Monday, 28 April 2008

Kemiskinan dan Realita Pengentasannya dalam Tataran Global

Mari sejenak kita tinggalkan masalah pemanasan global. Konferensi dunia tentang perubahan iklim di Bali setidaknya cukup memberikan hasil nyata bagi permasalahan ini. Walau tak dipungkiri masih banyak keganjilan-keganjilan yang terjadi selama konferensi itu berlangsung.  Hadirnya para makelar carbon dan minimnya kehadiran aktivis lingkungan memberikan sedikit gambaran jalannya pertemuan ini.

Dunia sudah melihat para penghuninya berusaha tuk menyelamatkan dirinya. Hasil-hasil yang ada dalam pertemuan tersebut diharapkan dapat menyelamatkan dunia dari kehancuran dini. Namun, dunia masih menunggu tindakan dari beberapa penghuninya tuk membantu sesame penghuni yang lain. Membantu tuk keluar dari jerat permasalahan klise dari umat manusia di dunia. Permasalahan kemiskinan.

Kemiskinan di dunia kembali menjadi agenda besar dari PBB. Institusi gabungan Negara se-dunia itu telah mengadakan konferensi tuk membahas permasalahan ini tahun 2002 yang lalu(voanews.com). Dalam draft konferensi yang dilakukan di Mexico ini, Negara-negara di dunia sepakat untuk mengurangi kemiskinan di beberapa Negara di dunia khususnya dunia ketiga atau berkembang. Tak dipungkiri niat baik PBB ini mendapat halangan beberapa masalah teknis. System perekonomian dunia, budaya serta pola pikir masyarakatnya belum dapat dijadikan sandaran dalam pelaksanaan misi PBB ini.

Sistem Perekonomian Dunia

Perekonomian dunia secara global mempunyai dua actor utama. World bank dan IMF. Dua lembaga moneter ini memiliki akses yang luas untuk berhubungan langsung dengan perekonomian Negara-negara di dunia. Dengan memberikan berbagai pinjaman dan bantuan moneter, IMF dan World Bank memulai invasi untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi Negara peminjam. Dalam hal ini saya akan menjelaskan lebih jauh seluk beluk kiprah salah satu badan moneter dunia, World Bank.

Dilihat dari sejarah terbentuknya, World Bank awalnya memiliki sebuah misi yang mulia untuk membantu Negara-negara di dunia lepas dari jerat krisis. Dimulai pada tahun 1947, World Bank  memulai langkah awal sebagai lembaga perekonomian dunia. Pada tahun itu World Bank untuk pertama kalinya membantu pembangunan kembali sebuah wilayah atau Negara. Eropa yang porak poranda pasca perang dunia kedua menjadi pembuktian pertama World Bank sebagai intitusi perekonomian dunia. World Bank saat itu memulai dengan memberikan pinjaman bagi Perancis dengan nominal pinjaman sebesar 250 juta Dollar Amerika (worldbank.org).

Setelah itu, Rekonstruksi menjadi perhatian World Bank dalam memberikan bantuan.  Bantuan untuk rekonstruksi pasca bencana alam, tragedy kemanusiaan, dan beberapa konflik yang terjadi pada beberapa Negara di dunia(worldbank.org). Perhatian World Bank menjadi semakin terfokus tidak hanya pada masalah rekonstruksi, namun telah pada tataran pengentasan kemiskinan pada beberapa Negara di dunia sebagai tujuan akhir dari misi bank dunia.

Menjelang dekade 80-an, fokus perhatian world bank menjadi lebih khusus. Pada decade ini world bank menghadapi tantangan makroekonomi global, isu-isu social dan lingkungan dan masalah perpolitikan dalam suatu Negara. World Bank seolah menjadi sebuah solusi utama pada permasalahan Negara dunia, khususnya dunia ketiga dalam hal perekonomian (Worldbank.org).

Namun, jalan panjang yang diretas oleh World Bank tak selamanya berbuah manis. Permasalahan perekonomian dan kemiskinan yang idealnya dapat diselesaikan dengan dana bantuan dari World Bank, justru menjadi semacam bumerang bagi Negara peminjam. Contohnya adalah Indonesia. Pendanaan World Bank bagi penyelesaian krisis perekonomian Indonesia justru berdampak buruk. Kemiskinan dan perekonomian yang semakin terpuruk merupakan bukti nyata kesalahan World Bank. Hal ini terjadi karena Dana-dana yang disalurkan oleh World Bank tak selamanya murni pinjaman. Ada regulasi dan motif terselebung yang berada di balik pemberian bantuan dana moneter ini (mediaindonesia.com).

Regulasi yang terlihat jelas adalah standar ganda yang diterapkan World Bank pada Indonesia. Pada beberapa Negara di dunia, World Bank mensyaratkan kepada Negara peminjam untuk memberantas praktek-praktek KKN yang berada pada Negara tersebut. Dengan pemberantasan praktek KKN membuat efektifitas pemberian dana menjadi lebih baik. Namun, pada Indonesia Word Bank tidak mensyaratkan hal itu. World Bank seolah membiarkan Indonesia untuk terus menjadi Negara Pengutang terbesar dengan adanya praktek korupsi yang masih berlangsung (tempointeraktif.com).

Regulasi lainnya adalah persyaratan agar pengentasan krisis perekonomian dilakukan dari sudut pandang makroekonomi (tempointeraktif.com). Hal ini menjadi semacam doktrin bagi beberapa ekonom Indonesia. Mereka seolah melihat persyaratan ini menjadi suatu hal yang mutlak. Padahal pengentasan krisis perekonomian tidak hanya dalam tataran makro tapi juga mikro. Dengan menggiatkan sector mikro dalam hal ini sector riil, ada suatu hal yang progresif yang dapat terlihat. Perekonomian rakyat yang semakin sejahtera dan pengentasan kemiskinan yang mendekati kenyataan.

Dua regulasi ini dapat menjadi gambaran umum bagi permasalahan dunia saat ini. World Bank yang sedianya menjadi corong dari perubahan perekonomian dunia belum dapat menjalankan fungsinya secara baik. Hingga permasalahan utama di dunia yaitu permasalahan kemiskinan tak dapat tertanggulangi dengan sempurna karena system perekonomian serta institusi yang bernaung di bawahnya tidak dapat dijadikan sandaran bagi penyelesaian masalah ini.

Perilaku dan Budaya Masyarakat Dunia.

