Monday, 7 December 2015

Membangun Rasa Aman dan Keterikatan LPS dengan Masyarakat

LPS
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi saya dengan adik, Egi Hannany, yang bekerja di LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dalam rangka menyambut HUT LPS yang ke - 10 (sepuluh). Alhamdulillah dapat juara 2 walaupun bikinnya cuma 3 hari. hehe.

--

Membangun Rasa Aman dan Keterikatan LPS dengan Masyarakat


Sebelum krisis moneter 1998, penjaminan simpanan nasabah di bank-bank nasional maupun lokal belum terdefinisikan dengan jelas. Bagaimana dan siapa yang bertanggung jawab jika sesuatu terjadi dengan uang para nasabah itu belum diatur secara terperinci, baik oleh pemerintah ataupun oleh pemilik bank. Lalu krisis di tahun 1998 itupun terjadi dan nampaknya peristiwa itu memberikan sebuah kesadaran bagi para pemangku kepentingan bahwa penjaminan uang nasabah di bank merupakan hal yang penting dan harus segera diusahakan
Menjamin uang nasabah bukan sekedar memberikan garansi atas segala risiko yang ditimbulkan bila menyimpan uang di bank, tapi lebih dari itu, menjamin uang nasabah berarti memberikan rasa aman kepada nasabah bahwa uang mereka tetap ada dan tidak hilang karena suatu krisis atau hal-hal lainnya.
Maslow, salah seorang pendiri aliran psikologi humanistik, berpendapat bahwa manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat-tingkat atau hierarkis, kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi untuk dicapai.
Ada 5 tingkatan kebutuhan manusia menurut Maslow, tingkat paling rendah atau dasar adalah kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Lalu di atasnya adalah kebutuhan akan rasa aman diantaranya adalah rasa aman secara fisik, stabilitas, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti peperangan, penyakit, kondisi bahaya dan sebagainya. Lalu di atasnya lagi adalah kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan yang paling atas adalah kebutuhan untuk beraktualisasi diri.
Hierarki Kebutuhan Maslow

Dari teori itu kita dapat melihat bahwa kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan utama setelah kebutuhan dasar manusia terpenuhi. Sehingga tak heran bila kita mengatakan bahwa peran yang dijalankan oleh lembaga yang menjamin simpanan itu adalah peran vital dalam memenuhi kebutuhan akan rasa aman, tidak hanya bagi pemilik uang di bank tapi lebih dari itu untuk seluruh pengusaha dan orang-orang yang berinvestasi di negeri ini.

Selintas Sejarah LPS
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) didirikan tanggal 22 September 2005 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (yang kedepannya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2009, selanjutnya disebut dengan UU LPS). Sehingga sampai saat ini berarti LPS telah 10 tahun berkarya dan berkontribusi untuk negeri ini.

Sebagai informasi, LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Dalam menjalankan fungsinya, LPS mempunyai tugas sebagai berikut:
a.      merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan;
b.     melaksanakan penjaminan simpanan;
c.  merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan;
d.   merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan
e.      melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

Tugas yang diamanatkan oleh undang-undang telah dijalankan oleh LPS dengan sebaik mungkin. Sudah banyak prestasi yang telah dihasilkan LPS, yaitu:

a.     Terkait dengan kebijakan dan pelaksanaan penjaminan simpanan
Untuk melaksanakan fungsi LPS sebagai penjamin simpanan nasabah bank, Pasal 8 UU LPS mewajibkan setiap Bank, kecuali Badan Kredit Desa (BKD), yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia menjadi peserta Penjaminan. Setiap Bank Peserta Penjaminan antara lain wajib membayar  kontribusi kepesertaan sebesar 0,1% dari modal sendiri pada akhir tahun fiskal. Premi untuk setiap periode tersebut ditetapkan sama untuk setiap bank sebesar 0,1 % dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Simpanan nasabah bank yang dijamin LPS adalah giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan. Pendapatan premi yang telah diterima LPS sampai dengan Agustus 2015 adalah sebesar Rp51,8 Triliun.

b.   Terkait dengan kebijakan dalam rangka turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan
Dalam hal merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS telah berperan aktif dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) bersama dengan Kementerian keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia (bang tolong cariin ttg peran LPS di FKSSK ya..hehe)

c.   Terkait dengan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik
Sampai dengan Juni 2015 terdapat 1 Bank Umum dan 64 BPR yang dilikuidasi. Penanganan terkait klaim telah dilakukan kepada masing-masing nasabah bank dimaksud. Pembayaran klaim terutama berasal dari pendapatan premi yang dikelola oleh LPS.

