Banyak selentingan yang mengatakan bahwa penentuan beberapa pimpinan PTN ternama di Indonesia terkait erat dengan deal-deal politis. sehingga suatu ketika penetapan rektor di salah satu institusi pendidikan tinggi ternama di surabaya mengundang tanda tanya karena (kata salah satu koran ternama di daerah itu) tak lagi transparan dan jurdil. Atau mungkin penetapan beberapa pimpinan PTN itu juga terkait dengan sebuah tradisi dan budaya feodal yang meninggikan peran seorang dokter ataupun insinyur sehingga tak heran banyak pimpinan PTN dari beberapa universitas di dominasi dari dua bidang keilmuan itu.
terlepas dari benar atau tidaknya kedua hal itu, saya melihat bahwa posisi sebagai orang yang berada pada pucuk pimpinan tertinggi sebuah universitas sebagai sebuah peluang ataupun batu loncatan untuk karir yang lebih tinggi, contohnya sebagai menteri. Hal ini mungkin tak mutlak, karena setiap perilaku dikembalikan pada si empunya perilaku. apakah dia memang merencanakan grand desain yang terkesan ambisius atau sekedar mengaktualisasikan diri dalam ranah publik yang lebih luas. contohnya, mantan rektor ITS, M. Nuh sebagai menkominfo
sekali lagi, mari kita lihat contoh lainnya. kita tengok pilpres dan pileg yang lalu. coba kita hitung berapa orang petinggi universitas yang ikut bersuara dalam diskusi publik tentang pemilu di televisi?? bahkan beberapa orang diantara mereka didaulat sebagai moderator debat capres cawapres. antara lain, Komarudin hidayat rektor UIN Syarif Hidayatulloh, Anis baswedan rektor Universitas Paramadina, Dekan Fisipol UGM Dr Pratikno. Atau mungkin kalau bisa kita tambahkan, bapak gumilar yang pernah menjadi narasumber di TV One (meski cuma sekali). memang masih banyak petinggi universitas yang tidak sering muncul di depan publik tapi disinyalir akan 'naik pangkat' seperti rektor IPB, ITB dan UNS.
Apakah mereka terlihat ambisius?? saya pikir mungkin saja, karena memang telah banyak selentingan yang mengatakan bahwa beberapa orang dari mereka dicalonkan sebagai salah seorang menteri dalam kabinet. ditambah memang sebagian dari mereka sibuk memperbaiki citra di depan publik. misalkan Anis yang diperkirakan menjadi menteri pendidikan. Meski tak berasal dari PTN, tetapi dengan pengetahuan dan kredibilitasnya sebagai salah satu rektor termuda di Indonesia, mampu mengalihkan perhatian beberapa pengamat pada dirinya. Bahkan sebagian besar publik memberikan nilai positif atas keberhasilannya menjadi moderator debat capres dan cawapres lalu. walaupun tentu saja tradisinya sejak pasca reformasi, mendiknas berasal dari muhammadiyah.
atau mungkin Rektor UI, Prof Gumilar, yang dengan gegap gempitanya membangun UI kembali. Sarana dan pra sarana menjadi fokus perhatian darinya. tak ada yang tak diperbaiki dan direnovasi, dari Perpustakaan termegah di Asia hingga jalur sepeda. Ditambah dengan pencitraan yang baik di depan publik civitas UI dan manajemen konflik yang aduhai (mungkin sebagian mahasiswa UI tahu akan hal ini) membuat dirinya semakin dipandang simpatik oleh sebagian besar masyarakat negeri ini. hingga tak heran ia pernah masuk calon bursa presiden dari kalangan akademisi, luar biasa. Lalu kini kabarnya beliau juga menjadi salah satu pengisi salah satu menteri di kabinet... hmm..hm..
Lalu, intinya?? Perebutan posisi sebagai salah seorang petinggi kabinet nampaknya semakin hangat, karena setiap calon berlomba memperbaiki diri, menunjukkan kinerja dan kualitasnya. Tanpa mengurangi rasa hormat, harapannya adalah setiap langkah menuju batu loncatan selanjutnya, tak lagi membutuhkan batu lainnya untuk melangkah, karena mungkin saja, banyak hal yang dikorbankan untuk menambahkan satu batu itu.
nice writing....
ReplyDeleteterima kasih mas.. ^^
ReplyDelete[OOT] komen di blog tegar sekarang ga pernah dibales kayanya
ReplyDeleteyaya..permisi aja kalo gitu..