Thursday 3 April 2008

Alternatif tuk Hidup Abadi di Dunia

Sungguh indah segala sesuatu yang berasal dari yang Maha Indah. Matahari, bulan, manusia, serta alam semesta merupakan bukti agung dan indahnya segala ciptaanNya. Tak luput dari pandanganNya, skenario kehidupan pun diatur dengan begitu sempurna olehNya. Mati dan hidupnya kita, tidur dan terjaganya kita, menangis dan gembiranya kita adalah bentuk adegan panjang dari sebuah skenario kehidupan pemberianNya.

Berbicara tentang kematian dan kehidupan, berarti berbicara tentang eksistensi dan ketiadaan. Kematian secara mutlak memutus lembar sejarah manusia di alam ini. tak peduli bagaimana hebatnya ia ketika hidup, namun setelah mati? tak ada daya yang mampu ia upayakan tuk menahan perhitungan ilahi. Begitu pula tentang kehidupan. Kehidupan yang terberi pada manusia ketika ia hadir di dunia, mengawali kisah panjang dari perjalanan penuh misteri dalam belantara kehidupan.

Kehidupan dan kematian. Dua hal yang saling mengisi satu sama lain. Ketika ada kematian maka pertanda datangnya kehidupan. Begitu pula sebaliknya ketika ada kehidupan maka pertanda kan datangnya kematian. Sebuah bentuk eksistensi dan ketiadaan yang terus berulang. Namun, pepatah lama mengingatkan saya akan sebuah kemungkinan. Peluang bagi manusia untuk mengisi dan terpatri abadi dalam sanubari kehidupan duniawi. Pepatah yang mengatakan

        "gajah mati meninggalkan gadingnya"
        "harimau mati meninggalkan belangnya"
        "manusia mati?? meninggalkan namanya"

Meninggalkan nama. Hanya nama yang dapat ditinggalkan manusia ketika ia tiada. Nama yang tertinggal dalam sebongkah nisan, nama yang terselip dalam tumpukan arsip-arsip, nama yang terukir dalam lembaran sejarah manusia.

Nama-nama yang selalu abadi hingga akhir kehidupan dunia. Nama-nama seperti Ibnu Khaldun, Hasan Al Banna, Al Ghozali, Imam Bukhori, Imam Muslim, dan Ibnu Sina yang selalu terpatri dalam kalbu insan manusia sepanjang masa.

Nama-nama yang masa hidupnya di dunia tak lebih dari 6 dasawarsa. Ibnu khaldun wafat pada usia 43 tahun, Hasan Al Banna wafat pada usia 42 tahun, Umar bin Abdul Aziz usia 36 tahun,Imam Bukhari wafat pada usia 62 tahun, Imam Muslim wafat pada usia 59 tahun, Ibnu Sina 56 tahun. Begitu pula Imam Al-Ghazali, beliau hanya hidup selama 53 tahun.

Luar Biasa...

Robb kita seolah-olah memberikan mereka suguhan indah dari skenarioNya yang penuh misteri. Memberikan sebuah tawaran agar dapat menempati hati dan lembaran dunia dengan cara yang penuh makna. Mereka memang tak diberikan oleh Alloh kebaikan dengan umur panjang penuh berkah layaknya beberapa ulama lainnya. Namun, kemuliaan yang mereka dapatkan tak kalah hebatnya dari umur yang panjang. Kebaikan-kebaikan, buku-buku, pemikiran-pemikiran mereka menjadi sebuah simbol eksistensi dan kehebatan abadi mereka di dunia.

Begitu romantisnya Pencipta kita pada kekasihNya. Tak mendapatkan jatah hidup yang lama,  Alloh pun memuliakan mereka dengan kehidupan yang panjang dalam benak setiap insan. Seolah-olah mereka meminta pada Kekasihnya dengan perkataan :

"Ya...Robb,,,jangan jadikan kami manusia yang paling buruk, panjang umurnya namun buruk amalnya. Ya...Robb berikan kami dua hal untuk memilih. hidup yang panjang nan berkah atau hidup singkat namun bermanfaat abadi bagi umat manusia."

Apa yang telah kita lakukan jika kita mampu tuk memilih seperti mereka??

Telah mempersiapkan amal mulia nan berkah??

Ataukah telah merancang peninggalan bermanfaat bagi umat manusia???


P.S:
para ulama yang saya tuliskan di atas, rata-rata telah hafidz Quran pada usia 10 tahun, membuat buku pada usia  20 tahun, dan menjadi pemimpin pada usia 30 tahun.

No comments:

Post a Comment