Pekan lalu, 22 Mei 2008, ayahku genap berusia 53 tahun. Hah…bahagia mendengar dirinya -via komunikasi jarak jauh- masih dikaruniai kesehatan di usianya yang tidak lagi muda. Suaranya yang tegas namun penuh kelembutan membuat hati ini terenyuh dan bersyukur dianugerahi seorang yang luar biasa sebagai panutan.
Papa..begitulah biasa ku memanggilnya. Agak aneh memang, di sebuah komunitas yang masih erat memegang adat istiadat, diriku memanggilnya Papa. Ha..ha..sedikit ku tergelak mendengar sindiran orang tentang sapaan ku padanya, “masa orang minang manggil orang tuanya, papa”. Mau bagaimana lagi? Ku telah terbiasa dengan panggilan itu. Ditambah, ku merasakan sebuah kehangatan dan kelembutan setiap ku ucapkan kata itu, papa.
Beliau, sosok yang penuh dengan hikmah dan kehangatan. Pengalaman hidup mengajarkannya tuk mendidik buah hati dengan kelembutan, kasih sayang serta perhatian. Tak mendapatkan itu semua dari orang tuanya mungkin yang menyebabkan ia tak pernah memaksakan kehendaknya kepada kami putra dan putrinya. Setiap keputusan yang kami ambil selalu ditanggapinya dengan senyuman dan sedikit gurauan yang berisi. Cerdas dalam memasukkan nasihatnya pada kami sehingga kami seolah tak pernah merasa digurui.
Pengalaman hidup juga mengajarkannya tuk mensyukuri segala nikmat yang diberikan olehNya dengan sebenar-benarnya syukur. Walaupun dalam kondisi yang serba kekurangan. Kondisi yang mengharuskannya memutar otak dan memacu keringat tuk menghidupi kami semenjak dirinya di pensiunkan secara tidak sah.
Ya..kondisi ini tidak menyurutkan langkahnya tuk tetap bersyukur di setiap waktu. Bersyukur atas segala nikmat yang terberi walau dalam kondisi yang serba tak pasti. Selalu bersyukur dengan tetap menyisihkan sebagian rezeki sebagai penyuci harta duniawi.
Haah…papa kau luar biasa, kau memang benar-benar telah memaknai ayat-ayatNya dengan sempurna.
“barang siapa yang bersyukur pada Ku , maka akan kutambahkan nikmatnya, dan barang siapa yang ingkar padaKU, sungguh adzabKu sangatlah pedih…”
Dan itu yang baru saja ku alami hari ahad lalu. Pulang ke rumah dengan keadaan letih, membuatku enggan bertanya tentang motor yang terparkir dengan indahnya di halaman rumah kami. Menyangka bahwa pemiliknya mungkin adalah salah satu dari saudara papaku.
Hingga suatu saat mama (baca: pasangannya papa..he..he..) alias ibuku, memberitahu bahwa motor itu milik kita, hadiah dari seorang kawan untuk papa...
Haah…ayat itu memang benar….Subhanalloh…
Alhamdulillah
ReplyDeletemet ulang tahun Pak...
sama-sama...makasih dek meikha..
ReplyDelete(papa said)