Monday 14 December 2009

Realita seorang Ikhwan Eksmud..

Untuk ukuran pria, ia bisa dibilang di atas rata-rata dalam hal karir, penampilan, dan juga Agama. di karir, posisinya termasuk level top manager. Tandatangannya bisa mempengaruhi nasib seorang karyawan di masa depan. Hingga kerap kali senyuman yang ia dapatkan dari karyawan adalah sebuah topeng keramahan atas sebuah usaha dari seorang penjilat. Penampilannya pun selalu terjaga, wajahnya dihiasi berbagai produk perawatan kulit yang siap menjaganya dari berbagai kondisi lingkungan yang tak bersahabat, dan juga rambut yang selalu tersisir rapih karena minyak rambut dari sebuah merk ternama.

Untuk urusan agama, ia tak usah diragukan lagi. Track recordnya di kampus sebagai seorang aktivis dakwah menjawab keraguan atas penampilannya yang tak biasa dari ikhwan kebanyakan. Ia stylish, funky, namun kerap kali terlihat dari saku kemejanya yang berdasi, sebuah quran kecil. Yup, apapun kondisinya, quran adalah sebaik-baik teman baginya. Sekilas, ia sempurna. Tak sedikit (mungkin) orang yang ingin berada di posisinya sekarang. Namun, ada satu hal yang kurang, dan itupun dirasakan olehnya dan orang sekelilingnya. Di usianya yang genap 32 tahun, Ia belum menikah.

Bagi komunitas eksmud metropolitan khususnya di kota Jakarta, seorang pria yang belum menikah hingga usia 30 tahun mungkin menjadi sebuah pemandangan yang biasa. Karir yang memukau mata terkadang sinarnya sangat menyilaukan hingga membuat sebagian eksmud tersebut terlena dan mengabaikan kehidupan berumah tangga yang idealnya telah mereka bangun. Tapi bagi si ikhwan ini, ia tak termasuk dalam jajaran eksmud-eksmud itu. Status lajangnya kini bukan karena disengaja untuk mengejar karir, namun ada sebab lain, dan terkadang ia menyesali dirinya yang terlalu idealis.

Dalam kognisinya telah terbentuk frame dan konsep tentang apa yang disebut sebagai rumah tangga dan istri yang ideal. Sebuah hasil pengalaman, pembelajaran, dan interaksi selama ia berada di kampus dengan segala aktivitas di dalamnya. Baginya rumah tangga dan seorang istri di dalamnya tidak sekedar sebagai sebuah tempat penyambung keturunan dan pelipur lara hati. Baginya Rumah tangga adalah sebuah madrasah pencetak generasi unggul dengan seorang istri sbagai partner, guru bagi keturunannya kelak. Dan itu sangat terpatri dalam sanubarinya yang terdalam.

Malang baginya, aksesnya untuk meminang sang Istri terhambat semenjak ia meninggalkan jamaah yang dulu, ketika di kampus, selalu ia banggakan. Ia termasuk orang yang sulit dan alergi dengan politik serta intrik intrik di dalamnya. Baginya, perjuangan lewat jamaah ini adalah perjuangan membangun peradaban Islam, dan itu tidak selamanya lewat jalur politik. Hingga setiap kali ia di ajak berpolitik dalam jamaah itu, ia mundur dan mencari kelompok lain dari jamaah yang sama yang tidak mengajaknya berpolitik. Namun sayang, saat itu di zaman itu, setiap kelompok dari jamaah ini masih ngotot untuk berpolitik. Dan akhirnya dengan berat hati, ia mundur, hingga saat ini. Dan itu berarti merelakan sang calon Istri dipinang orang lain, Karena sang calon istri bagian dari jamaah ini.

Ia pun terus mencoba, meminang sang calon istri lainnya dari jamaah ini. Namun sayang, selalu terbentur pada sebuah label dan status, bagian dari jamaah atau tidakkah anda. Karena seringkali, sang calon istri lebih suka berkonsultasi dengan gurunya dalam jamaah itu, dan menjadikan 'fatwa' dari sang guru sebagai sebuah "dalil hukum" yang sering kali membuahkan jawaban mengecewakan bagi si Ikhwan. Ironis.. padahal syariat saja tak pernah membatasi kategori baik buruknya calon suami hanya pada status dan label jamaah.

Ia pun menyadari, bahwa sangatlah sulit untuk meminang calon pujaan hati dari jamaah itu. Namun apa daya, sejauh ini, Calon istri yang ideal baginya, selalu dari jamaah itu. Ia pun berusaha sebisa mungkin mengubah mind set yang sudah terlampau menghujam kuat dalam kognisinya. Bahwa masih banyak calon istri yang ideal diluar sana, yang tidak terikat pada jamaah itu. Tapi sayang, belum berhasil hingga saat ini.

Itulah sekeping realita dari seorang pria yang mungkin hanya mewakili satu bagian dari berbagai cerita dan pengelaman serupa. Bahwasanya terkadang menjadi baik, mapan, dan menarik tidak cukup. Anda harus menjadi bagian dari kelompok.

5 comments:

  1. Bukan tegar kan? Umur blom 32 kan? Hha..

    Hm..kasian juga ya,terlepas dari itu semua,namanya blom jodoh..kalau dia shalih dia pasti paham itu..

    ReplyDelete
  2. meski mjd eskmud, ane udh married kok Gar ^_^ v

    ReplyDelete
  3. Nice story:)
    www.twitter.com/niveamenworld

    ReplyDelete
  4. kenalin ke gua gar :p

    *kidding.. jangan yg seumuran itu. hhe..

    ReplyDelete