Permasalahan kedua yang menjadi hambatan bagi pengentasan kemiskinan di dunia adalah perilaku dan budaya masyarakat dunia yang masih jauh dari perilaku ‘memberi’ (giving) atau dengan kata lain dekat dengan perilaku ‘mengambil’ (taking). Perilaku yang selama ini mencerminkan individualitas dari beberapa masyarakat dunia.

Dalam bukunya yang berjudul Brainware Management System, Taufik Bahaudin mengatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari pola pikir (Bahaudin, 2007). Dengan kata lain, perilaku yang dicerminkan oleh masyarakat dunia dengan individualitasnya serta perilaku ‘mengambil’nya merupakan representasi pola pikir yang tidak sesuai tuk mengatasi problematika kemiskinan di dunia.

Mengubah perilaku ‘taking’ menjadi ‘giving’ merupakan tugas besar dan sulit dilakukan. Karena menyangkut Belief yang selama ini dipahami oleh seseorang dan telah terbangun bertahunn-tahun lamanya (Bahaudin, 2007).  Perilaku ini merupakan perilaku yang sedianya tidak dimiliki oleh para pemimpin. Menurut John Collins dalam bukunya yang berjudul good to great, perilaku taking bukanlah karakteristik bagi seorang pemimpin yang mengayomi masyarakatnya (Collins, 2004). bila perilaku ini muncul pada seorang pemimpin, maka yang terjadi adalah berbagai macam kerusakan seperti KKN.

Realita yang terjadi pada masyarakat dunia ini merupakan salah satu penghambat pengentasan kemiskinan secara global. Pemberdayaan masyarakat yang sekiranya dapat menjadi salah satu sarana dalam mengatasi permasalahan ini justru masih jauh dari kenyataan. Kenyataan yang terjadi justru memperlihatkan pola perilaku yang mencerminkan egoisitas seperti korupsi dan manipulasi dari beberapa elemen masyarakat.

Perubahan membutuhkan Waktu yang panjang.

Setelah kita melihat realita yang terjadi, dimana system perekonomian dunia dan perilaku masyarakat global belum dapat dijadikan sandaran maka kemiskinan masih menjadi PR panjang. Butuh strategi dan upaya yang jitu untuk mengentaskan kemiskinan di dunia. Strategi dan upaya yang melibatkan semua elemen di dunia tuk bersama-sama menyadari bahwa kemiskinan adalah permasalahan utama dan nyata di dunia saat ini.

Untuk itu diperlukan kesadaran dari para pemimpin dunia tuk kembali merevitalisasi system perekonomiannya serta menyegarkan kembali pola pikir yang selama ini keliru mengenai konsep kemasyarakatan. Dengan revitalisasi dan penyegaran kembali institusi dan pola pikir masyarakat, diharapkan pengentasan kemiskinan tak lagi menjadi agenda bersama Negara-negara di dunia, namun telah mencapai tataran realita yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi pengentasan kemiskinan di dunia.

Friday, 25 April 2008

Si Apip alias GoPip..he...he..

http://akhdaafif.wordpress.com
Si Mapres yang tak kesampaian...cuma juara 3...

gak papa..bagus..bagus..

seenggaknya pernah jadi Ketua DPM,,bareng gw di Legiun UI (legislative united)...he..he...

Tribute to My Life..

Malam hari itu, saya dan Jati bekerja sama merapikan (kembali) kostannya yang porak poranda akibat musibah yang tak dapat terhindarkan. Kalau dalam Al Quran ada ayat mengenai langit yang takkan jatuh meski tanpa tiang penyangga, di kasus ini, agak sedikit berbeda. “langit-langit” di dalam kamar jati Jatuh, dan benar-benar runtuh menimpa segala benda di bawahnya. Alhasil Jati pun mengungsi ke kamar Aha untuk sementara.

Sebenarnya Kamar Jati telah di bereskan sejak pertama kali bencana itu terjadi, sekitar 2-3 pekan yang lalu. Namun karena berbagai macam aktipitas yang menyibukkan (he5), ia hanya sempat merapikan barang-barang kebutuhan pokoknya seperti pakaian, kasur, bantal meja, komputer. Sedangkan barang-barang seperti Buku, kertas, streoform, dan berbagai printilan lainnya masih bertumpuk di luar kamar, membentuk gunungan kertas-kertas. 

Operasi perapihan pun dilakukan. Kami memilah-milah lagi berbagai kertas yang mungkin masih bisa terpakai dan tidak bisa lagi terpakai, setidaknya bila tidak terpakai masih ada peluang untuk diloak di abang-abang tukang loak (he5).  Begitulah, aktivitas merapihkan buku sungguh membosankan, walaupun ada beberapa kejadian lucu yang kami temui selama merapihkan kertas-kertas itu. Kami menemukan beberapa kertas yang menurut kami memiliki kenangan tersendiri. Kertas H.O kuliah yang berisi uneg2 jati, surat-surat berisikan tatib pemilu, dan jadwal kuliah jati waktu di UnPad. Klo yang terakhir cukup membuat kami terbahak-bahak. Menertawakan keluguan Jati ketika kuliah di sana (he5). BTW, sekali lagi, operasi perapihan ini cukup membosankan walau sesekali menemukan hal lucu di dalamnya.

Ditengah kebosanan itu, muncul variasi suasana. Mati lampu yang terjadi berulang-ulang menyebabkan kami sedikit mendapatkan celah baru untuk membuka topik pembicaraan

Jati : “Gar…hal tergila dan terseram apa yang selama ini pernah lo pikirin”

Tegar:”apa ya? Ada sih jat, satu hal yang paling gw takutin”

Jati : “ Apaan?”

