Monday 7 April 2008

Islam yang dibenci, Islam yang dicintai

Pemutaran film fitna untuk memojokkan Islam bukanlah modus yang pertama kali terjadi. Masih terekam jelas di memori kita kala Koran harian Denmark, Jyllands-Posten menerbitkan karikatur nabi Muhammad. Berdalih kebebasan berekspresi, Koran Denmark dengan si penggambar berkolaborasi tuk memprovokasi umat Islam sedunia dengan ulah mereka.

Tak berselang lama, politikus Austria juga tak mau kalah. Susanne Winter, anggota Partai Kebebasan Austria yang berniat mencalonkan diri sebagai walikota Graz, kota terbesar kedua di Austria, mencoba menarik massa.  Dengan mengatakan "Muhammad adalah penyiksa anak-anak yang menulis Al-Quran dalam keadaan epilepsi" ia berusaha mendapatkan dukungan dari sekitar 3000 orang yang datang saat ia berkampanye. Sontak semua kalangan mengecam pernyataannya ini termasuk presiden Austria, Heinz Fischer, yang mengatakan bahwa pernyataan Winter bukanlah suara Austria dan harus dijauhi.

Gelombang-gelombang aksi penghinaan terhadap Islam ini menyiratkan beberapa hal yang harus kita cermati lebih dalam. Pertama, Pastinya arus gelombang ini tidak serta merta terjadi tanpa suatu sebab, ada suatu hal yang membuat sebagian masyarakat Eropa berperilaku seperti ini. Kedua, sikap yang seharusnya ditunjukkan seorang muslim dalam menanggapi gelombang penghinaan ini sesuai dengan syariat.

Banyak dimensi yang mungkin menjadi sebab begitu bencinya mereka (baca: masyarakat Eropa) terhadap Islam. Arus perkembangan Islam yang semakin pesat mungkin menjadi salah satu dimensi itu. Telah lama mereka merisaukan pesatnya perkembangan Islam. Dari agama yang dibenci dan dimarginalkan menjadi agama kedua terbesar di Eropa. Namun, bila kita cermati lebih jauh, perkembangan Islam yang begitu pesat hanya menjadi faktor pemicu dari faktor paling utama. Rasa dengki yang tak kunjung hilang dari hati mereka.

Kita semua telah sama-sama mengetahui bagaimana keadaan Eropa saat ini. Kehidupan masyarakat kelas atas yang jauh dari nilai religiusitas. Sebuah bentuk dari sekularitas yang mereka terapkan dalam pranata sosial mereka. Pilihan mereka untuk menjadikan sekularitas sebagai asas utama pembentuk nilai-nilai sosial membuat hilangnya peran-peran agama yang hanya muncul dalam lingkup ruang peribadatan. Peran pembangun moral dan persatuan yang saat ini mengalami degradasi dalam proses pembangunan eropa.

Hilangnya fungsi ini menjadi sebab hilangnya sense of belonging dan sense of unity pada sebagian masyarakat Eropa. Mereka tidak lagi melihat kebutuhan dalam kedua hal ini. Rasa memiliki terhadap Negara serta komunitas dan rasa persatuan terhadap sesama mereka. Hingga sebagian masyarakat Eropa mengalami kondisi emptyness (kekosongan) pada diri mereka, pada Negara mereka, dan pada agama mereka.

Munculnya perasaan-perasaan ini tidak mereka sadari dan mereka rasakan sebagai sebuah hal yang mengganggu. Mereka baru menyadari hal ini ketika ada stimulus yang datang dan menyadarkan mereka. Salah satu stimulus itu adalah berbondong-bondongnya sebagian masyarakat Eropa lainnya untuk memeluk Islam sembari membawa nilai-nilai keberagamaan yaitu nilai-nilai keislaman. Orang-orang ini dengan bangganya menunjukkan identitas mereka sebagai pemeluk islam. Mereka mempunyai hari khusus tuk melaksanakan acara agama mereka, ada acara khusus tuk membahas masalah-masalah agama mereka, dan mereka memegang teguh prinsip-prinsip mereka sebagai seorang muslim. Hal-hal yang tidak dimiliki oleh sebagian masyarakat eropa yang tergerus oleh nilai-nilai sekularisme dan globalisasi.

