kampanye para caleg bertebaran di pelosok negeri. Baliho segala jenis pun tersaji, Besar-kecil, memalukan-membanggakan semua ada. tak heran justru banyak masyarakat yang malah menjadi bingung untuk memilih. alih-alih menarik simpati, justru mengundang antipati. karena yang tercitrakan malah pragmatisme atau bahkan arogansi.
kira-kira sembari menghitung-hitung budget, kampanye media para caleg bisa dikatakan tidak sedikit kalau tidak ingin dikatakan besar. anggaplah satu baliho kecil dikenakan harga 100 ribu rupiah. Kalau sudah 200 saja tercetak telah 20 juta melayang dari kantung para caleg. Itu pun masih di satu daerah saja, bagaimana di daerah lainnya??
kalaulah dipikir-pikir lebih jauh, uang sebesar itu sangat tidak layak jika hanya dijadikan 'sampah' di pinggir-pinggir jalan. Yang setiap kali ada razia dan pembersihan kota, selalu dijadikan sasaran empuk dari pemda terkait. Apakah sulit tuk sekedar membuat ide kreatif untuk menarik simpati masyarakat? Ataukah mereka enggan mengenalkan diri lebih jauh pada konstituennya? Takut terbuka aibnya? tak tahulah semoga ini hanya keterbatasan saya yang kurang jeli dalam melihat kampanye yang kreatif dari beberapa caleg yang benar-benar berkualitas.
Saya pun tidak ambil pusing untuk semua ini. Biarlah mereka sendiri yang menghitungnya, mencoba merek-reka berapa puluh dan ratus juta menguap dari dompet mereka. sehingga tak sulit untuk mereka yang terpilih sebagai wakil rakyat, mencoba mengembalikan modal mereka yang sempat terbuang.
melihat parodi ini saya pun meringis, mungkin uang sebesar itu lebih bermanfaat bagi warga di Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tempat Ponari si dukun yang dianggap sakti membuka praktik. dimana saat ini warga di sana melawan nalar dan akal sehatnya untuk sebuah kesembuhan. Yang idealnya merupakan sebuah hak asasi tiap warga Indonesia.
Bayangkan, setelah ditutupnya tempat praktik Ponari oleh aparat setempat, para warga yang menganggap Ponari bisa memberikan kesembuhan(yang hakikatnya kuasa tuhan) tak mau kalah oleh petugas. Mereka tetap mengejar kesembuhan bahkan jika memang itu berada di COMBERAN. Yup, comberan, air bekas pakai rumah tangga, yang kotor dan berada di selokan. Mereka, warga di sana berduyun-duyun mengambil air comberan dekat rumah ponari. Yang dianggap memiliki daya magis yang sama dengan air milik Ponari.
Agh..fenomena apa ini, sebuah realita masyarakat pragmatis ataukah memang harga pengobatan yang sangat tinggi dan sulit dijangkau masyarakat..
Entahlah..
maksudnya comberan kak?
ReplyDeletebukan ponari yang sakti, tetapi mereka yang berduyun-duyun mendatanginya sebagai orang yang bodoh (secara akidah).
ReplyDeleteYa... begini lah... semoga foto2 cepet dibuang ya... karena wajah gue udah overload indormasi tentang foto2 itu... ingat kan kapasitas memori manusia??? Kayaknya foto2 caleg adalah info2 yg terbuang dari working memory gue. Hehehe...
ReplyDeletejadi inget materi qodhoyatul ummat yang selalu jadi pengantar proses menuju liqo..
ReplyDelete