Friday, 20 February 2009

Ketika Berlindung pada bingkai Perjuangan

Kami sadari jalan ini Kan penuh onak dan duri. Aral menghadang dan kedzaliman Yang akan kami hadapi. Kami relakan jua serahkan Dengan tekad di hati. Jasad ini, darah ini Sepenuh ridha di hati-Tekad- Izzis

Sedari dulu hingga kini frame yang mungkin terbangun dari sebuah aktivitas kebaikan atau lazim disebut perjuangan adalah apa yang tergambar dari lirik di atas. Sulit, Penuh rintangan, dan mengorbankan harta serta jiwa. Intinya ada harga yang harus dibayar. Tak salah jua memang, apalagi dengan realita kontemporer menyajikan fakta ketika kebaikan tak kunjung mendapat tempat yang pantas. Jadilah kini para punggawa kebaikan harus merelakan apapun bagi terwujudnya mimpi mereka merealisasikan kondisi yang lebih baik bagi hidup dan kehidupan.

Baik memang ketika kita mengorbankan segala sumber daya yang dimiliki dalam perjuangan. Apalagi jika ikhlas, tak terhitung ganjaran yang diterima bagi si pelaku. Tapi saya berpandangan ada ekses negatif dari pembingkaian dan penyempitan arti perjuangan dan kebaikan seperti ini.

Pertama, Seolah perjuangan dalam kebaikan adalah sebuah bentuk utopia. Hanya menjadi angan belaka, tak terukur dan takkan terwujud kecuali dengan pengorbanan yang maksimal dan sepenuhnya. Padahal klo menurut saya pribadi mencapai tujuan kebaikan tak selamanya membutuhkan pengorbanan yang berlebihan terutama dari sisi materiil. Dengan mendayagunakan kemampuan berpikir yang kuat kita dapat merekayasa sebuah ancaman dan kekurangan menjadi peluang. Tengoklah negara tetangga kita, Singapura, apa yang dia korbankan agar negaranya jaya? hampir tak ada. Sumber daya alam terbatas, apalagi sumber daya manusia. Tapi kini Singapura berada dalam jajaran negara maju. Mereka tak melakukan pengorbanan kecuali dengan berpikir dan strategi yang matang dalam memanfaatkan kesempatan dan peluang. Maka hendaknya setiap pejuang menggunakan nalarnya dalam berjuang. Mempertanyakan apa yang masih mengganjal di hatinya agar perjuangan dapat lebih bermakna. Sehingga impian tak lagi sekedar utopia belaka.

Kedua, Seolah perjuangan mengenal kata maklum. Yah..maklum lah, perjuangan kan berat dan butuh pengorbanan jadi wajar kalau gagal, wajar kalau belum terwujud, wajar kalau bla..bla..bla.. lainnya. Yang seringkali dijadikan alasan bagi beberapa orang pejuang untuk membela diri ketika ia melakukan kesalahan. Kesalahan bukan sebuah kewajaran, ia sebuah bentuk evaluasi bagi masa yang akan datang. Agar tak terulang lagi, karena seorang pejuang hendaknya tak jatuh ditempat yang sama dua kali.

Jadi, janganlah bingkai arti perjuangan dalam dramatisasi hiperbolis. Gunakan nalar dan upaya maksimum sehingga sumber daya yang kita miliki tak selalu terbuang berlebihan dan dapat dimaksimalkan bagi kemaslahatan bersama. Dan satu lagi, jangan berlindung dibalik pemakluman. Kalaulah salah akui saja, dan jadikan sebagai bahan evaluasi bagi penerus perjuangan selanjutnya.

-Karena kita bersaudara-

4 comments:

  1. "Kami sadari jalan ini Kan penuh onak dan duri. Aral menghadang dan kedzaliman Yang akan kami hadapi. Kami relakan jua serahkan Dengan tekad di hati. Jasad ini, darah ini Sepenuh ridha di hati-Tekad- Izzis"
    ....OST KAUP kelompok urban legend, dengan sedikit perubahan

    ReplyDelete
  2. ˙˙˙˙˙ƃunpuɐq ıɹɐp ɥɐʍnɥʞn˙˙ɯɐןɐs˙˙˙ɥʞɐ˙˙˙uoɹʞnʎs

    ReplyDelete
  3. ¡ʞılɐqɹǝʇ ɐʎuɟnɹnɥ 'ʞɐlıƃ

    ReplyDelete
  4. Kami sadari jalan ini kan penuh harta gonimah...
    berupa tahta juga harta dan pasti juga wanitaaa....

    ReplyDelete