Mereka tidak dapat menerima adanya muslim Eropa yang begitu bangganya terhadap agama mereka, keyakinan mereka serta identitas mereka di dalam lingkungan masyarakat Eropa secara keseluruhan. Keyakinan dan kebanggaan yang selama ini tidak didapatkan oleh masyarakat eropa dalam komunitas mereka dan dalam Negara mereka sendiri. Hingga mungkin tercetus dalam pikiran mereka “bisa-bisanya orang-orang islam dengan bangganya menunjukkan identitas mereka, padahal kami telah bersusah payah untuk mencari hal itu tapi dengan seenaknya mereka memperlihatkan kebanggan itu kepada kami”.   

Jadi, tidaklah heran mengapa masyarakat eropa membenci umat muslim. Dikala degradasi persatuan dan moral merasuki masyarakat eropa, masyarakat muslim justru memperlihatkan kejayaan dalam kedua hal ini. Terlebih kedua hal ini muncul dalam lingkungan masyarakat eropa yang sekuler dan indivualis.

Hal kedua yang harus kita cermati adalah sikap seorang muslim terhadap bentuk-bentuk penghinaan ini. Rosul kita adalah suri tauladan paling baik yang pernah ada. Jika kita melihat dan membaca siroh beliau maka kita akan mendapati betapa mulia akhlak beliau kepada orang-orang yang memusuhinya. Beliau tak pernah membalas perlakuan buruk kaum kafirin yang membenci beliau dengan balasan perbuatan yang lebih berat. Justru, beliau mendoakan orang-orang yang menghina dan memusuhi beliau tanpa rasa marah dan dendam. Mendoakan agar si pelaku mendapatkan hidayah untuk memeluk islam. Bukankah doa orang yang teraniaya sangat ampuh? Apalagi yang teraniaya dan berdoa itu adalah Rosululloh yang mulia, pastinya doa yang dipanjatkan olehnya dikabulkan Allah. Lalu apa yang membuat Rosul marah?? Beliau menjadi marah ketika kaum kafir menghina islam dan menghina Alloh. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa peperangan yang diikuti beliau tuk menegakkan panji islam di muka bumi.

Dengan melihat siroh beliau, kita dapat memahami bahwa Rosul sendiri tidak marah ketika diri beliau dihina. Atau bila kita menarik hubungan dengan kondisi faktual saat ini, rosul tidak marah ketika mungkin ada orang-orang yang menghina beliau dengan gambar-gambar konyol yang melambangkan diri beliau. berdasarkan hal ini, bila kita konsisten dengan ajaran beliau, sedianya kita mendoakan dan memaafkan kesalahan si pembuat gambar. Tentunya memaafkan dengan disertai beberapa catatan serta tindakan konstruktif tuk membela rosul sebagai bentuk rasa cinta kepada beliau. Selebihnya kita serahkan segala urusan  dan hasil akhir pada Alloh, apakah ingin mengadzab si penghina ataukah memberi hidayah padanya.

Untuk itu biarlah mereka bertindak sesuka hati mereka. Biarlah mereka menumpahkan segala kekesalan mereka terhadap umat islam. Kekesalan karena tidak dapat bersatu dan bangga terhadap keyakinan mereka layaknya umat islam bangga terhadap islam. Biarlah mereka terus menghina nabi kita hingga mungkin perlakuan mereka ini menjadi amal soleh bagi kita karena terus membela rosul kita yang mulia. Biarlah mereka membenci islam, karena ketika islam dibenci maka ketika itu pula islam dicintai.

 

1 comment: