Monday 28 April 2008

Kemiskinan dan Realita Pengentasannya dalam Tataran Global

Mari sejenak kita tinggalkan masalah pemanasan global. Konferensi dunia tentang perubahan iklim di Bali setidaknya cukup memberikan hasil nyata bagi permasalahan ini. Walau tak dipungkiri masih banyak keganjilan-keganjilan yang terjadi selama konferensi itu berlangsung.  Hadirnya para makelar carbon dan minimnya kehadiran aktivis lingkungan memberikan sedikit gambaran jalannya pertemuan ini.

Dunia sudah melihat para penghuninya berusaha tuk menyelamatkan dirinya. Hasil-hasil yang ada dalam pertemuan tersebut diharapkan dapat menyelamatkan dunia dari kehancuran dini. Namun, dunia masih menunggu tindakan dari beberapa penghuninya tuk membantu sesame penghuni yang lain. Membantu tuk keluar dari jerat permasalahan klise dari umat manusia di dunia. Permasalahan kemiskinan.

Kemiskinan di dunia kembali menjadi agenda besar dari PBB. Institusi gabungan Negara se-dunia itu telah mengadakan konferensi tuk membahas permasalahan ini tahun 2002 yang lalu(voanews.com). Dalam draft konferensi yang dilakukan di Mexico ini, Negara-negara di dunia sepakat untuk mengurangi kemiskinan di beberapa Negara di dunia khususnya dunia ketiga atau berkembang. Tak dipungkiri niat baik PBB ini mendapat halangan beberapa masalah teknis. System perekonomian dunia, budaya serta pola pikir masyarakatnya belum dapat dijadikan sandaran dalam pelaksanaan misi PBB ini.

Sistem Perekonomian Dunia

Perekonomian dunia secara global mempunyai dua actor utama. World bank dan IMF. Dua lembaga moneter ini memiliki akses yang luas untuk berhubungan langsung dengan perekonomian Negara-negara di dunia. Dengan memberikan berbagai pinjaman dan bantuan moneter, IMF dan World Bank memulai invasi untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi Negara peminjam. Dalam hal ini saya akan menjelaskan lebih jauh seluk beluk kiprah salah satu badan moneter dunia, World Bank.

Dilihat dari sejarah terbentuknya, World Bank awalnya memiliki sebuah misi yang mulia untuk membantu Negara-negara di dunia lepas dari jerat krisis. Dimulai pada tahun 1947, World Bank  memulai langkah awal sebagai lembaga perekonomian dunia. Pada tahun itu World Bank untuk pertama kalinya membantu pembangunan kembali sebuah wilayah atau Negara. Eropa yang porak poranda pasca perang dunia kedua menjadi pembuktian pertama World Bank sebagai intitusi perekonomian dunia. World Bank saat itu memulai dengan memberikan pinjaman bagi Perancis dengan nominal pinjaman sebesar 250 juta Dollar Amerika (worldbank.org).

Setelah itu, Rekonstruksi menjadi perhatian World Bank dalam memberikan bantuan.  Bantuan untuk rekonstruksi pasca bencana alam, tragedy kemanusiaan, dan beberapa konflik yang terjadi pada beberapa Negara di dunia(worldbank.org). Perhatian World Bank menjadi semakin terfokus tidak hanya pada masalah rekonstruksi, namun telah pada tataran pengentasan kemiskinan pada beberapa Negara di dunia sebagai tujuan akhir dari misi bank dunia.

Menjelang dekade 80-an, fokus perhatian world bank menjadi lebih khusus. Pada decade ini world bank menghadapi tantangan makroekonomi global, isu-isu social dan lingkungan dan masalah perpolitikan dalam suatu Negara. World Bank seolah menjadi sebuah solusi utama pada permasalahan Negara dunia, khususnya dunia ketiga dalam hal perekonomian (Worldbank.org).

Namun, jalan panjang yang diretas oleh World Bank tak selamanya berbuah manis. Permasalahan perekonomian dan kemiskinan yang idealnya dapat diselesaikan dengan dana bantuan dari World Bank, justru menjadi semacam bumerang bagi Negara peminjam. Contohnya adalah Indonesia. Pendanaan World Bank bagi penyelesaian krisis perekonomian Indonesia justru berdampak buruk. Kemiskinan dan perekonomian yang semakin terpuruk merupakan bukti nyata kesalahan World Bank. Hal ini terjadi karena Dana-dana yang disalurkan oleh World Bank tak selamanya murni pinjaman. Ada regulasi dan motif terselebung yang berada di balik pemberian bantuan dana moneter ini (mediaindonesia.com).

Regulasi yang terlihat jelas adalah standar ganda yang diterapkan World Bank pada Indonesia. Pada beberapa Negara di dunia, World Bank mensyaratkan kepada Negara peminjam untuk memberantas praktek-praktek KKN yang berada pada Negara tersebut. Dengan pemberantasan praktek KKN membuat efektifitas pemberian dana menjadi lebih baik. Namun, pada Indonesia Word Bank tidak mensyaratkan hal itu. World Bank seolah membiarkan Indonesia untuk terus menjadi Negara Pengutang terbesar dengan adanya praktek korupsi yang masih berlangsung (tempointeraktif.com).

