Tiap orang pasti punya masa-masa kelam saat sekolah dulu, termasuk saya. Saya yang dulu bisa dibilang berprestasi ketika SD dan SMP pernah sesekali mencontek dan itu menjadi buah penyesalan yang tak kunjung hilang bahkan hingga kini. Tapi penyesalan tinggal penyesalan, maka selepas SD, sayapun tak pernah lagi mencontek, walau sekedar melihat rumus-rumus dari buku yang diselipkan dibawah meja atau melirik mencari jawaban dari teman semeja. Mencontek bagaikan cacat yang takkan hilang dari pikiran meski sudah lama berlalu.
Mencontek itu ibarat debu yang menempel di sebuah cermin yang bersih dan cemerlang. Awalnya mungkin tak terlihat dan tak berpengaruh banyak pada si cermin, tapi semakin lama bila debu itu tak dibersihkan dan dibiarkan menumpuk banyak, maka cermin yang tadinya mampu merefleksikan benda yang dihadapkan padanya dengan baik, ternyata menjadi buram dan tak elok lagi tuk digunakan. Mungkin awalnya tak terasa, tapi karena dibiarkan menumpuk, semakin lama membuat buram mata hati. Hingga perilaku mencontek akan menjadi kebiasaan dan menganggap bahwa mencontek itu hal yang wajar.
Tapi ya, tentunya akan ada banyak alasan dibalik tindakan mencontek, bahkan mungkin ada yang menganggap terlalu serius jika memvonis orang-orang yang mencontek, anak-anak kecil itu, tak menjunjung nilai kejujuran. Menganggap bahwa tindakan mencontek mereka sekedar menyelamatkan diri dari omelan orang tua, dan cemoohan teman sekelas. Karena biasanya mencontek ada dan terjadi saat munculnya kesempatan dan dalam kondisi yang kepepet.
Sehingga tak heran sayapun sempat kecewa saat memergoki salah seorang kawan saya yang berprestasi, selalu juara kelas, tiba-tiba mencontek. Pura-pura melihat kebawah meja padahal disana ada buku yang terselip. Sungguh kecewa saya dibuatnya, orang yang awalnya saya kagumi ternyata bisa juga mencontek karena sebab kepepet dan terpaksa, menyelamatkan diri dan reputasinya agar tak turun dimata teman dan guru-guru.
Jadi memang awalnya mungkin bila belum terbiasa akan terasa sebuah rasa penyesalan di dada dan merasa was-was serta khawatir bila ketahuan mencontek. Tapi jika dibiarkan terus berlanjut, akan terasa bahwa mencontek itu asyik. Tak butuh usaha, cukup bermodal kemampuan melirik dan berpura-pura saja, dan simsalabim, nilaipun sempurna.
Tapi memang tidak mencontek itu tidaklah mudah. Harus siap belajar serta memahami mata pelajaran dengan baik. Jika tidak, maka bersiaplah merasakan nilai yang buruk, omelan orang tua, dan ejekan teman-teman. Namun yang namanya kejujuran pasti berbuah manis, jika anda tidak terbiasa mencontek sejak kecil, niscaya nasib anda kelak setidaknya akan baik-baik saja dan tenang selalu. Tidak ada kemungkinan menjadi koruptor, tukang selingkuh, dan tukang fitnah, hidup anda akan damai dan penuh keberkahan.
Karena jujur itu hebat.
No comments:
Post a Comment