Thursday 28 August 2008

Learning by Doing, Ditilang Polisi, dan Pesan Moral di Dalamnya..

John Dewey salah satu pelopor tumbuhnya ilmu psikologi di negeri paman sam pernah berkata “learning by doing”-belajar dengan mengerjakan-. Dengan melakukan suatu hal secara langsung kita akan mendapatkan ilmu dan sarana pembelajaran efektif. Mengapa? Karena kita akan mendapatkan konsekuensi logis dari apa yang kita kerjakan. Baik atau buruk, senang atau sedih, takut atau gembira dan segala konsekuensi berupa pengalaman. Seperti pepatah yang selalu saya baca di buku tulis –sidu-(boleh nyebut merk?). experience is the best teacher.

Oke..itu sekilas tentang pengantar dari tulisan ini. Diharapkan dengan pengantar yang cukup ilmiah (?) membuat tulisan ini nantinya lebih berbobot. Karena memang tulisan yang akan kawan-kawan baca ini merupakan pengalaman yang bisa dibilang, peng-ejawantahan learning by doing-nya John Dewey.

Kisah ini bermula ketika ada seorang yang baik hati akan menjual laptopnya. Gadget yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang mobile sepertiku (wuek..cuih) dijual dengan harga miring. Awalnya sempat terbersit dalam pikiran, “nih orang jual laptop murah banget, apa lagi sakau ya? Butuh duit cepet buat ngobat?”. Tapi akhirnya pikiran-pikiran buruk itu terjawab dengan penjelasan dari ayah. Karena ternyata orang itu memang spesialis jual laptop murah.

Di luar berbagai sisi-sisi yang masih dapat diperdebatkan dan bersifat konspiratif (apakah laptop ini milik CIA yang digunakan untuk menyadap kegiatan-kegiatan mahasiswa, atau laptop yang merupakan peninggalan salah seorang professor yang berisi dokumen2 berharga, dll –mode ngaco: on!-). Akhirnya kami (baca: aku, ayah dan penjual yang tadinya saya kira sebagai orang sakau) sepakat untuk melakukan transaksi di rumahnya.

Perjalanan ke rumah sang penjual memakan waktu empat puluh lima menit. Walaupun masih berada di wilayah Bekasi, tempat tinggal sang penjual lebih dekat ke arah Pulo Gadung. Sehingga kemacetan mewarnai perjalananku dan ayah. Ayah saat itu tidak berboncengan denganku, tapi dengan paman yang dengan baik hati dan mau-maunya ikut dalam perjalanan bersejarah ini, terima kasih paman, jasamu takkan kulupakan (hiks..).

Awal perjalanan ini pun dimulai. Motor kami saling beriringan. Ataupun sekali-kali motor paman jauh mendahului motorku. Otomatis naluriku berkata untuk mendekatkan jarak dengannya agar tidak jauh tertinggal. Oh ya..sebelumnya aku ingin memberikan sedikit informasi. Sebenarnya ada sebuah peraturan tidak tertulis di jalan raya ketika kita berkendara. Mungkin kawan-kawan belum tau, peraturan itu adalah saat kita terburu-buru untuk mengejar sesuatu, segala hal menjadi legal untuk dikerjakan. Sehingga lampu lalu lintas berwarna merah serasa halal tuk dilanggar. Hanya tuk sekedar mengejar ketertinggalan.

Learning by doing pun diawali dengan peristiwa ini. Tertinggal di daerah Rawa Panjang Bekasi membuatku mencoba untuk memacu motor. Tapi apa daya motor paman tak juga terkerjar, padahal lampu merah akan segera menyala. Akhirnya dengan berucap basmalah ku terobos lampu merah.Wuiiss… Seketika jantungku berdetak kencang. Karena tahu, bila segalanya terjadi dalam keadaan ideal, aku akan segera ditilang. Tapi ternyata sejauh perjalanan setelah menerobos lampu merah, polisi tidak juga datang. Haah..alhamdulillah tidak ada polisi. Percaya diripun muncul, berdasarkan pengalaman akhirnya lampu merah kedua ku terobos. Tak juga terjadi apa-apa, lampu merah ketiga pun ku terobos. Tak kunjung terjadi apapun, dan dengan penuh percaya diri, lampu merah ke empat coba ku terobos. Tapi kini pak polisi muncul dengan gagahnya. Sial..!!! dengan seringainya berkata “mampus nih orang, kena ama gw..ha.ha.”

Lalu sesaat akhirnya ku tersadar bahwa itu hanya dalam angan. Karena sebenarnya, segera setelah itu ia menyetopku sembari secara diplomatis mengangkat tangannya, melakukan gerakan hormat.
“selamat siang pak, apa bapak tidak melihat tanda lampu merah sudah menyala?”
Dan dengan polosnya ku berkata “udah pak saya udah liat, tapi saya takut ketinggalan motor bapak saya di depan, makanya saya terobos aja”
“berarti bapak telah melanggar rambu lalu lintas, bapak kena tilang” ia berkata sembari mengeluarkan buku catatan tilang dari saku bajunya yang ketat.