Tegar:”gw pernah punya khayalan, suatu saat gw tidur dan pas bangun, gw udah gak berada di tempat gw tertidur”

Jati : “Maksud lo? Pindah tempat? ”

Tegar : “ bukan…lebih ngeri lagi, waktu gw tidur dan pas mau bangun, gw terbangun oleh suara Mak gw dengan intonasinya yang khas “Gar, ayo bangun, udah siang, mau telat masuk sekolah lagi, cepetan sholat subuh, nanti keburu abis subuhnya” 

dengan mata yang masih terngantuk-ngantuk gw ngomong ke emak gw

“Mak…bukannya tegar lagi di asrama yah, kok sekarang udah di rumah aja, gimana caranya? Perasaan tadi malem tegar masih tidur di asrama” lalu emak gw jawab 

“kamu ini jangan ngelantur Gar, asrama apa sih, orang tadi malem kamu abis ketiduran ngerjain tugas matematika, kok jadi ngelantur tidur di asrama. Emang di sini ada asrama? Udah ah..jangan ngaco, sono cepetan wudhu, hari ini hari senin lo, nanti telat upacara. Tuh..di kamar emak udah siapin baju ama topi. Jangan sampe kayak minggu lalu, di suruh lari keliling lapangan gara-gara gak bawa topi”

 Ku berteriak “Apa-apaan sih mak, jangan becanda deh mak, tegar tuh
tadi malem masih di asrama, abis ngerjain tugas psikologi klinis terus ketiduran di aula asrama, kok tiba-tiba emak nyuruh tegar berangkat ke sekolah. Tegar ini udah kuliah mak di Psikologi UI, mahasiswa, ngapain pake ke sekolah segala” 

Emak ku dengan wajah terkejut  menjawab “tegar, kamu kenapa sih nak, kesambet setan apa? Inget nak, kamu ini masih SMA kelas tiga, dikit lagi mau UAN dan SPMB. Emak tau kamu pengen banget masuk UI, tapi jangan sampe kayak gini, emak jadi takut ngeliat kamu.”

Ku kembali Berteriak “ Aduh…emak,,jangan becanda lagi deh, pokoknya sekarang tegar mau berangkat kuliah, hari ini hari senen, ada kuliah psikologi abnormal, pokoknya jangan sampe telat. Ngomong-ngomong motor udah dikeluarin bapak ya? Ada di halaman? Kok dari tadi tegar nggak ngeliat motor?” 

Dengan wajah sedih emakku menjawab “ Tegar…tegar..kamu kenapa nak?, istighfar, kamu ini masih SMA kelas 3, dikit lagi mau ujian, kamu itu belom kuliah, terus sejak kapan kita punya motor?”

Kemarahan ku mulai memuncak, ku tak lagi tahan dengan hal ini. Tidak peduli dengan perkataan emakku, ku langsung menghubungi no.telp asrama. Mencoba mencari sedikit kenyataan dari kejadian ini. “Halo..dengan PPSDMS? Ini Edwin ya?”

Edwin menjawab “iya ..ada perlu apa mas?”

“Win ane telat ikutan rapat FORMA ya, terus ane minta tolong bilangin ke bang aji tadi malem ane izin gak mabit di asrama, gak tau nih tiba-tiba ane udah nyampe aja di rumah..oke?”

Lalu Edwin bertanya “maaf..ini siapa ya?” 

Tanpa keraguan ku langsung menjawab “ini tegar, ente masa lupa suara ane”

Lalu dengan heran Edwin bertanya “Tegar yang mana ya? Setau saya di asrama gak ada yang namanya tegar, tapi memang benar, ini asrama PPSDMS, terus, maaf ya mas, saya bingung, mas kok bisa tau nama saya, lalu bicara tentang FORMA, mas kok bisa tau nanti sore ada FORMA, emang mas diundang juga ya? Setau saya yang nanti datang hanya ketua-ketua lembaga kemahasiswaan di UI, dan setau saya juga, gak ada yang namanya tegar disana” 

Seolah tak percaya mendengar hal ini, secara spontan ku menjatuhkan gagang telepon. Ku berteriak “apa-apaan ini, semua orang jadi aneh dan ngaco semua,,,Aaaggh…gw gak tahan..pokoknya gw mesti ke kampus sekarang”. Tanpa mandi, ku memilih baju yang ada di lemari, mengganti baju yang saat ini kupakai. Tanpa menghiraukan larangan ibuku, aku pergi ke depok tanpa sepeda motor yang menghilang entah dimana. Selama perjalanan, tak ada yang berbeda dengan lingkungan sekitarku, segala hal nampak sama, tak ada yang berubah. Sehingga semakin menguatkan ku bahwa ini Cuma main-main dan kerjaan iseng dari beberapa orang saja.

....

Di kampus, segalanya tampak sama. Stasiun UI, Bis Kuning, dan segala hal di dalamnya sama seperti saat kemarin ku datang ke sini. Masih terpampang jelas spanduk-spanduk ucapan selamat dari Rektorat  atas terpilihnya beberapa Dekan, dan berbagai spanduk acara-acara kemahasiswaan, salah satunya spanduk rekrutmen PPSDMS. Berpikir tentang PPSDMS, membuatku ingin mampir dulu ke asrama sebelum sampai ke kampus, tapi ku urungkan niatku itu, ku masih penasaran dengan kejadian aneh hari ini. Dimana setiap orang bertingkah aneh.

Setelah sampai di Fakultas, segalanya sama persis ketika ku kemarin meninggalkan tempat ini. Masih ada beberapa poster PsyGames, pengumuman beasiswa Mahalum, dan Pakom BEM yang memuat susunan pengurus BEM. Melihat Pakom BEM, ku tertarik melihat Pakom MPM, maka ku langsung melangkahkan kaki ke pakom MPM. 

Namun, mata ku melihat pemandangan aneh di pakom itu. Di sana tidak ada foto ku, yang ada hanya foto Jati, Nila, dan Dea serta satu orang lagi yang tak kukenal. Segalanya tampak sama di pakom itu, kecuali satu hal, tidak ada FOTO ku disana. Foto jati dan orang tersebut di pinggir danau, dea dan nila yang berfoto bersama di sebelah pohon membuatku semakin takut akan kebenaran yang akan kuhadapi. Lalu ku mengarahkan pandanganku kepada teman-temanku angkatan 2005, Jody dan Cune, yang baru saja selesai kuliah Abnormal nampaknya. Dengan tergesa-gesa ku bertanya pada mereka. “Cune, jody, abis kuliah Abnormal ya? Ada tugas ya?”

Dengan wajah yang keheranan mereka menjawab “maaf mas, mas ini siapa ya? Saya belum pernah ketemu mas sebelumnya, tapi kenapa mas tau nama kami berdua?”

Lalu dengan tak sabar ku menjawab “ lo jangan maen2 jod, gw tegar, temen lo angkatan 2005, anak MPM, masa lo lupa sih, baru kemaren kita ketemu di Ruang MPM”

Jody menjawab “maaf mas, saya gak kenal mas, setau saya anak MPM itu ada 4 orang dan gak ada yang namanya Tegar”

“aagh..kenapa ini, apa yang terjadi ?” seakan tak kuat lagi menerima kenyataan, ku berlari melintasi ged D, menuju MUI, disana ku berpikir keras, tentang segala kemungkinan dari kejadian aneh ini. Ku mencoba menerka bahwa ini adalah pekerjaan iseng dari salah satu anak2 MPM yang ingin menyusun kejutan untukku, tapi, tak mungkin nampaknya, bagaimana bisa seluruh orang terpengaruh dan mau ikut rencana mereka? Dengan rapih seluruh kejadian ini mereka susun? Nampaknya ini bukan ulah mereka. Lalu ku mencari lagi alasan logis, mencari dan mencari. Sampai akhirnya kusampai pada sebuah kesimpulan. 

