ada sesuatu yang unik di fakultasku. kucoba mencari keunikan ini di fakultas lain, namun (mungkin) ku tak menemukannya. fakultasku mempunyai keunikan, institusi ini mempunyai organisasi atau lembaga atau apapun namanya yang menggabungkan 3 elemen utama. elemen mahasiswa, orang tua mahasiswa, dosen, dan Alumni,,,oiya maaf, bukan 3 elemen, namun 4. elemen-elemen ini bersinergi dibawah sebuah paguyuban(lebih tepatnya) yang bernama POMDA.
ya...POMDA nama lembaga itu, persatuan orang tua mahasiswa, mahasiswa, dosen, dan alumni (mungkin terdapat kesalahan dalam penulisan kepanjangan dari POMDA, tapi esensinya, lembaga ini, ataupun paguyuban ini, atau apapun namanya menggabungkan beberapa elemen di fakultas..). tak kusangka dan tak pernah kubayangkan aku dapat bertemu dengan pimpinan-pimpinannya yang konon mempunyai pengaruh yang cukup kuat pada fakultasku.
tepatnya kemarin tanggal 19 februari 2008, saat ku sedang mempunyai agenda lain yang sangat penting ketika Mufti KaBEM Psiko UI memberitahuku lewat SMS, "Gar, pomda ngajakin rapat sekarang, lo bisa ikut ga?". otakku langsung memproses sinyal ini serta mencoba mengambil sebuah silogisme dari kabar ini. Rapat POMDA sekarang=batalin kursus bahasa inggris+gak ikut rapat asrama. suatu konsekuensi yang berat untukku, karena membatalkan kegiatan asrama sama saja dengan melanggar komitmenku di asrama(ciee...). namun, karenaku tahu klo gak dateng bakal lebih runyam lagi, khususnya buat MPM-ku, maka kuputuskanlah untuk ikut "muf, gw ikut!tapi bareng ama lo ya?". singkat cerita akhirnya aku ikut rapat POMDA di rumah ketuanya, Pak Tubagus, di bilangan permata hijau.
perjalanan menuju tempat itu memakan waktu yang tidak sedikit, setidaknya dapat membuatku dua kali tidur dan dua kali bangun(intinya jauh banget!!). tak terbayangkan klo gak lewat tol, pasti bakal lebih lama lagi. setelah menempuh perjalanan yang melelahkan walaupun cuma duduk doang di mobil KIA picanto-nya Mufti,akhirnya aku sampai di rumah Pak Tubagus, ketua POMDA.
saat turun dari mobil, aku disajikan oleh pemandangan rumah-rumah mewah beserta gedung apartemen permata hijau sebagai latarnya. sungguh permukiman kelas wahid dan elite. tak mungkin menurutku orang-orang yang hanya mengandalkan gaji UMR (baca:upah minimum regional jakarta=800-900ribu/bulan,dikali 10 tahun=tolong itungin) yang meskipun sudah didepositakan olehnya selama 10 tahun dapat membeli rumah semewah ini.
rumah pak Tubagus berada diantara belantara rumah-rumah mewah lainnya. meski tak pantas bila ku mengatakan bahwa rumah beliau itu kecil, namun untuk ukuran rumah di kompleks itu, rumahnya tergolong 'sederhana'. yah...sederhana disana mungkin standarnya punya garasi satu, lapangan basket atau olahraga satu, dan ada pagar tinggi di depan rumah, satu.
seiring jalannya waktu, aku memasuki rumah pak Tubagus. rumahnya, seolah tak membiarkan diriku untuk terpana sejenak, kembali aku disajikan oleh pemandangan luar biasa. interior dan pelengkapnya yang sangat 'elegan'(bentuk eufimisme, sangat vulgar klo pake kata aslinya) menyambutku. interior dari tata ruang dan cahaya yang apik dan interior dari furniture kelas wahid.
selanjutnya, pelengkap dari interior itu tentu saja hal-hal diluar bentuk fisik bangunan. seperti makanan yang disajikan dan minumannya. bila tidak dikatakan mewah, makanan ini mungkin layak disebut 'unavailable' di pasaran. nama2nya yang asing membuatku cukup tahu akan rasanya saja, daripada repot-repot lagi mencari nama dari makanan2 ini.
setelah berbagai ritus (baca:seremonial,cth:makan, minum, haha, hihi, bengang, bengong, etc) selesai, acara (akhirnya) dilanjutkan dengan rapat POMDA antara mahasiswa yang dengan ini diwakili olehku dan mufti, alumni yang diwakili (mungkin) oleh pak tubagus, dan dosen yang diwakili oleh bu wadek II. sebenarnya ada beberapa orang lagi yang hadir dalam pertemuan itu. mbak Novi dari POMDA yang selalu menjadi primadona kami para pengurus BEM dan MPM(dia yang megang duit, jadi gak bisa macem2), bu Tubagus(?), Robi waka 2 BEM, Anggun Bendum BEM dan lain2(kurang kenal).
kembali lagi ke cerita tentang rapat POMDA ini. rapat POMDA mempunyai esensi untuk merekatkan hubungan antara lembaga di fakultas dengan mahasiswa dan alumni. jadi setidaknya ada semacam aspirasi yang kami(aku dan mufti) bawa dari mahasiswa untuk dibicarakan dalam rapat ini. setidaknya kami langsung berhubungan dengan orang2 yang berpengaruh di psikologi sehingga tindak lanjut dari aspirasi ini tidak terlalu lama.
