Wednesday 25 June 2008

Tentang Sebuah Pilihan

Mungkin saja sebagian orang berpikir bahwa memilih berarti memastikan pilihan. Aktivitas ini dipersepsi secara dikotomis oleh mereka. Menganggap sebuah pilihan berbuah konsekuensi yang diametral secara logis. Baik atau buruk, senang atau menyakitkan. Padahal bila kita menilik lebih jauh, memilih bagaikan menjabarkan kontinum bipolar dari sebuah konsekuensi. Ada sebuah garis panjang dimana dua kutub tersebut merupakan titik ekstrim yang mempunyai level konsekuensi yang berbeda-beda. Kadang pilihan tersebut tidak berbuah apapun karena terletak pada titik nol pada garis kontinum, dan terkadang pilihan tersebut berbuah keburukan ataupun kebaikan karena berada pada titik ekstrim salah satu kontinum. Atau mungkin bercampur baur antara kebaikan dan keburukan karena terletak di salah satu tempat antara titik ekstrim dan titik nol. Tidak ada yang tahu dan tidak ada yang dapat memastikan.

Oleh karenanya tidak heran bila setiap pilihan yang kita ambil kadang kala tidak berbuah manis seperti apa yang kita impikan. Ada beberapa hal yang selalu saja membuat kita kecewa pada pilihan yang kita ambil. Tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan sebelumnya dalam angan-angan. Sebagai contoh, Memilih perguruan tinggi negeri sebagai pijakan masa depan seharusnya berbuah angan tuk meraih keberhasilan. Namun, kadangkala kondisi dan situasi yang ada tak memungkinkan untuk mewujudkan semua hal itu. ‘gemerlap’nya dunia kampus dan fasilitas leisure yang serba ada membuat segalanya menjadi lebih buruk. Sehingga mendapatkan perguruan tinggi negeri justru tak berbuah manis bagi sebagian orang yang justru terhempas oleh angan dan pilihannya sendiri.

***

Terhempas oleh angan dan pilihannya sendiri. Implikasi dari sebuah persepsi yang menyatakan bahwa memilih adalah sebuah aktivitas dikotomis. Beranggapan segalanya kan berbuah manis pada setiap pilihan yang dipersepsi ideal. Padahal konsekuensi terburuk pun dapat terjadi bahkan pada sebuah pilihan yang paling ideal sekalipun.

Refleksi atas pilihan dua anak manusia.

Mencoba melihat segalanya dari perspektif kontinum bipolar sebuah pilihan.

Hidup itu pilihan..

Between stimulus and response there is a space. In that space is our power to choose our response. In our response lies our growth and our freedom.

-Victor E. Frankl-

3 comments:

  1. wuih....
    bahasa tingkat tinggi.... ^_^
    bahasa dewa,
    bahasa langitan.

    ReplyDelete
  2. iya ya... njlimet... lidahnya jadi susah menyebutkan setiap kata yang ada... ^^

    ReplyDelete