Ternyata selama ini ku terjebak dalam mimpi panjang. Peristiwa-peristiwa yang ku alami hanyalah mimpi. Peristiwa kelulusan ku di SMA, peristiwa lulus SPMB, peristiwa Ospek di Kampus, peristiwa lucu bersama teman2 ku, dan peristiwa indah bersama Jati, Nila, Dea, semuanya hanya mimpi. Sekarang ku mulai ingat, aku adalah siswa SMA kelas 3 yang sebentar lagi akan ujian, dan aku adalah seorang anak yang harus berusaha keras menembus PTN. Aku bukanlah anak PPSDMS, bukan anak psikologi UI, bukan anak MPM. Khayalanku selama ini sungguh nyata sehingga kusempat terlupa pada kenyataan diriku yang sebenarnya Cuma anak SMA.

…..sebenarnya,ku ingin mendapatkan keterangan lebih banyak dari orang-orang yang kukenal, namun ku tak tega bertemu dengan mereka, bertemu dengan jati, nila, dea, cune, jody, Edwin dan semua teman2 ku, yang ternyata hanya teman dalam khayalan. Aku memang pernah bersahabat dengan mereka, namun itu hanya dalam mimpi. Mereka memang hidup di dunia nyata, tapi tidak dalam kehidupanku, mereka hidup di khayalanku namun hilang di dunia nyata.

….

Tegar : “ jadi jat, itu yang paling gw takutkan, kehilangan kenangan indah bersama lo, dea, nila dan temen2 gw. Kehilangan kebersamaan yang selama ini ada dan ternyata semua itu hanya mimpi yang terjadi dalam satu malam. Semua ini sangat mungkin terjadi, bila Alloh menghendaki, karena ia yang memegang segala sesuatu termasuk waktu.

Makanya gw coba untuk mensyukuri segala nikmat yang terberi hari ini, nikmat iman, islam, kesehatan, nikmat sebagai mahasiswa, nikmat sebagai aktipis, nikmat sebagai seorang sahabat yang terkadang sering kita lupakan. Kita akan merasakan nikmat ini, jauh lebih mendalam, ketika nikmat ini hilang, dan itu yang gw rasakan ketika gw berkhayal tentang kejadian tadi.”

….
 

Untuk semua orang yang telah mengenal saya dan rela mengenal saya. Cukup kiranya anugerah bertemu dengan kalian sebagai nikmat terindah yang kuterima sebagai manusia.

Sunday, 13 April 2008

Saatnya Kaum Muda Memimpin


Mencermati Pilkada Jawa barat hari ini(13/4), memaksa beberapa kalangan untuk menyadari potensi kaum muda. Dari 3 pasang calon gubernur jabar, rata-rata telah mencapai usia 50-60 tahun, Dani-Iwan dan Agum-Nu’man. Hanya satu pasangan yang berusia 41 tahun, Heryawan-Dede. Pasangan termuda ini mampu meraup suara 39,4% berdasarkan hasil penghitungan Quickcount. Meninggalkan pesaingnya yang lain ditempat kedua dan ketiga dengan 35,4% untuk Agum-Nu’man dan 25,2% untuk Dani-Iwan.  
 
Fenomena ini menimbulkan tanda tanya dari beberapa kalangan. Karena pasangan termuda ini sebelumnya diprediksi tidak akan mampu berbuat banyak. Bersaing dengan 2 pasangan lainnya yang merupakan calon incumbent membuat peluang mereka nyaris tak terdengar dalam pilkada kali ini. Namun, melihat perkembangan yang ada saat ini membuka mata kita akan sebuah harapan bagi kaum muda untuk berbicara lebih banyak di kancah kepemimpinan nasional.
 
Kaum muda selama ini seolah terkubur dalam percaturan politik nasional. System regulasi internal partai yang cenderung hierarkis, memaksa setiap kader muda untuk bersabar dalam bersaing dengan kader senior yang lebih diprioritaskan. Merelakan potensi mereka yang besar karena system yang tidak memihak mereka. Maka tidak heran potensi kaum muda ini muncul saat ia telah menempuh hierarki dan memakan waktu yang panjang. Membuat mereka tak lagi fit dalam memimpin.  
 
Salah seorang filsuf spanyol, Ortega, berpendapat bahwa usia 35-40 tahun merupakan usia pemberontakan seseorang dengan rezim dimasa mereka berada, usia 40-55 merupakan usia dimana mereka hendaknya telah memegang tampuk kepemimpinan sedangkan usia antara 60-70 merupakan usia ‘survivor’ agar mereka bisa tetap melanjutkan hidup dan dapat menyaksikan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat itu atau saksi sejarah. Berdasarkan pendapat ini, usia seseorang memegang tampuk kepemimpinan idealnya adalah 40-55 tahun. Jangka waktu ideal, 15 tahun semenjak ia memimpin. Bila seseorang masih memegang jabatan hingga melewati masa usia itu, maka terdapat kekeliruan dalam system regenerasi kepemimpinan suatu negara.
 
Kekeliruan terjadi karena seorang pemimpin memegang tampuk jabatan melebihi rentang waktu ideal. Pak Harto merupakan salah seorang pemimpin yang memegang jabatan hingga melebihi jangka waktu ideal. Tiga puluh dua tahun memerintah, berimbas kepada kaum muda yang seharusnya muncul dalam jangka waktu itu. Menutup pintu bagi kaum muda untuk memegang tampuk kepemimpinan serta mengacaukan siklus kepemimpinan 15 tahun-an. Membuat kaum muda yang ada saat itu mengambil kompensasi atas kekeliruan ini setelah orde baru jatuh. Kompensasi untuk mengambil tampuk kepemimpinan di luar waktu ideal mereka. Dimana seharusnya kaum muda yang ada pada masa itu untuk memimpin bangsa ini. Menciptakan lingkaran setan yang terus berulang di setiap masa.  
 
Melihat kenyataan ini, sudah saatnya kita memutus lingkaran setan degenerasi kepemimpinan. Memberikan kesempatan bagi kaum muda untuk memegang tampuk kepemimpinan. Keunggulan sementara Heryawan-Dede dalam Pilkada Jabar memberikan bukti nyata akan harapan masyarakat terhadap peru bahan yang selama ini dinantikan dari kaum muda.

Friday, 11 April 2008

Diskursus Seni dalam Mengkritisi

Diskursus seni dalam realita, masih bergelut pada legitimasi penerapannya. Konstruksi paradigma masyarakat hanya melihat seni dari dua perspektif berbeda, boleh atau tidak, hitam atau putih. Legitimasi masyarakat ini membuat potensi seni terreduksi secara perlahan. Padahal karakterisitik seni sebagai luapan ekspresi dan emosi, membuatnya berpotensi sebagai dalih dalam mengkritisi suatu hal, misalnya pemerintah.

Mengkritisi pemerintah layaknya memakan buah simalakama. Bila tak berhati-hati, kritik pedas yang terlontar dapat dipersepsi sebagai sebuah tindakan makar. Namun, jika tidak dikritisi, jalannya pemerintahan dapat keluar dari koridor yang telah diregulasi bersama oleh rakyat dalam sebuah konstitusi. Kondisi serba salah yang terjadi dalam konteks penerapannya dapat diminimalkan pada sebuah tools  bernama seni yang diharapkan dapat menjadi solusi.

Seni dapat menjadi solusi dari permasalahan ini. Seni dapat dijadikan dalih dalam mengkritisi pemerintah yang selama ini sulit diterapkan. Hakikat seni yang merupakan luapan emosi dan ekspresi menjadikannya bebas nilai (value free) dalam penafsiran. Setiap orang bebas mempersepsi hal yang berbeda dari sebuah karya seni seorang seniman. Meskipun setiap karya mempunyai suatu tema besar yang menjadi pondasi dari karyanya, namun penafsiran lebih lanjut diserahkan pada setiap penikmat seni.

Penikmat seni menafsirkan setiap karya tergantung pada konteksnya. Ada kalanya seorang penikmat seni mencoba melihat suatu karya hanya didasarkan pada keindahannya, namun terkadang seorang penikmat seni hanya menikmati sebuah karya hanya pada aspek materi dan isi yang direpresentasikan saja tanpa melihat keindahan yang mungkin ada. Sehingga tak heran jika nilai, ideologi dan misi seorang seniman terkadang tergambar dari isi dan materi karya-karyanya.

Karya seni berideologi mempunyai suatu misi. Salah satu misi yang terkait dengan karya seni adalah kritik pada pemerintah. Mengkritisi pemerintah yang keluar dari regulasi konstitusi hendaknya dilakukan dengan cara yang elegan karena tak selamanya kritikan pedas berbuah manis. Kritikan yang pedas terkadang tidak efektif dan mempunyai efek bumerang pada pengkritik. Oleh karenanya seniman dan karyanya mempunyai peluang untuk mengkritisi pemerintah dengan cara yang santun dan berbeda dengan pengkritik lainnya. sehingga terkadang secara implisit tak disadari oleh pemerintah.

Seniman  berideologi mempunyai nama besar yang tak kunjung redup dan secara cerdas memberikan makna tersembunyi dari karyanya. Iwan Fals dan Taufik Ismail adalah dua diantara banyak seniman tersebut. Seniman yang berkarya dengan sebuah misi. Iwan Fals dengan lagu-lagunya dapat menyitir persepsi masyarakat tentang sebuah pemerintahan yang sakit. Lagu-lagu yang tidak menyiratkan makna sebenarnya namun dipersepsi sama oleh masyarakat sebagai sebuah kritikan pada pemerintah. Sedangkan Taufik Ismail berkarya lewat syairnya yang menggugah batin masyarakat akan sebuah kekeliruan yang terjadi dalam sistem pemerintahan saat itu.

Keduanya berada pada sebuah kondisi pemerintahan yang represif (baca:orde baru) sehingga memaksa mereka untuk membuat karya-karya yang secara implisit menegur pemerintah. Kondisi yang berbeda dialami oleh seniman masa kini. Kondisi masyarakat yang mengalami euforia reformasi melegalkan mereka (baca:seniman) untuk mengkritisi pemerintah secara terang-terangan. Hingga terkadang meninggalkan nilai-nilai ataupun norma yang menjadi border dalam etika berekspresi.

Etika berekspresi pada seniman tempo dulu tercermin dari kecermatan mereka dalam menempatkan kritikan implisit pada karya-karya mereka. Hingga membuat sebagian besar penikmat seni mencoba memahami lebih dalam setiap bait, setiap syair yang diciptakan oleh seniman. Sebuah momen yang tak lagi terlihat pada seniman masa kini yang sebagian besar hanya mengandalkan syair, bait, dan kata-kata vulgar dalam mengkritik pemerintah. Membuat masyarakat tak lagi cerdas dalam menilai sebuah karya seni sebagai bentuk sarana pengawasan dan kritikan membangun untuk pemerintah.

Oleh karenanya pemikiran masyarakat dan bangsa ini tentang reformasi perlu disegarkan kembali. Jangan sampai reformasi yang dicapai 1 dekade yang lalu hanya menjadi sebuah momentum akhir dari perjalanan panjang bangsa ini. Indikasi masyarakat untuk melihat tujuan akhir dari sebuah reformasi tercermin dari upaya melegalkan segala hal atas nama reformasi. Hatta kritikan pada pemerintah. Kritikan yang muncul dari masyarakat tercermin dari setiap bait dan syair yang terlontar dari para senimannya. Hingga ketika seniman berkata tentang sesuatu yang vulgar dan menghina pemerintah dapat diprediksi sebagai cerminan masyarakatnya.

Kondisi ini mendesak kita untuk melanjutkan diskursus seni yang sempat tertunda. Antara seniman masa kini dan seniman tempo dulu. Dimana seniman tempo dulu dapat menempatkan setiap bait karyanya dalam sebuah kerangka kritik yang manusiawi dan elegan. Berbeda dengan seniman masa kini yang terinfiltrasi euphoria reformasi dan memaksa mereka untuk mengkritik pemerintah secara vulgar dan eksplisit tanpa memperhitungkan dampak yang mungkin muncul dari tindakan mereka.

Sumber : Kolom Budaya, Koran Seputar Indonesia, Minggu, 13 April 2008


Monday, 7 April 2008

Ketua BEM yang Faqih

Anda seharusnya tahu!
Kita sebagai mahasiswa selalu menjadi oposan atas kebijakan kampus yang tidak pro-rakyat dan mahasiswa!
Ingat! Pendidikan itu hak setiap anak bangsa, kalau sekarang setiap anak harus bayar untuk belajar, bagaimana nasib bangsa ini kedepannya??
 

Dengan wajah yang tenang dan menyiratkan keteduhan, Ketua BEM UI mendengar keluh kesah mereka. Wajah yang kuingat selalu muncul di setiap keadaan, hatta di kala ia berkampanye dulu. Tak lama, setelah mereka puas menumpahkan segala kekesalan, akhirnya ketua BEM UI menyampaikan pendapatnya.  

“saya mengerti sikap anda yang menyayangkan tindakan yang diambil BEM UI untuk berkompromi dengan rektorat, saya pun menyadari bahwa idealnya posisi mahasiswa adalah posisi yang pro-rakyat. Namun, saya juga menyadari, bahwa saya harus menyelamatkan lebih banyak calon anak bangsa. Jangan sampai tindakan saya yang gegabah justru membuat keadaan semakin buruk. Membuat birokrat kampus yang telah berniat baik dengan mengikutsertakan mahasiswa dalam mengambil kebijakan, menjadi enggan dan justru secara sepihak menaikkan biaya pendidikan.”
Kita harus menyadari bahwa tindakan ini adalah yang paling ideal untuk saat ini. System pembayaran berkeadilan yang insyaAlloh akan kami kawal dengan baik.”

Sebuah jawaban yang santun dan bijak dari seorang pemimpin lembaga kemahasiswaan. Ia tidak lantas menjawab kekesalan dari mereka dengan kekesalan pula. Ia justru menjawab dengan jelas dan padat segala keraguan mereka. Sebuah jawaban yang menyiratkan salah satu ciri dari pemimpin yang faqih.

Pemimpin yang faqih adalah pemimpin yang mampu melihat segala hal dari segala sudut pandang. Memperhitungkan manfaat dan mudhorat dari setiap kebijakan yang akan diambilnya. Pemimpin yang mampu berkompromi walau itu merugikan sebagian pihak yang lain. Layaknya tindakan yang diambil rosul kala menyetujui perjanjian yang diajukan kaum kafir Quraisy pada perjanjian hudaibiyah.

Pemimpin yang faqih adalah pemimpin yang tahu betul situasi dan kondisi yang mungkin terjadi pada setiap kebijakan yang diambilnya. Dia pun menyadari bahwa kebijakan yang diambilnya tidak selalu mendapatkan reaksi positif. Ada beberapa pihak yang mungkin berseberangan dengannya. Namun, ia tidak lantas menentang mereka. Ia berusaha agar si penentang menyadari pentingnya kebijakan yang akan diambil ini. Layaknya Umar Bin Khattab yang menerima kritikan dari rakyatnya kala ia membuat keputusan untuk mengangkat Abu Ubaidah sebagai panglima yang menggantikan Khalid Bin Walid.

Pemimpin yang faqih adalah pemimpin yang dibutuhkan oleh mahasiswa saat ini. Pemimpin yang mampu merekonstruksi frame berpikir kebanyakan mahasiswa. Frame berpikir yang melihat solusi dari konfrontasi buta terhadap pihak-pihak yang berseberangan. Padahal masih banyak peran dan kontribusi yang dapat dilakukan mahasiswa dibandingkan dengan selalu berkonfrontasi dengan pihak-pihak tersebut. Peran sebagai agent of change dengan modal intelektual yang dimiliki mahasiswa.

Itulah pemimpin faqih. Dapat melihat segalanya lebih positif. Seorang pemimpin yang dari sudut pandang saya telah ada dalam diri ketua BEM UI saat ini. Semoga karakter ini dapat membawa ia serta jajaran BEM UI dan mahasiswa lainnya untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat. Amiinn…

Islam yang dibenci, Islam yang dicintai

Pemutaran film fitna untuk memojokkan Islam bukanlah modus yang pertama kali terjadi. Masih terekam jelas di memori kita kala Koran harian Denmark, Jyllands-Posten menerbitkan karikatur nabi Muhammad. Berdalih kebebasan berekspresi, Koran Denmark dengan si penggambar berkolaborasi tuk memprovokasi umat Islam sedunia dengan ulah mereka.

Tak berselang lama, politikus Austria juga tak mau kalah. Susanne Winter, anggota Partai Kebebasan Austria yang berniat mencalonkan diri sebagai walikota Graz, kota terbesar kedua di Austria, mencoba menarik massa.  Dengan mengatakan "Muhammad adalah penyiksa anak-anak yang menulis Al-Quran dalam keadaan epilepsi" ia berusaha mendapatkan dukungan dari sekitar 3000 orang yang datang saat ia berkampanye. Sontak semua kalangan mengecam pernyataannya ini termasuk presiden Austria, Heinz Fischer, yang mengatakan bahwa pernyataan Winter bukanlah suara Austria dan harus dijauhi.

Gelombang-gelombang aksi penghinaan terhadap Islam ini menyiratkan beberapa hal yang harus kita cermati lebih dalam. Pertama, Pastinya arus gelombang ini tidak serta merta terjadi tanpa suatu sebab, ada suatu hal yang membuat sebagian masyarakat Eropa berperilaku seperti ini. Kedua, sikap yang seharusnya ditunjukkan seorang muslim dalam menanggapi gelombang penghinaan ini sesuai dengan syariat.

Banyak dimensi yang mungkin menjadi sebab begitu bencinya mereka (baca: masyarakat Eropa) terhadap Islam. Arus perkembangan Islam yang semakin pesat mungkin menjadi salah satu dimensi itu. Telah lama mereka merisaukan pesatnya perkembangan Islam. Dari agama yang dibenci dan dimarginalkan menjadi agama kedua terbesar di Eropa. Namun, bila kita cermati lebih jauh, perkembangan Islam yang begitu pesat hanya menjadi faktor pemicu dari faktor paling utama. Rasa dengki yang tak kunjung hilang dari hati mereka.

Kita semua telah sama-sama mengetahui bagaimana keadaan Eropa saat ini. Kehidupan masyarakat kelas atas yang jauh dari nilai religiusitas. Sebuah bentuk dari sekularitas yang mereka terapkan dalam pranata sosial mereka. Pilihan mereka untuk menjadikan sekularitas sebagai asas utama pembentuk nilai-nilai sosial membuat hilangnya peran-peran agama yang hanya muncul dalam lingkup ruang peribadatan. Peran pembangun moral dan persatuan yang saat ini mengalami degradasi dalam proses pembangunan eropa.

