Friday 27 June 2008

Kisah tentang Seseorang...(Lomba Kubus Rubik)

Seorang anak berlari menyusuri jalan setapak. Diantara dua petak sawah yang dipenuhi bulir-bulir hijau padi yang kan merekah. Peluh keringat seolah tak menjadi penghalang baginya. Tujuannya satu menyampaikan pada dunia bahwa ia bisa. Tak berbeda dengan anak lainnya.

Tertatih ia berlari ditemani deru nafas yang bergemuruh. Sesampainya di sana, ia layangkan pandangan pada sosok seseorang. Pria penuh senyuman yang penuh guratan usia di wajahnya. Pertanda kehidupan telah menempanya. Ayah, biasa anak-anak memanggilnya. Serta merta anak itu menghampiri ayah dengan wajah penuh tanda Tanya.

“ayah, apakah lombanya telah di mulai?”

“belum ananda Thoriq, lomba baru akan dimulai setengah jam lagi. Apakah ananda telah siap?” jawab ayah.

“oh..mudah-mudahan ayah..Thoriq sudah mempersiapkannya sejak tadi malam..”

“wah..bagus kalau begitu, sekarang tinggal siapkan diri untuk lomba nanti, semoga ananda diberikan yang terbaik,”

“terima kasih ayah”

Percakapan diantara mereka ditutup dengan senyuman khas thoriq. Disertai lambaian tangan pertanda penyemangat bagi dirinya dari sang ayah. 30 menit berlalu, dan lomba pun dimulai.

Diawali dengan pemukulan gong oleh camat setempat lomba pun secara resmi di mulai. Pertanda bahwa rangkaian perlombaan tingkat kecamatan yang menghadirkan seluruh SD dari pelosok wilayah. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini perlombaan tingkat SD di daerah kecamatan jatiwarna menyuguhkan perlombaan baru. Bila biasanya lomba yang diadakan seputar lari balap karung, cerdas cermat, dan tarik tambang. Kali ini cabang perlombaan ditambah satu kategori, Lomba menyusun kubus rubik.

Agak unik bagi saya ataupun bagi masyarakat setempat. Kubus rubik? Yah..kubus rubik. Terdiri dari 6 bagian persegi dengan warna berbeda. Dimana setiap warna dapat diputar dan diacak hingga tidak beraturan. Persegi itu pun terbagi lagi menjadi 9 persegi kecil. Sehingga bila kita hitung terdapat 54 persegi di ke-6 bagian persegi besar yang terdiri dari 6 warna. Ketika persegi-persegi ini telah diacak, pemain diharuskan menyusunnya kembali seperti sedia kala. Warna marah di warna merah, putih di warna putih, hijau di warna hijau, biru di warna biru, kuning di warna kuning, dan ungu diwarna ungu. Terbayangkan pada benak saya betapa rumit kombinasi dari persegi ini setelah diacak. Dan disitulah terletak keunikan dari permainan ini. Membutuhkan konsentrasi dan kecerdasan yang tinggi untuk menyusunnya kembali.

Di cabang itulah Thoriq bertarung. Kubus rubik yang dipinjam dari temannya ia pergunakan untuk berlatih. Terhitung sejak dua minggu lalu ia berlatih, mencoba berbagai kombinasi acak untuk disusun kembali. Begitu terpesonanya ia hingga tidak terpikirkan bahwa lawan yang akan dihadapinya adalah siswa kelas 6 SD.

Maka tak heran olokan dan sindiran seolah tak henti menghampirinya. Ia dianggap belum sanggup mengikuti perlombaan ini. Lomba yang membutuhkan kejelian dan ketekunan yang dibutuhkan oleh siswa yang berotak jenius dan pintar. Sedangkan ia, dianggap masih anak kemarin sore di kelas 3 SD yang bahkan untuk ke kamar kecil pun masih minta ditemani oleh ibu.

Namun, itu tak menyurutkan langkah Thoriq untuk mengikuti lomba.

Ia berkata pada Ayah

“ayah, Thoriq ingin mengikuti lomba itu, Thoriq yakin bisa menyusun kubus itu kembali, thoriq sangat senang pada mainan itu ayah”

Ayah yang bijaksana pun menjawab

“Ananda, apakah ananda yakin? Ananda masih kelas 3 SD?apakah ananda sanggup melawan mereka yang berusia jauh diatas ananda? Mereka pastinya lebih berpengalaman daripada ananda.”

