapa besar validitas berita tersebut, yang utama adalah bagaimana berita itu mampu memancing keingintahuan orang-orang.
Melihat kenyataan ini, tentunya bagi seorang terpelajar seperti anda, atau kita, hendaknya tak serta merta mempercayai tweet-tweet yang dituliskan dalam akun tersebut. Berbagai klaim dan kesaksian yang diungkapkan oleh si macan tak perlu terlalu ditanggapi serius, santai saja, karena toh informasi yang ada memang belum tentu valid. Anggap saja apa-apa yang dituliskan sekedar pengaya informasi yang telah kita miliki dan tak perlu terlalu reaktif menanggapinya.
Lucunya adalah, beberapa kalangan aktivis yang dulu sangat membenci si macan, seolah berterima kasih padanya karena membela kelompok mereka yang selama ini 'dizalimi' oleh sekelompok orang. Padahal dulu jelas-jelas si aktivis ini terang-terangan meragukan dan tak menyukai si akun ini. duh.. Jadi jelas memang, tak penting dari siapa informasi itu datang, selama ia mendukung kelompok anda, ketahuilah bahwa mereka adalah teman yang patut dipercaya.
Saturday, 16 March 2013
Dibalik Ruang Sidang
Ruangan itu makin terasa mencekam,
pendingin udara seolah tak hentinya menghembuskan aura ketakutan yang tak
kunjung hilang dari pikirannya.
“Berdasarkan bukti-bukti yang ada jelas terlihat bahwa Saudara Rios terlibat dalam pembunuhan yang terjadi pada..”
“mohon maaf yang mulia tapi saya rasa pernyataan yang disampaikan penuntut sudah terlalu jauh dan...”
“Harap tenang.. kepada kuasa hukum terdakwa diharapkan untuk menunggu pernyataan dari penuntut umum selesai dibacakan.”
“terima kasih yang mulia, peristiwa pembunuhan yang terjadi pada malam 10 Agustus 2012 merenggut nyawa dua orang korban berinisial NA dan PA, 29 tahun dan 32 tahun, warga di daerah Penjaringan Jakarta Utara. Motif pembunuhan berdasarkan keterangan dari dua orang saksi memperlihatkan bahwa terdakwa memiliki permasalahan dengan salah seorang korban dalam hal hutang piutang. Selain itu terdakwa juga dianggap memiliki dendam yang diakibatkan oleh pertikaian mengenai pengelolaan lahan parkir illegal. Ditambah lagi terdakwa yang saat itu berada di TKP terindikasi menggunakan obat-obatan terlarang sejenis heroin dan dalam pengaruh alkohol berdasarkan hasil tes urin. Di TKP juga ditemukan sepucuk senjata yang diduga dipakai oleh terdakwa untuk menembak korban. Berdasarkan fakta dan bukti yang ada maka tersangka terancam dijerat dengan pasal...”
Pernyataan panjang lebar dari jaksa penuntut umum nampak terdengar sayup-sayup di telinganya. Rios tak mempedulikannya, yang terbayang dalam benaknya kini adalah jeruji penjara yang akan ditempatinya beberapa puluh tahun kedepan. Sebuah kemungkinan yang tak lain membunuh harapannya untuk hidup.
“Tenangkan dirimu, kau tak perlu berbicara banyak, kurasa pernyataanmu kemarin cukup menggambarkan situasi sebenarnya saat itu. Jangan terpancing dengan pernyataan mereka, jawab sesuai apa yang terjadi. Mereka tidak punya cukup bukti untuk menjeratmu, keterangan dua saksi itupun meragukan, satu orang dinyatakan memiliki masalah mental, kebenaran pernyataannya diragukan, sedangkan yang lain memiliki catatan kejahatan yang mengerikan dan kurasa dari hal itu saja kita dapat melihat kualitas kesaksiannya. Lihat? Dua orang saksi dan sebuah bukti yang lemah. Kita lihat putusan sidang besok. Semoga yang terbaik.”
Hanya kalimat terakhir yang terekam di benak Rios. Semoga yang terbaik. Ya, semoga yang terbaik.
Beberapa orang nampak meninggalkan ruangan yang menyisakan dirinya, kawannya dan seseorang yang tak dikenalinya yang terlihat makin mabuk. Dalam kondisi setengah sadar, ia pun sempat mendengar adu mulut diantara kedua orang itu yang samar-samar terlihat olehnya saling memegang dan mengarahkan senjata, dan tak lama setelah itu iapun terjatuh tak sadarkan diri diiringi suara letusan senapan.
Keesokan harinya ia pun terbangun dengan sebuah kenyataan bahwa dirinya dijebak, entah apa yang terjadi dan siapa yang melakukan semua ini. Tiba-tiba beberapa dakwaan telah sampai padanya dengan tuduhan melakukan tindak pidana pembunuhan dan penggunaan obat-obatan terlarang. Dua tahun sudah dan ia tetap pada keyakinannya bahwa ia tak bersalah, tak pernah terbayangkan dalam pikirannya menghilangkan nyawa seseorang dan ia tahu, ia takkan mampu melakukannya bahkan kepada orang yang sangat dibencinya.
Pintu ruang sidang berwarna coklat tua membangunkannya dari lamunan, tak terasa jarak dari ruang sidang dan sel tahanan yang jauh, cukup membuatnya mengenang kembali rekaman peristiwa naasnya ini. Disinilah ia berada sekarang, persidangan yang membawanya pada sebuah kenyataan.
Tuhan, aku telah berjanji padaMu, dan kepadaMu lah kini aku berharap.
--
15 tahun berjalan
"Terima kasih tuan.. kau sangat baik."
Gadis kecil itu nampak riang menerima bunga pemberiannya, tapi tidak dengan wanita disamping anak itu. Nampak jelas terlihat sorot mata penuh rasa jijik. Tak apa, toh bukan sekali ini saja ia menerima perlakuan seperti itu.
"Rios, saatnya tiba.."
seorang berbadan besar nampak berdiri disampingnya. Membantu membereskan barang dan pernak-pernik bunga yang dijualnya untuk diangkut kembali kedalam mobil. Terlihat warna sirine yang menyala dari mobil itu yang kan membawanya kembali.
15 tahun berjalan, dan masih banyak waktu tuk memahami hidup ini.
Oh
tolonglah, aku tidak bersalah, bukan aku yang melakukannya. Bodohnya aku, kalau
saja bukan karena orang itu. Ah.. sial
“Berdasarkan bukti-bukti yang ada jelas terlihat bahwa Saudara Rios terlibat dalam pembunuhan yang terjadi pada..”
“mohon maaf yang mulia tapi saya rasa pernyataan yang disampaikan penuntut sudah terlalu jauh dan...”
Terdengar suara ketukan palu yang
menggema di seluruh ruang sidang.
“Harap tenang.. kepada kuasa hukum terdakwa diharapkan untuk menunggu pernyataan dari penuntut umum selesai dibacakan.”
Hakim pun kembali menyandarkan
tubuhnya di atas kursi singgasana sidang, jelas terlihat raut wajah penuh
keletihan darinya.
“terima kasih yang mulia, peristiwa pembunuhan yang terjadi pada malam 10 Agustus 2012 merenggut nyawa dua orang korban berinisial NA dan PA, 29 tahun dan 32 tahun, warga di daerah Penjaringan Jakarta Utara. Motif pembunuhan berdasarkan keterangan dari dua orang saksi memperlihatkan bahwa terdakwa memiliki permasalahan dengan salah seorang korban dalam hal hutang piutang. Selain itu terdakwa juga dianggap memiliki dendam yang diakibatkan oleh pertikaian mengenai pengelolaan lahan parkir illegal. Ditambah lagi terdakwa yang saat itu berada di TKP terindikasi menggunakan obat-obatan terlarang sejenis heroin dan dalam pengaruh alkohol berdasarkan hasil tes urin. Di TKP juga ditemukan sepucuk senjata yang diduga dipakai oleh terdakwa untuk menembak korban. Berdasarkan fakta dan bukti yang ada maka tersangka terancam dijerat dengan pasal...”
Pernyataan panjang lebar dari jaksa penuntut umum nampak terdengar sayup-sayup di telinganya. Rios tak mempedulikannya, yang terbayang dalam benaknya kini adalah jeruji penjara yang akan ditempatinya beberapa puluh tahun kedepan. Sebuah kemungkinan yang tak lain membunuh harapannya untuk hidup.