Hilangnya fungsi ini menjadi sebab hilangnya sense of belonging dan sense of unity pada sebagian masyarakat Eropa. Mereka tidak lagi melihat kebutuhan dalam kedua hal ini. Rasa memiliki terhadap Negara serta komunitas dan rasa persatuan terhadap sesama mereka. Hingga sebagian masyarakat Eropa mengalami kondisi emptyness (kekosongan) pada diri mereka, pada Negara mereka, dan pada agama mereka.

Munculnya perasaan-perasaan ini tidak mereka sadari dan mereka rasakan sebagai sebuah hal yang mengganggu. Mereka baru menyadari hal ini ketika ada stimulus yang datang dan menyadarkan mereka. Salah satu stimulus itu adalah berbondong-bondongnya sebagian masyarakat Eropa lainnya untuk memeluk Islam sembari membawa nilai-nilai keberagamaan yaitu nilai-nilai keislaman. Orang-orang ini dengan bangganya menunjukkan identitas mereka sebagai pemeluk islam. Mereka mempunyai hari khusus tuk melaksanakan acara agama mereka, ada acara khusus tuk membahas masalah-masalah agama mereka, dan mereka memegang teguh prinsip-prinsip mereka sebagai seorang muslim. Hal-hal yang tidak dimiliki oleh sebagian masyarakat eropa yang tergerus oleh nilai-nilai sekularisme dan globalisasi.

Mereka tidak dapat menerima adanya muslim Eropa yang begitu bangganya terhadap agama mereka, keyakinan mereka serta identitas mereka di dalam lingkungan masyarakat Eropa secara keseluruhan. Keyakinan dan kebanggaan yang selama ini tidak didapatkan oleh masyarakat eropa dalam komunitas mereka dan dalam Negara mereka sendiri. Hingga mungkin tercetus dalam pikiran mereka “bisa-bisanya orang-orang islam dengan bangganya menunjukkan identitas mereka, padahal kami telah bersusah payah untuk mencari hal itu tapi dengan seenaknya mereka memperlihatkan kebanggan itu kepada kami”.   

Jadi, tidaklah heran mengapa masyarakat eropa membenci umat muslim. Dikala degradasi persatuan dan moral merasuki masyarakat eropa, masyarakat muslim justru memperlihatkan kejayaan dalam kedua hal ini. Terlebih kedua hal ini muncul dalam lingkungan masyarakat eropa yang sekuler dan indivualis.

Hal kedua yang harus kita cermati adalah sikap seorang muslim terhadap bentuk-bentuk penghinaan ini. Rosul kita adalah suri tauladan paling baik yang pernah ada. Jika kita melihat dan membaca siroh beliau maka kita akan mendapati betapa mulia akhlak beliau kepada orang-orang yang memusuhinya. Beliau tak pernah membalas perlakuan buruk kaum kafirin yang membenci beliau dengan balasan perbuatan yang lebih berat. Justru, beliau mendoakan orang-orang yang menghina dan memusuhi beliau tanpa rasa marah dan dendam. Mendoakan agar si pelaku mendapatkan hidayah untuk memeluk islam. Bukankah doa orang yang teraniaya sangat ampuh? Apalagi yang teraniaya dan berdoa itu adalah Rosululloh yang mulia, pastinya doa yang dipanjatkan olehnya dikabulkan Allah. Lalu apa yang membuat Rosul marah?? Beliau menjadi marah ketika kaum kafir menghina islam dan menghina Alloh. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa peperangan yang diikuti beliau tuk menegakkan panji islam di muka bumi.

Dengan melihat siroh beliau, kita dapat memahami bahwa Rosul sendiri tidak marah ketika diri beliau dihina. Atau bila kita menarik hubungan dengan kondisi faktual saat ini, rosul tidak marah ketika mungkin ada orang-orang yang menghina beliau dengan gambar-gambar konyol yang melambangkan diri beliau. berdasarkan hal ini, bila kita konsisten dengan ajaran beliau, sedianya kita mendoakan dan memaafkan kesalahan si pembuat gambar. Tentunya memaafkan dengan disertai beberapa catatan serta tindakan konstruktif tuk membela rosul sebagai bentuk rasa cinta kepada beliau. Selebihnya kita serahkan segala urusan  dan hasil akhir pada Alloh, apakah ingin mengadzab si penghina ataukah memberi hidayah padanya.

Untuk itu biarlah mereka bertindak sesuka hati mereka. Biarlah mereka menumpahkan segala kekesalan mereka terhadap umat islam. Kekesalan karena tidak dapat bersatu dan bangga terhadap keyakinan mereka layaknya umat islam bangga terhadap islam. Biarlah mereka terus menghina nabi kita hingga mungkin perlakuan mereka ini menjadi amal soleh bagi kita karena terus membela rosul kita yang mulia. Biarlah mereka membenci islam, karena ketika islam dibenci maka ketika itu pula islam dicintai.

 

Thursday, 3 April 2008

Alternatif tuk Hidup Abadi di Dunia

Sungguh indah segala sesuatu yang berasal dari yang Maha Indah. Matahari, bulan, manusia, serta alam semesta merupakan bukti agung dan indahnya segala ciptaanNya. Tak luput dari pandanganNya, skenario kehidupan pun diatur dengan begitu sempurna olehNya. Mati dan hidupnya kita, tidur dan terjaganya kita, menangis dan gembiranya kita adalah bentuk adegan panjang dari sebuah skenario kehidupan pemberianNya.

Berbicara tentang kematian dan kehidupan, berarti berbicara tentang eksistensi dan ketiadaan. Kematian secara mutlak memutus lembar sejarah manusia di alam ini. tak peduli bagaimana hebatnya ia ketika hidup, namun setelah mati? tak ada daya yang mampu ia upayakan tuk menahan perhitungan ilahi. Begitu pula tentang kehidupan. Kehidupan yang terberi pada manusia ketika ia hadir di dunia, mengawali kisah panjang dari perjalanan penuh misteri dalam belantara kehidupan.

