Kalau anda penggemar masakan padang seperti saya tentu tak asing lagi dengan fenomena unik yang ada di restoran nasi padang. Fenomena itu terkait dengan porsi nasi yang diberikan oleh si penjual. Jika anda makan di tempat, biasanya anda hanya akan diberikan satu centong nasi dari si uda penjual nasi padang, dan bila anda merasa kurang anda bisa meminta satu centong tambahan lagi kepada si pelayan. Berbeda saat anda membawa pulang nasi padang. Porsi nasinya lebih banyak dibandingkan anda memakan di tempat. Kenapa ya?
Ada beberapa pendapat tentang fenomena ini, ada yang bilang karena menghemat ongkos cuci piring. Jadi tak perlu repot-repot lagi mencuci piring dan menghabiskan jatah sabun. Tapi pendapat ini sepertinya terlalu berlebihan, selain karena proses mencuci piring yang tergolong simple dan nggak ribet, harga sabun cuci piringpun tak semahal itu hingga perlu dihemat-hemat sedemikian rupa. Kesannya orang padang pelit banget. hehe. Sayapun lebih setuju dengan pendapat selanjutnya ini, karena takut makanannya bersisa.
Jadi memang orang-orang kita ini adalah orang-orang yang cenderung sering menyisakan lauk dan nasi di piringnya, padahal nasi dan lauk itu masih layak untuk dimakan. Alasannya bisa berbagai macam, dan yang paling sering adalah karena sudah kenyang, karena nasi dan lauknya kebanyakan. Maka dari itu, untuk menghindari praktek-praktek menyisakan makanan dari para costumer-nya, si uda penjual nasi padang pun mengambil kebijakan untuk memberikan porsi yang sedikit saja ke piring yang disajikan hingga kemungkinan makanan yang bersisa menjadi kecil, toh harganya tetap sama jika menambah nasi ataupun tidak.
Sayapun melihat bahwa budaya yang ditanamkan kepada saya di dalam keluarga juga tak jauh beda dengan si uda penjual nasi padang. Bahwa makanan sekecil dan sesedikit apapun harus dihabiskan, karena salah-salah masuk kategori mubazir, karena mubazir temannya setan. Penekanan nilai yang sampai kini tertanam di benak saya dan adik-adik.
Mubazir tak sekedar ancamannya saja yang keras, tapi mubazir juga mengindikasikan tingkat kesyukuran seseorang terhadap nikmat yang diperolehnya, dalam hal ini makanan. Kalau ia selalu menghabiskan makanan yang disajikan setidaknya ia orang yang mampu mengungkapkan nikmat dengan cara sepatutnya. Sedangkan yang kerap menyisakan dan menyianyiakan makanan bisa jadi kurang bersyukur dengan nikmat makanan yang diperolehnya. Bersyukurlah, niscaya nikmat dariNya akan ditambahkan kepada mereka yang bersyukur.
Tapi memang menyisakan makanan bagi orang-orang kita masih terkesan biasa saja. Padahal jika dikumpulkan makanan sisa itu dari piring-piring mereka, niscaya akan terkumpul satu piring penuh nasi dan lauk, yang sangat berharga bagi mereka yang membutuhkan. Saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Ditambah lagi kita-kita ini kurang menyadari bahwa yang namanya keberkahan makanan tak ada satupun yang tahu dimana letaknya, apakah di awal kita menyantap makanan, ataukah di butir terakhir nasi yang ada di piring kita. Sehingga nantinya makanan yang berkah berbuah manfaat bagi kita, energi dan nutrisi yang bertambah dan tak berakibat buruk bagi kita seperti tekanan darah tinggi, kolesterol, jantung, dan berbagai penyakit lainnya.
No comments:
Post a Comment