“Thoriq yakin ayah. Karena Thoriq sangat cinta pada kubus itu.”

Mendengar jawaban itu, sang ayah hanya bisa tersenyum melihat kesungguhan di bola mata Thoriq. Sehingga ia pun luluh dan meloloskan Thoriq untuk mengikuti perlombaan itu.

Perlombaan pun dimulai. Setiap peserta diberikan kubus rubik yang berbeda dan telah diacak sebelumnya oleh panitia. Untuk memastikan kondisi yang penuh konsentrasi, penonton yang ingin menyaksikan harus pintar-pintar dalam menjaga lisan mereka. Karena salah-salah, panitia akan menyuruh penonton yang gaduh untuk keluar.

Juri lomba melihat jam tangannya. Mencoba memastikan waktu agar sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Setelah selesai, juri pun memberikan aba-aba kepada peserta untuk menyusun kubus itu kembali seperti semula. Waktu yang diberikan panitia sangatlah panjang, karena memang lomba ini tidak dibatasi waktu. Peserta tercepat dan paling tepat dalam menyusun kubus sesuai dengan warnanya, ialah yang menjadi pemenang.  

Thoriq mulai menyusun. Mencoba berbagai kemungkinan dari kombinasi kubus. Peluh keringat membasahinya seperti biasa, seperti kala ia berlari tadi menuju tempat ini.

Dan kini ia mulai berpikir keras untuk memastikan persegi-persegi itu tersusun kembali seperti semula.

Tak disangka, suasana ketika latihan berbeda dengan suasana ketika lomba berlangsung. Berbagai kombinasi ia coba dan tidak ada satupun yang menunjukkan titik cerah. Semuanya berakhir dengan keluhan, geraman, dan suara kubus rubik yang terus teracak.

Kini ia menyadari, kondisi inilah yang mungkin di khawatirkan sang ayah padanya. Khawatir ketika ia tidak siap secara mental dibandingkan siswa yang lebih tua. Memang, mungkin ia telah siap secara teknis, namun secara mental?? Mental juara terbangun dari pengalaman dan keyakinan akan kemenangan.

Sekarang tinggal keyakinan yang tersisa dalam diri. Mencoba meyakini bahwa ia telah berlatih dan pantas diganjar dengan kemenangan. Ibunya selalu menekankan setiap waktu.

“Bila ada permintaan yang kau inginkan anakku, tapi menurut kau permintaan itu tak mungkin. Mintalah pada Tuhanmu. Jangan biarkan ia melihatmu seperti orang yang tidak bisa apa-apa. Bisa-bisa di kutuknya kau. Sudah tau punya Tuhan tidak meminta padaNya. Cobalah kau minta padaNya”

Terngiang ucapan sang ibu. Membuat Thoriq berdoa. Sederhana sekali doanya.

“ya Tuhan, jangan jadikan diriku bersedih dan kecewa padaMu, bila kau menakdirkan aku kalah kali ini.”

            Setelah berdoa, Thoriq seolah melepaskan segala bebannya. Kini ia tidak takut akan kekalahan yang mungkin menimpanya. Karena ia yakin ia tidak akan bersedih dengan kekalahannya.

Dan tahukah kawan…apa kelanjutan dari kisah ini??

            Thoriq memenangkan pertandingan. Menyusun kubus rubik paling cepat diantara peserta lainnya. Membuat sebagian orang terkesima dengan penampilannya. Bocah kelas 3 SD mengalahkan siswa kelas 6 SD.

Disaat semua orang berharap menang dan berdoa untuk menang. Ia berdoa agar ia tidak mengalami kesedihan ketika nantinya mengalami kekalahan. Maka Tuhan memberikannya kemenangan agar ia tidak mengalami kesedihan.

Tuhan…Kau Menguasai  Segala Rahasia

 

6 comments:

  1. hmm,, yah,, kayanya emang lo berhasil meng-upgrade bakat literary lo,ka! *hahay*

    ReplyDelete
  2. teringat masa2 penantian UMB..

    doa seperti itu sungguh membuat hati makin kuat!

    Tfs Kak..

    ReplyDelete
  3. teringat masa2 penantian UMB..

    doa seperti itu sungguh membuat hati semakin kuat!

    Tfs Kak..

    #salamkenal#

    ReplyDelete