Tuesday 23 August 2011

iseng-iseng analisis hadits

Bismillah.

Dulu ketika SMA, saya beserta beberapa orang kawan, pernah berlagak menjadi ulama pentakhrij hadits (jyaah). Tentunya kami bukan bermaksud mengecilkan peran ulama, tapi hanya sebuah ulah dari anak muda labil yang bersemangat mengkaji islam. Ketika kami mengingat lagi masa itu, sungguh lucu, baru-baru kenal agama eh udah sok menganalisa hadits. hehe

Awalnya kami hanya ngobrol2 dan berdiskusi ringan tentang beberapa hadits, hingga kami berkesimpulan, “nih kalau dua hadits ini dianggap shohih, atau bahkan hasan saja, pasti banyak kemudharatan akibat hadits ini” #sungguh sebuah pernyataan yang tidak dapat dipertanggunjawabkan. Dua hadits yang kami maksud itu adalah hadits mengenai bulan ramadhan yang dibagi menjadi 3 bagian dan jihad akbar melawan hawa nafsu. Oh iya, ketika kami membahas mengenai kedua hadits ini, kami sama sekali belum mengetahui tentang derajat hadits tersebut.

Hadits yang pertama, tentang pembagian ramadhan menjadi 3 bagian, sebuah hadits yang cukup populer di kalangan umat islam. Begini kira2 redaksi lengkapnya dari hadits tersebut.
“Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi)
kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari
seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban
dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang
mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan,
maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang
lain .... Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan
dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka ....(HR Ibnu Khuzaimah)" sampai selesai. Karena hadits ini cukup panjang, maka saya potong2 saja.

Menurut kami ada beberapa hal dalam hadits ini yang tumpang tindih, yang pertama, bila bagian awal ramadhan adalah rahmat berarti rahmat Allah hanya turun di sepertiga awal bagian ramadhan saja?sedangkan 2 per 3 lainnya tidak ada?, yang kedua, bila pertengahan ramadhan adalah ampunan, dan sepertiga bagian terakhir adalah pembebasan api neraka, bukannya ampunan dari Allah itu menyebabkan seorang hamba terbebas dari api neraka? Lalu bukannya terbebas dari api neraka merupakan salah satu rahmat dari Allah?. Banyak hal yang ganjil dari matan hadits ini dan memang setelah kami meneliti dari beberapa sumber, ternyata hadits ini tergolong dhaif (lemah) dari sisi sanad, karena salah satu perawi yaitu Ali Bin Zaid dikenal dengan hafalannya yang jelek.

Hadits yang kedua, tentang jihad melawan hawa nafsu. Hadits ini cukup populer juga di bulan ramadhan, karena sejatinya di bulan ramadhan ini hawa nafsu manusia banyak dikekang. Begini kira2 redaksi lengkap dari hadits tersebut.
“Yahya Ibnu al ‘Ala’ berkata, Kami mendapatkan kabar dari Laith dari ‘Ata’, dari Abu Rabah, dari Jabir mengatakan bahwa, “Sekembalinya Nabi saw dari perang, Beliau mengatakan kepada kami, “Telah datang kepadamu berita yang baik, kamu datang dari jihad yang rendah kepada jihad yang lebih besar yaitu seorang hamba Allah yang berjuang melawan hawa nafsunya”

Saat kami membaca hadits ini, kami pun melihat tidak ada yang salah dari sisi matan, karena memang, banyak hadits dan anjuran Rasul untuk membatasi hawa nafsu. Tapi kami melihat hadits ini bercerita bahwa sekembalinya rasul dari perang beliau mengatakan bahwa ada jihad yang paling besar dibandingkan jihad berperang. Menurut kami sesuatu yang sungguh diluar nalar bila seorang yang berjihad dengan taruhan nyawa yang cuma satu-satunya ini dikerdilkan dengan jihad yang sifatnya infirodi (individual) yang risikonya tidak besar. Nyawa manusia itu cuma satu, dan bila dia rela mengorbankannya untuk sesuatu pastinya sesuatu itu sangat dicintainya, seseorang yang merelakan hidupnya untuk dzat yang dicintainya, yaitu Allah subhanahu wataala. Tak banyak orang yang bisa mencapai level keimanan sampai setinggi ini. lalu setelah kami mengecek dari beberapa sumber, ternyata hadits ini tergolong dhaif karena menurut Ibnu Hajar Rahimahullah, salah seorang periwayatnya, yaitu Yahya ibnu Al’ala terkenal sebagai pemalsu hadits.

Mungkin itu sekelumit aktivitas saya dulu, iseng-iseng menalar hadits, semoga aktivitas kami tidak menimbulkan banyak mudharat, karena kami yakin, Islam dan Akal berjalan beriringan maka tidak salah bila kami berpikir lebih dalam tentang beberapa hal dalam agama ini.

Wallahualam

1 comment:

  1. Menganalisis sesuatu itu seperti membedah bagian tubuh. Diperlukan pisau yang sesuai agar tidak menimbulkan bencana pemikiran.

    ReplyDelete