Kehidupan dan kematian. Dua hal yang saling mengisi satu sama lain. Ketika ada kematian maka pertanda datangnya kehidupan. Begitu pula sebaliknya ketika ada kehidupan maka pertanda kan datangnya kematian. Sebuah bentuk eksistensi dan ketiadaan yang terus berulang. Namun, pepatah lama mengingatkan saya akan sebuah kemungkinan. Peluang bagi manusia untuk mengisi dan terpatri abadi dalam sanubari kehidupan duniawi. Pepatah yang mengatakan

        "gajah mati meninggalkan gadingnya"
        "harimau mati meninggalkan belangnya"
        "manusia mati?? meninggalkan namanya"

Meninggalkan nama. Hanya nama yang dapat ditinggalkan manusia ketika ia tiada. Nama yang tertinggal dalam sebongkah nisan, nama yang terselip dalam tumpukan arsip-arsip, nama yang terukir dalam lembaran sejarah manusia.

Nama-nama yang selalu abadi hingga akhir kehidupan dunia. Nama-nama seperti Ibnu Khaldun, Hasan Al Banna, Al Ghozali, Imam Bukhori, Imam Muslim, dan Ibnu Sina yang selalu terpatri dalam kalbu insan manusia sepanjang masa.

Nama-nama yang masa hidupnya di dunia tak lebih dari 6 dasawarsa. Ibnu khaldun wafat pada usia 43 tahun, Hasan Al Banna wafat pada usia 42 tahun, Umar bin Abdul Aziz usia 36 tahun,Imam Bukhari wafat pada usia 62 tahun, Imam Muslim wafat pada usia 59 tahun, Ibnu Sina 56 tahun. Begitu pula Imam Al-Ghazali, beliau hanya hidup selama 53 tahun.

Luar Biasa...

Robb kita seolah-olah memberikan mereka suguhan indah dari skenarioNya yang penuh misteri. Memberikan sebuah tawaran agar dapat menempati hati dan lembaran dunia dengan cara yang penuh makna. Mereka memang tak diberikan oleh Alloh kebaikan dengan umur panjang penuh berkah layaknya beberapa ulama lainnya. Namun, kemuliaan yang mereka dapatkan tak kalah hebatnya dari umur yang panjang. Kebaikan-kebaikan, buku-buku, pemikiran-pemikiran mereka menjadi sebuah simbol eksistensi dan kehebatan abadi mereka di dunia.

Begitu romantisnya Pencipta kita pada kekasihNya. Tak mendapatkan jatah hidup yang lama,  Alloh pun memuliakan mereka dengan kehidupan yang panjang dalam benak setiap insan. Seolah-olah mereka meminta pada Kekasihnya dengan perkataan :

"Ya...Robb,,,jangan jadikan kami manusia yang paling buruk, panjang umurnya namun buruk amalnya. Ya...Robb berikan kami dua hal untuk memilih. hidup yang panjang nan berkah atau hidup singkat namun bermanfaat abadi bagi umat manusia."

Apa yang telah kita lakukan jika kita mampu tuk memilih seperti mereka??

Telah mempersiapkan amal mulia nan berkah??

Ataukah telah merancang peninggalan bermanfaat bagi umat manusia???


P.S:
para ulama yang saya tuliskan di atas, rata-rata telah hafidz Quran pada usia 10 tahun, membuat buku pada usia  20 tahun, dan menjadi pemimpin pada usia 30 tahun.

Wednesday, 2 April 2008

Psikosomatis?!

Psikosomatis,

dalam literatur psikologi, gejala gangguan medis yang disebabkan oleh simtom-simtom psikologis disebut dengan psikosomatis. berbeda dengan somatoform* dimana individu yang mengalaminya tidak mengalami gangguan secara medis, psikosomatis membuat si penderita mengalami gangguan fisik ataupun medis seperti pusing, mual, asma, hipertensi dll. kondisi psikologis yang paling dominan menyebabkan penyakit-penyakit ini adalah stress. ya,,,STRESS.

contoh nyata dari orang yang sedang mengalami psikosomatis mungkin adalah diriku. akupun baru menyadarinya kalau diriku benar-benar mengalami gejala psikosomatis adalah malam ini. ketika tiba-tiba ku terjaga pada pukul 2 dini hari disertai sakit pada tenggorokan dan batuk berkepanjangan. beberapa hari sebelumnya aku pun sudah sedikit merasa aneh dengan kondisi tubuhku yang berbeda dari biasanya. flu yang tiba-tiba muncul, gatal pada tenggorakan dll. hanya di pekan ini, dan hanya di hari ini.

lalu??

kenapa ini disebut psikosomatis?!

mungkin teman-teman sudah tau klo pekan ini adalah pekan UTS di Fakultas Psikologi UI. berbeda dari biasanya, UTS yang biasanya dua minggu dan biasanya (lagi) sehari hanya ada satu kali mata kuliah yang di-ujian-kan, sekarang menjadi seminggu dan kadang (sering!) sehari bisa sampai 3 kali ujian.

tentunya ini menimbulkan kondisi psikologis yang tidak baik (baca:stress) bagi orang-orang seperti ku yang terbiasa dengan nikmatnya sistem SKS (red:sistem kebut semalam!). perlu penyesuaian dalam strategi SKS (halah,,,tetep aja SKS ) dan dalam strategi me-manage diri. situasi dan kondisi lingkungan yang berubah memerlukan penyesuaian pula dalam hal me-manage emosi.

tekanan intrapsikis dan lingkungan yang cukup besar membuat beberapa orang mengaktifkan defense mechanism* sebagai bentuk coping dalam mengatasi masalah ini. defense mechanism yang muncul dalam simtom ke-tubuh-an seperti sakit tenggorokan yang sedang ku alami. mungkin ini sebagai sebuah bentuk pengalihan konflik intrapsikis yang disalurkan melalaui gejala fisiologis. sehingga dapat mereduksi dampak negatif dari konflik intrapsikis.

agak sedikit aneh memang, ketika banyak orang mengalami psikosomatis dengan simtom penyakit-penyakit seperti pusing, mual, asma, flu,,,justru diri ku mengalami penyakit tenggorakan. dari sudut pandang psikologi manapun, mungkin belum dapat menjelaskan apa hubungan penyakit tenggorakan dengan kondisi psikologis yang sedang ku alami.

tapi yang jelas, kondisi ini membuatku menjadi agak kesulitan dalam menjalani UTS yang masih tersisa 3 hari lagi (baca:hari kamis ku ujian 3 kali lagi...)

yah..begitulah,,hanya ingin berbagi cerita dengan teman-teman sekalian.


"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" (QS Al Insyiroh : 5-6)

*diambil dari teori psikoanalisa Freud...  
**individu mengalami sakit dan gangguan pada beberapa organ tubuh, namun dalam pemeriksaan medis tidak didapatkan bukti-bukti kuat adanya gejala ataupun gangguan fisiologis.