semangat kami untuk mengaspirasikan keinginan mahasiswa sebelum kami sampai di sana, seolah-olah tereduksi oleh berbagai peristiwa yang kami lewati sebelumnya(baca:makan, minum, liat rumah mewah, dll). kami seolah tak mampu untuk berbicara dengan lantang tentang keinginan mahasiswa. seakan diri kami cenderung untuk mengikuti alur dan keinginan dari peserta rapat POMDA lainnya.
mungkin ini yang disebut dengan kemewahan yang melalaikan. kenyamanan yang mereduksi keinginan untuk terus bergerak. serasa telah mencapai suatu yang ideal dan lupa akan esensi dari eksistensi diri. kami serasa tak mempunyai posisi yang tegas dan independent dalam menyuarakan aspirasi. meskipun tak sepenuhnya terdiam, namun hal ini membuat kami benar-benar pasif dalam menyampaikan aspirasi teman-teman.
entahlah, aku berpikir bahwa inilah virus-virus yang menyerang para pemimpin bangsa ini. ketika posisi mereka yang dekat dengan kemewahan berdampak pada kinerja mereka di lapangan. mereka seolah telah lupa dengan janji2 mereka ketika kampanye saat pemilu dulu. saat kemewahan masih jauh dari mereka. saat kemewahan belum bersinergi dengan pergerakan.
belajar dari pertemuan pertama ini. kuberpikir untuk meluruskan niat, meluruskan hati-hati kami untuk melihat kemewahan sebagai sebuah bonus dari perjuangan sejati menuju ridho ilahi, namun.., bila bonus ini tak tak dapat kugapai, cukuplah balasan dari Alloh sebagai penebus kekhilafan diri ini...amiinnn...
doakan selalu...tetap istiqomah...
Thursday, 21 February 2008
Ketika Kemewahan bersinergi dengan Pergerakan
Labels:
meracau
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
masalahnya adalah aktivis pergerakan tidak biasa berinteraksi dengan kemewahan ... sehingga timbul rasa kecil hati ketika berinteraksi dengan hal tersebut, atau paling tidak membuat mereka merasa menghadapi sesuatu yang sangat berat ... bukankah itu tanda bahwasannya masih ada dunia di hati mereka .... padahal seorang pejuang seharusnya menempatkan dunia di tangan mereka, bukan di hati mereka ...
ReplyDeletelihatlah para durjana, mereka bisa tetap angkuh di tengah kemewahan sesama mereka ...
bahkan terkadang aktivis pergerakan mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu hasil dari perjalanan panjang ... bukankah ini bisa jadi satu bentuk ghurur ?
bacalah profil para ulama2 yang menegur penguasa di kitab minhajul qasidin, kemewahan para penguasa tidak membuat mereka akhirnya rendah diri, mereka pun mementahkan bagian dari kemewahan yang hendak penguasa itu berikan ...
contoh lain dari generasi salaf, Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah justru mengatakan kepada anaknya untuk bersyukur atas kekayaan yang mereka miliki, karena dengan kekayaan itu mereka dapat terlepas dari tekanan penguasa ...
memiliki kemewahan atau tidak bagi seorang pejuang itu pilihan, tapi bagaimana sikap mereka terhadapnya adalah sama, jadikan dunia itu dalam genggaman, bukan di dalam hati ...
sepakat dengan bang Don...
ReplyDelete....ini merupakan pertanda masih kecilnya diri ini, dan tiada kata selain terus memperbaiki diri...insya Alloh...
entah kenapa...baru postingan tegar yang ini yang kubaca sambil senyum, bahkan ketawa dikit...(bukan di ending ya...)
ReplyDeletetambah lagi..kudoain semoga istiqomah
ReplyDeletesemangat!!!
amiiinnnn...semoga kita selalu istiqomah...
ReplyDeletewah, jangan sampai ikut terlena ya...
ReplyDeleteKaya'nya rumahnya gak sederhana deh. tapi memprihatinkan. Masa' cuma punya pagar satu biji..
ReplyDeleteEniwei, terlepas dari itu semua, begimane si Abang. Bukannya di PPSDMS juga sering ngobrol sama orang kaya ya.. yang pager rumahnya lebih dari satu. Tapi kenapa ya kok di situ masih berani ngomong lantang. Apa karena di sana dibantuin sama anak PPSDMS lain yang "mungkin punya idealisme yang sama"?
Jadi singkat kata, apa aktivis itu kerennya kalo keroyokan aja?
Oya atu lagi. coba deh, sering-sering ngobrol sama karyawan kecil di kampus Abang. siang ini saya baru ngobrol sama salah seorang karyawan perpus, dan luar biasa.. banyak banget pelajaran baru. jadi bisa buat modal kalo ketemu Bapak-Ibu POMDA nantinya.
jadi jangan kelamaan "ngantor" di ruangan tapi gak ada "kerjanya"..
Ups.. sori..
Piss.
he..he..bener juga ya...salah nulis tuh..seharusnya satu tapi tinggi2
ReplyDeleteeniwei..iya nih kak...makasih banyak buat masukannya...insyaAlloh terus berusaha untuk memperbaiki diri...biar gak cuma "ngantor" doank..tapi langsung turun ke lapangan..