Regulasi lainnya adalah persyaratan agar pengentasan krisis perekonomian dilakukan dari sudut pandang makroekonomi (tempointeraktif.com). Hal ini menjadi semacam doktrin bagi beberapa ekonom Indonesia. Mereka seolah melihat persyaratan ini menjadi suatu hal yang mutlak. Padahal pengentasan krisis perekonomian tidak hanya dalam tataran makro tapi juga mikro. Dengan menggiatkan sector mikro dalam hal ini sector riil, ada suatu hal yang progresif yang dapat terlihat. Perekonomian rakyat yang semakin sejahtera dan pengentasan kemiskinan yang mendekati kenyataan.

Dua regulasi ini dapat menjadi gambaran umum bagi permasalahan dunia saat ini. World Bank yang sedianya menjadi corong dari perubahan perekonomian dunia belum dapat menjalankan fungsinya secara baik. Hingga permasalahan utama di dunia yaitu permasalahan kemiskinan tak dapat tertanggulangi dengan sempurna karena system perekonomian serta institusi yang bernaung di bawahnya tidak dapat dijadikan sandaran bagi penyelesaian masalah ini.

Perilaku dan Budaya Masyarakat Dunia.

Permasalahan kedua yang menjadi hambatan bagi pengentasan kemiskinan di dunia adalah perilaku dan budaya masyarakat dunia yang masih jauh dari perilaku ‘memberi’ (giving) atau dengan kata lain dekat dengan perilaku ‘mengambil’ (taking). Perilaku yang selama ini mencerminkan individualitas dari beberapa masyarakat dunia.

Dalam bukunya yang berjudul Brainware Management System, Taufik Bahaudin mengatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari pola pikir (Bahaudin, 2007). Dengan kata lain, perilaku yang dicerminkan oleh masyarakat dunia dengan individualitasnya serta perilaku ‘mengambil’nya merupakan representasi pola pikir yang tidak sesuai tuk mengatasi problematika kemiskinan di dunia.

Mengubah perilaku ‘taking’ menjadi ‘giving’ merupakan tugas besar dan sulit dilakukan. Karena menyangkut Belief yang selama ini dipahami oleh seseorang dan telah terbangun bertahunn-tahun lamanya (Bahaudin, 2007).  Perilaku ini merupakan perilaku yang sedianya tidak dimiliki oleh para pemimpin. Menurut John Collins dalam bukunya yang berjudul good to great, perilaku taking bukanlah karakteristik bagi seorang pemimpin yang mengayomi masyarakatnya (Collins, 2004). bila perilaku ini muncul pada seorang pemimpin, maka yang terjadi adalah berbagai macam kerusakan seperti KKN.

Realita yang terjadi pada masyarakat dunia ini merupakan salah satu penghambat pengentasan kemiskinan secara global. Pemberdayaan masyarakat yang sekiranya dapat menjadi salah satu sarana dalam mengatasi permasalahan ini justru masih jauh dari kenyataan. Kenyataan yang terjadi justru memperlihatkan pola perilaku yang mencerminkan egoisitas seperti korupsi dan manipulasi dari beberapa elemen masyarakat.

Perubahan membutuhkan Waktu yang panjang.

Setelah kita melihat realita yang terjadi, dimana system perekonomian dunia dan perilaku masyarakat global belum dapat dijadikan sandaran maka kemiskinan masih menjadi PR panjang. Butuh strategi dan upaya yang jitu untuk mengentaskan kemiskinan di dunia. Strategi dan upaya yang melibatkan semua elemen di dunia tuk bersama-sama menyadari bahwa kemiskinan adalah permasalahan utama dan nyata di dunia saat ini.

Untuk itu diperlukan kesadaran dari para pemimpin dunia tuk kembali merevitalisasi system perekonomiannya serta menyegarkan kembali pola pikir yang selama ini keliru mengenai konsep kemasyarakatan. Dengan revitalisasi dan penyegaran kembali institusi dan pola pikir masyarakat, diharapkan pengentasan kemiskinan tak lagi menjadi agenda bersama Negara-negara di dunia, namun telah mencapai tataran realita yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi pengentasan kemiskinan di dunia.

7 comments:

  1. apakah kita bisa berpaling ke daulah Islamiyah?

    ReplyDelete
  2. tulisannya bagus, tapi ketikannya agak kacau..he3. biar gimanapun, eksistensi tu mendahului esensi gar..sampe ketemu di cibubur!!

    ReplyDelete
  3. hemm ide penulisan bagus, tapi tidak membumi, jadi... intinya ga ngerti. hehehe
    ato ane yang terlalu lambat ya mikirnya...???

    ReplyDelete
  4. nggak kok..

    ane kali yang agak salah dalam menulis, jadi banyak yang kurang memahami..he.he.

    ReplyDelete
  5. Umur perubahan lebih panjang dari pengubahnya....

    Kayaknya pernah denger nih kalimat, dimana ya>??? n_n

    ReplyDelete
  6. ehem,,sperti biasa,,, tulisan2 ketua MPM selalu berbobot,, :p

    ReplyDelete
  7. bisakah indonesia memperbaiki apa yang menjadi maslah tersebut..?


    kirim blik k erca7maniz@yahoo.com

    ReplyDelete