d.     Terkait dengan penanganan Bank Gagal berdampak sistemik
Pada tanggal 21 November 2008, LPS menerima penyerahan penanganan PT Bank Century, Tbk (sekarang PT Bank Mutiara, Tbk). Berdasarkan UU LPS, LPS melaksanakan penanganan bank gagal berdampak sistemik terhadap Bank Mutiara. Dalam rangka penanganan PT Bank Mutiara, Tbk, LPS mengambil alih segala hak dan wewenang RUPS, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan lain pada bank dimaksud sesuai Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 40 UU LPS.  Beberapa tindakan penyelamatan yang telah dilakukan LPS, antara lain yaitu: a) melakukan penyertaan modal sementara; b) memberhentikan seluruh Direksi dan Dewan Komisaris lama dan sekaligus mengangkat Direksi dan Dewan Komisaris baru; c) meminta Direksi menyusun Business Plan dan Rencana Kerja & Anggaran Perusahaan (RKAP); dan d) memantau kinerja bank dan memberikan arahan dalam rangka perbaikan kinerja bank. PMS LPS pada PT Bank Mutiara, Tbk  telah berhasil dijual LPS kepada J Trust Co., Ltd pada tanggal 20 November 2014, setelah melalui proses penjualan yang dilakukan secara terbuka dan transparan sebagaimana di atur dalam Pasal 42 UU LPS.

Harapan untuk LPS di masa depan.
Dari selintas sejarah tentang LPS di atas, kita dapat melihat bahwa LPS telah mencapai banyak prestasi dan raihan yang mendukung stabilitas ekonomi nasional. Dari memelihara stabilitas perbankan nasional hingga penanganan bank gagal yang berdampak sistemik (bank century) yang menyita perhatian publik.

Kedepannya LPS sebagai lembaga yang menjaga agar simpanan nasabah aman dan terlindungi, yang menurut Maslow merupakan salah satu peran fungsional dan utama dari kebutuhan manusia, idealnya dapat memberikan lebih dari sekedar rasa aman, yaitu keinginan atau rasa memiliki baik terhadap LPS maupun perekonomian nasional secara umum.

Keinginan atau rasa memiliki merupakan tahapan selanjutnya atau yang lebih tinggi dari rasa aman. Jika memang rasa aman sudah terpenuhi dengan baik, maka idealnya, rasa memiliki lah yang menjadi tahapan selanjutnya dari para nasabah yang dijamin oleh LPS.
Rasa memiliki dan keterikatan yang timbul karena kepercayaan terhadap LPS. Sehingga nasabah tanpa ragu lagi menyimpan uangnya di Bank karena tahu bahwa LPS adalah lembaga kredibel dan profesional yang dapat memberikan garansi sepenuhnya terhadap uang mereka. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak terhadap perekonomian nasional secara umum, karena dengan simpanan nasabah tersebut misalnya, dapat diputar oleh bank dengan cara memberikan kredit kepada para kreditur yang membutuhkan modal dalam bekerja.

Sejauh ini usaha LPS dalam mensosialisasikan dan membangun keterikatan dengan para nasabah sudah cukup baik. Misalnya dengan menayangkan iklan dan himbauan melalui media televisi, setidaknya dari sana nasabah dapat mengetahui lebih jauh mengenai LPS.
Harapannya, membangun keterikatan dengan para nasabah tidak selalu dengan cara-cara konvesional seperti iklan atau media massa lainnya. Membangun keterikatan juga dapat dilakukan dengan misalnya memberikan CSR (corporate social responsibilites) ke lembaga atau komunitas yang membutuhkan bantuan baik dalam bentuk uang ataupun barang/jasa.

CSR hanya salah satu contoh, karena banyak usaha yang bisa dilakukan agar gaung LPS dapat terus terdengar dan dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Karena dengan usaha-usaha tersebut, harapannya rasa aman dan rasa memiliki masyarakat sebagai nasabah LPS dapat terus terbangun, hingga nantinya dampak keterikatan dan rasa aman tersebut, akan kembali dirasakan oleh masyarakat dan insan LPS dalam bentuk stabilitas ekonomi yang kuat dan iklim investasi yang sehat.

Maju terus LPS,

selamat ulang tahun LPS yang ke sepuluh,

semoga Indonesia makin jaya.

No comments:

Post a Comment