Suatu saat Rasulullah dikunjungi
oleh salah seorang Sahabiah (sahabat dari kaum wanita), Asma Binti Abu Bakar,
yang bertanya perihal hartanya. Kehidupan Asma yang merupakan istri dari Zubair
Bin Awwam, salah satu sahabat dari 10 orang sahabat yang dijamin masuk surga,
adalah Kehidupan yang jauh dari kesenangan dunia. Tak ada harta melimpah, dan
makanan-makanan lezat, secukupnya saja dan seringkali kurang. Kondisi yang
membuat Asma memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah.
“Ya Rasulullah, uang yang ada padaku
hanyalah uang yang diberikan suamiku padaku. Tak ada lebih untuk yang lain. Adakah
keringanan bagiku untuk hal ini?”
Rasulullah pun menjawab. “Wahai
Asma, Berinfaklah atau bersedekahlah & janganlah kamu menahan sebagian
hartamu (tidak mau berinfak), atau Allah akan menyempitkan rizkimu, &
janganlah kamu bakhil atau Allah akan bakhil terhadapmu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan memberikan kita sebuah pemahaman bahwa anjuran bersedekah bukan
sekedar untuk seseorang yang kelebihan harta, tapi untuk semua orang, tak
memandang bagaimana kondisi ekonominya. Entah dia kaya, miskin, biasa saja,
tapi jika ia mendapatkan rizqi, maka dianjurkan baginya untuk mengeluarkan
sebagiannya di jalan Allah.
Tapi memang paradigma yang terlanjur
ada mengatakan bahwa bersedekah adalah urusan orang-orang kaya, dan orang
miskin tak ada kesempatan yang sama. Sedikit banyak hal ini yang mungkin
menjadi pembenaran sebagian orang untuk tidak bersedekah. Padahal bukan masalah
hartanya yang jadi persoalan, tapi lebih kepada mental pemberi yang perlu
dilatih.
Berapa banyak orang-orang yang
memiliki kelebihan rizqi justru bakhil dalam mengelola hartanya, dan berapa
banyak orang-orang yang kekurangan rizqi justru dermawan walau berinfak seadanya
dan tidak banyak. Jadi sebenarnya bukan perkara ada dan tidak ada harta, tapi
lebih karena mind set yang masih tertancap kuat bahwa harta adalah miliknya
pribadi.
Akan lebih mudah bagi seseorang
dalam menyisihkan sebagian hartanya jika ia menyadari bahwa harta yang ada
padanya merupakan titipan, tidak sepenuhnya milik pribadi. Rasa kecintaan yang
berlebihan terkadang membuat seseorang enggan lepas dari hartanya. Ditumpuk sebanyak-banyaknya
hingga melekat dan sulit dipisahkan. Hingga lambat laun melupakan sebuah hakikat
bahwa harta yang dipegang dan dimiliki punya masa pakai, sampai ajal menjemput.
Karena harta memang tidak dibawa mati, bagaimana harta itu digunakan, itulah
yang akan dibawa mati.
Maka sungguh indah jika tiap orang
mau memberi, dan tidak sekedar mementingkan dirinya sendiri. Harta akan
bergerak ibarat air yang mengalir, ia akan membersihkan, menyejukkan dan memberi
manfaat bagi orang banyak. Tidak seperti harta yang ditumpuk bagai air tergenang
yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Yang justru menjadi bibit kerusakan
dan tumbuhnya penyakit hati, kesenjangan sosial, dan egoisme.
No comments:
Post a Comment