Monday 7 April 2008

Ketua BEM yang Faqih

Anda seharusnya tahu!
Kita sebagai mahasiswa selalu menjadi oposan atas kebijakan kampus yang tidak pro-rakyat dan mahasiswa!
Ingat! Pendidikan itu hak setiap anak bangsa, kalau sekarang setiap anak harus bayar untuk belajar, bagaimana nasib bangsa ini kedepannya??
 

Dengan wajah yang tenang dan menyiratkan keteduhan, Ketua BEM UI mendengar keluh kesah mereka. Wajah yang kuingat selalu muncul di setiap keadaan, hatta di kala ia berkampanye dulu. Tak lama, setelah mereka puas menumpahkan segala kekesalan, akhirnya ketua BEM UI menyampaikan pendapatnya.  

“saya mengerti sikap anda yang menyayangkan tindakan yang diambil BEM UI untuk berkompromi dengan rektorat, saya pun menyadari bahwa idealnya posisi mahasiswa adalah posisi yang pro-rakyat. Namun, saya juga menyadari, bahwa saya harus menyelamatkan lebih banyak calon anak bangsa. Jangan sampai tindakan saya yang gegabah justru membuat keadaan semakin buruk. Membuat birokrat kampus yang telah berniat baik dengan mengikutsertakan mahasiswa dalam mengambil kebijakan, menjadi enggan dan justru secara sepihak menaikkan biaya pendidikan.”
Kita harus menyadari bahwa tindakan ini adalah yang paling ideal untuk saat ini. System pembayaran berkeadilan yang insyaAlloh akan kami kawal dengan baik.”

Sebuah jawaban yang santun dan bijak dari seorang pemimpin lembaga kemahasiswaan. Ia tidak lantas menjawab kekesalan dari mereka dengan kekesalan pula. Ia justru menjawab dengan jelas dan padat segala keraguan mereka. Sebuah jawaban yang menyiratkan salah satu ciri dari pemimpin yang faqih.

Pemimpin yang faqih adalah pemimpin yang mampu melihat segala hal dari segala sudut pandang. Memperhitungkan manfaat dan mudhorat dari setiap kebijakan yang akan diambilnya. Pemimpin yang mampu berkompromi walau itu merugikan sebagian pihak yang lain. Layaknya tindakan yang diambil rosul kala menyetujui perjanjian yang diajukan kaum kafir Quraisy pada perjanjian hudaibiyah.

Pemimpin yang faqih adalah pemimpin yang tahu betul situasi dan kondisi yang mungkin terjadi pada setiap kebijakan yang diambilnya. Dia pun menyadari bahwa kebijakan yang diambilnya tidak selalu mendapatkan reaksi positif. Ada beberapa pihak yang mungkin berseberangan dengannya. Namun, ia tidak lantas menentang mereka. Ia berusaha agar si penentang menyadari pentingnya kebijakan yang akan diambil ini. Layaknya Umar Bin Khattab yang menerima kritikan dari rakyatnya kala ia membuat keputusan untuk mengangkat Abu Ubaidah sebagai panglima yang menggantikan Khalid Bin Walid.

Pemimpin yang faqih adalah pemimpin yang dibutuhkan oleh mahasiswa saat ini. Pemimpin yang mampu merekonstruksi frame berpikir kebanyakan mahasiswa. Frame berpikir yang melihat solusi dari konfrontasi buta terhadap pihak-pihak yang berseberangan. Padahal masih banyak peran dan kontribusi yang dapat dilakukan mahasiswa dibandingkan dengan selalu berkonfrontasi dengan pihak-pihak tersebut. Peran sebagai agent of change dengan modal intelektual yang dimiliki mahasiswa.

Itulah pemimpin faqih. Dapat melihat segalanya lebih positif. Seorang pemimpin yang dari sudut pandang saya telah ada dalam diri ketua BEM UI saat ini. Semoga karakter ini dapat membawa ia serta jajaran BEM UI dan mahasiswa lainnya untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat. Amiinn…

4 comments:

  1. hehehe... dia juga seorang sahabat saya yang baik.

    ReplyDelete
  2. Kepemimpinan itu bicara karakter. Orang yang memiliki karakter pemimpin akan mampu "mengguncangkan" dunia. Dia tau kapan bersikap lemah lembut dan kapan harus bersikap tegas dan keras

    ReplyDelete
  3. kayaknya lo gk punya karakter pemimpin ya du...
    hehehe...

    ReplyDelete
  4. Ya.. memang kita membutuhkan pemimpin model ini.. Nggak asal-asalan dalam bersikap. Nggak semua yang kasar itu benar, dan nggak semua yang melunak itu salah.

    Sebagian dari kita cenderung asal-asalan dalam menilai, meniru, dan bersikap.. misalnya, mentang2 Sayyid Qutb dihukum mati oleh pemerintah Mesir lalu disebut sebagai pahlawan oleh sebagian ummat Islam, lantas ada orang-orang yang ikut-ikutan ingin jadi pahlawan dengan cara dihukum mati. Mereka bangga melawan pemerintah. Mereka mengira yang keras selalu benar (tahu kan siapa maksudnya.. ??)

    Mereka dan para simpatisan mereka lupa bahwa Al Hallaj pun dihukum mati oleh pemerintah, dan ia sama sekali bukan pahlawan..

    ReplyDelete