Saturday 2 May 2009

Koalisi Besar dan Multi Branded Strategy

Mungkin tadinya kita tak pernah membayangkan apa jadinya ketika 4 parpol yang lolos PT (parliament threshold), PDIP, Golkar, Gerindra, dan Hanura, menjajaki kemungkinan koalisi. Pasalnya 4 parpol ini masing-masing mengusung calon presiden yang berbeda. PDIP dengan Megawati-nya, Golkar dengan JK-nya, Gerindra dengan Prabowo-nya dan Hanura dengan Wiranto-nya. Karena kita tahu bahwa Capres dan cawapres hanya satu pasang maka sulit menerka bagaimana kompromi dan lobi-lobi politik agar masing-masing pihak puas terhadap hasil koalisi yang mungkin saja tidak menempatkan salah satu diantara mereka sebagai capres.

Sebelum kita sempat menerka kemungkinan yang terjadi, ternyata kemarin siang (jumat 1 Mei) telah terjadi kesepakatan diantara keempat parpol tersebut. Kesepakatan yang terwujud dalam sebuah brand yang bernama koalisi besar. Penjajakan yang selama ini dilakukan ternyata membuahkan hasil. Keempat parpol ini sepakat menjalin koalisi. Namun tidak dalam konteks pencapresan namun dalam konteks parlemen.

Nampaknya itu yang dituangkan dalam kesepakatan butir-butir koalisi yang disetujui oleh masing-masing parpol dalam koalisi besar. Mereka sepakat menjalin koalisi ketika nanti di parlemen. Yang merupakan satu-satunya jalan ketika masing-masing parpol bersikeras untuk mencalonkan kadernya sebagai capres dan cawapres. Karena dirasa mereka sudah sepaham akan pemerintahan yang kuat, maka sayang sekali bila kesepahaman ini tidak dilanjutkan hanya karena masing-masing pihak bersikukuh atas pendapatnya. Agaknya bagi saya ini merupakan sebuah manuver yang tak lain cukup berbahaya bagi SBY sebagai capres yang selama ini diunggulkan.

Manuver yang dilakukan koalisi besar serupa dengan konsep marketing tentang multi branded strategy. dimana pemasar mengeksploitasi sejumlah merek yang masing-masing punya nama sendiri. Contohnya bisa kita temukan pada anak perusahaan Unilever internasional yang memproduksi es krim. Di masing-masing negara perusahaan mereka biasanya dinamai berbeda-beda, tapi logo sebagian besar perusahaan serupa (misalnya, Wall’s di Asia, Ola di Belanda, Langnese di Jerman, dan Eskimo di Austria dan Hungaria). Hal ini biasanya dilakukan perusahaan-perusahaan besar untuk menjangkau pasar dan melihat kemungkinan target pasar yang belum tergarap. Sehingga nantinya dapat dilihat kalkulasi dari kemungkinan sebuah perusahaan dalam mengembangkan produk-produk yang lebih bermutu.

Kembali ke konteks multi branded strategy dari koalisi besar. Mereka yang tergabung dalam koalisi besar diibaratkan sebagai sebuah perusahaan besar. Target pasar mereka adalah rakyat Indonesia yang ingin memilih produk yang disimbolkan sebagai presiden dan wakil presiden. Mari kita beranggapan bahwa koalisi besar belum mempunyai gambaran siapa capres dan cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi. Oleh karena itu mereka mengeluarkan dua merek produk yang dapat dipilih oleh rakyat yakni dua pasang capres dan cawapres. Dengan asumsi dua dari empat capres dalam koalisi besar berbesar hati menjadi cawapres. sehingga nantinya akan ada tiga pasang capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pilpres, dengan SBY sebagai capres ketiga.

Sekarang anggaplah salah satu pasangan capres dan cawapres dari koalisi besar kalah bertarung dalam pilpres oleh SBY. Tentunya akan ada putaran kedua bila suara SBY tidak melebih 50 persen. Di dalam putaran kedua ini tentu saja salah satu pasangan dari koalisi besar yang kalah dalam putaran pertama akan mendukung calon yang berhasil masuk dalam putaran kedua. Dengan membawa serta massa yang telah memilih mereka, mereka mengkampanyekan capres dari koalisi besar yang tetap bertahan. Hal ini sebuah keuntungan bagi capres yang bertahan karena ia telah mendapatkan gambaran dan kalkulasi suara untuk menghadapai pilpres putaran kedua. Walaupun belum menjadi jaminan bila massa salah satu capres yang gagal akan memilih capres dari koalisi besar dalam putaran kedua nanti.

Teori ini sebagian telah terbukti saat JK merangkul Wiranto sebagai cawapres. Sisanya ditentukan saat Megawati benar-benar menggandeng Prabowo sebagai cawapres. Saat kedua pasang capres dan cawapres ini benar-benar maju dalam pilpres nanti maka ini merupakan sinyal yang harus ditangkap SBY untuk menyiapkan strategi meredam kepungan Koalisi besar. Karena bila tidak, semboyan "lanjutkan.. !" hanya terhenti sebagai sebuah slogan.

1 comment:

  1. Seperti yang dikatakan Ruhut Sitompul di detik.com, "Koalisi besar? Besar apanya?"

    ReplyDelete