Sidang ditunda setelah pembacaan
pembelaan yang cukup panjang dari kuasa hukumnya. Tak satupun uraian kata pembelaan dari sang pengacara yang terekam
dalam pikirannya. Semuanya bagaikan mimpi buruk, berulang kali ia berusaha tuk
terjaga dari tidur panjang tapi kenyataan berbicara sebaliknya, ini bukan
mimpi, ini sebuah realita yang harus dihadapinya. Sembari menuju ruang tahanan,
ia berjalan didampingi kuasa hukumnya yang terus memberikan angin segar optimisme, kondisi kalut dan ketakutan membuatnya hanya
menganggukkan kepala mendengar pernyataan dari pengacaranya.
“Tenangkan dirimu, kau tak perlu berbicara banyak, kurasa pernyataanmu kemarin cukup menggambarkan situasi sebenarnya saat itu. Jangan terpancing dengan pernyataan mereka, jawab sesuai apa yang terjadi. Mereka tidak punya cukup bukti untuk menjeratmu, keterangan dua saksi itupun meragukan, satu orang dinyatakan memiliki masalah mental, kebenaran pernyataannya diragukan, sedangkan yang lain memiliki catatan kejahatan yang mengerikan dan kurasa dari hal itu saja kita dapat melihat kualitas kesaksiannya. Lihat? Dua orang saksi dan sebuah bukti yang lemah. Kita lihat putusan sidang besok. Semoga yang terbaik.”
Hanya kalimat terakhir yang terekam di benak Rios. Semoga yang terbaik. Ya, semoga yang terbaik.
--
Rios kembali berjalan memasuki ruang
sidang yang akan memutuskan nasibnya kelak. Persidangan yang berlarut-larut dan
kondisi sel yang mengerikan membuatnya frustasi. Ia pun kerap kali mengutuki
kebodohannya yang tak sengaja datang mengunjungi rumah seorang kawan lama. Kawan
itu pun menawarinya dengan berbagai 'barang baru' dan 'segar', heroin itu dan
alkohol yang terhampar bebas di dalam ruangan penuh dentuman lagu pesta. Ia terus menolak tawaran dari kawannya itu, alkohol dan obat-obatan telah lama ditinggalkannya, ia kini bersih. Tapi entah bagaimana sebotol softdrink dari si kawan membuat kepalanya sedikit pusing. oh tidak, ada apa ini.
Beberapa orang nampak meninggalkan ruangan yang menyisakan dirinya, kawannya dan seseorang yang tak dikenalinya yang terlihat makin mabuk. Dalam kondisi setengah sadar, ia pun sempat mendengar adu mulut diantara kedua orang itu yang samar-samar terlihat olehnya saling memegang dan mengarahkan senjata, dan tak lama setelah itu iapun terjatuh tak sadarkan diri diiringi suara letusan senapan.
Keesokan harinya ia pun terbangun dengan sebuah kenyataan bahwa dirinya dijebak, entah apa yang terjadi dan siapa yang melakukan semua ini. Tiba-tiba beberapa dakwaan telah sampai padanya dengan tuduhan melakukan tindak pidana pembunuhan dan penggunaan obat-obatan terlarang. Dua tahun sudah dan ia tetap pada keyakinannya bahwa ia tak bersalah, tak pernah terbayangkan dalam pikirannya menghilangkan nyawa seseorang dan ia tahu, ia takkan mampu melakukannya bahkan kepada orang yang sangat dibencinya.
Pintu ruang sidang berwarna coklat tua membangunkannya dari lamunan, tak terasa jarak dari ruang sidang dan sel tahanan yang jauh, cukup membuatnya mengenang kembali rekaman peristiwa naasnya ini. Disinilah ia berada sekarang, persidangan yang membawanya pada sebuah kenyataan.
Tuhan, aku telah berjanji padaMu, dan kepadaMu lah kini aku berharap.
--
15 tahun berjalan
"Terima kasih tuan.. kau sangat baik."
Gadis kecil itu nampak riang menerima bunga pemberiannya, tapi tidak dengan wanita disamping anak itu. Nampak jelas terlihat sorot mata penuh rasa jijik. Tak apa, toh bukan sekali ini saja ia menerima perlakuan seperti itu.
"Rios, saatnya tiba.."
seorang berbadan besar nampak berdiri disampingnya. Membantu membereskan barang dan pernak-pernik bunga yang dijualnya untuk diangkut kembali kedalam mobil. Terlihat warna sirine yang menyala dari mobil itu yang kan membawanya kembali.
15 tahun berjalan, dan masih banyak waktu tuk memahami hidup ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)