Sembari menulis-nulis sesuatu yang tidak jelas di buku tilang sesekali ia menengok ke arahku. Tatapannya menyiratkan harapan agar aku mengucapkan sesuatu. Mungkin semacam ratapan agar aku memohon kepadanya agar tidak ditilang dan “berdamai” dengannya. Tapi tidak, aku tetap bergeming seolah tak merasakan adanya harapan dari bapak polisi yang satu ini. Yang aku rasakan saat itu rasa kesal karena ia memperlambat impianku untuk membeli gadget canggih. Seolah lelah menunggu jawaban dariku yang tak kunjung datang akhirnya ia membuka pembicaraan “damai”.

Pak polisi : “bapak mau saya Bantu? Kalau mau saya Bantu, bapak harus bayar Rp 50.600”

Haah….???ajaib.. Pertama kali yang terpikirkan oleh ku saat itu adalah, kenapa pake enam ratus segala pak di belakangnya? Kenapa gak lima puluh ribu aja??hah..tapi seketika ku tersadar bahwa pak polisi ini mulai melancarkan jurus “damai”nya padaku. Tentu saja, aku yang sudah sedari tadi kesal kepadanya ingin sedikit membalas perlakuan “baik”nya kepadaku. Pastinya dengan berbagai dialog yang sudah ku atur agar cukup membuatnya bertobat karena berani berurusan dengan ku. Lalu aku berkata dengan nada sombong.

Si orang yang ditilang  : “gak pak ah, gak mau, saya mau sidang aja”
 
Pak polisi baik hati      : “bapak mau saya Bantu?”

Si orang yang ditilang   : “gak pak ah, sidang aja"
 

Pak polisi baik hati       :”bapak mau saya Bantu ?”

Sampai tiga kali atau mungkin lebih ia mengulang perkataan itu, seolah tidak percaya dengan apa yang kuucapkan. Suaranya seolah menyiratkan kekecawaan saat untuk yang terakhir kalinya kutolak tawarannya. Terbayang mungkin dalam pikirannya, sebungkus rokok dji sam soe dan sepiring nasi padang yang terbang melayang karena penolakan dari seorang anak muda pemberani..he.he..

Akhirnya ia melanjutkan menulis buku catatan tilang itu. Beberapa lama saat ia masih menulis, aku meng-interupsinya dengan sebuah permintaan.

Si orang yang ditilang : “ yaudah deh pak, saya mau di Bantu”

Dengan muka cemberut dan pandangan yang tetap mengarah pada buku yang ditulisnya, ia berkata
Pak polisi baik hati : “gak, gak boleh, kamu plin plan sih” suaranya seolah menyiratkan nada kesedihan.
Spontan akhirnya aku berkata “ yah bapak, gitu aja ngambek”

..Jleb..bagaikan ditusuk beribu anak panah mungkin terasa sakit menembus dadanya. Seketika mukanya berubah menjadi merah padam. Seperti menahan sesuatu mendengar perkataanku.

sing...


Selanjutnya dialog diantara kami tidak terjadi. Hanya diselingi dengan pemberitahuan basa-basi tempat dimana aku dapat mengambil SIM yang ditahan. Ia menyerahkan surat itu dengan cepat dan lalu kembali ke pos-nya dalam keadaan diam membisu…hah..bapak polisi..bapak polisi..ck..ck..

Pesan Moral :
1. Berdasarkan hasil pengalaman dan pengamatan. Setelah mencoba secara langsung karena menganut prinsip learning by doing-nya Dewey. Akhirnya ku berkesimpulan. Bahwasanya dimungkinkan menerobos lampu merah selama 3 kali tapi tidak untuk yang ke 4 kali. Gak percaya ? Yah..up to you-lah…
2. sebaiknya bagi bapak polisi harap bertanya dulu siapa yang diajak untuk ditilang. yah..pilah pilih lah kalau gak mau di becandain..he.he...saran aja..jangan mahasiswa yang lagi buru-buru kebelet mau beli barang..

7 comments:

  1. 1. kayanya Tegar ga cocok cerita lucu, aneh, ga biasa-biasanya gitu
    2. katanya kalo disidang artinya kita tidak mengakui kesalahan, jadi sebaiknya bilang aja "saya bayar dendanya pak" terus minta kuitansi warna merah apa biru gitu, terus kita bayar dendanya di bank, ke kantor polisi bawa bukti pembayaran, selesai deh, bukannya waktu LKSM sempet dikasi tau ya?
    3. kebiasaan bilang "yah bapak (atau siapapun), gitu aja ngambek" adalah kebiasaan buruk, jangankan polisi orang lain juga mungkin ga suka digituin

    ReplyDelete
  2. Krik....krik....kri.... (heheheheehe...)

    untuk Mbak "Tukang Mikir Mulu" (siap-siap kabur...^_^)
    Disidang tidak berarti tidak mengakui kesalahan.

    ~kabur...

    ReplyDelete
  3. masa seeeh? yang kutau begitu, ntar deh validasi lagi sama yang lebih tau *gapercayasamaanakfasilkom*

    ~mau kabur kemana ente? temenku di fasilkom banyak nih..

    ReplyDelete
  4. Kalo sama temen2 ente sih saya ga takut. ^_^

    ReplyDelete
  5. jadi dia ngasih pilihan, mau sidang atao bayar di "muka"
    ...karena pengen tau gimana sih sidang di kantor polisi makanya pengen di sidang,dan ternyata sama aja, UUD, dan kita dipersulit..
    yah..begitulah realitanya

    ReplyDelete
  6. Hmm..iya nih gaya nulis k'tegar lg bda.

    ReplyDelete