Bertolak atas kekhawatiran. Terhadap beberapa pihak yang berada dalam lingkup dakwah kampus. Saya sendiri tidak mempermasalahkan apa yang mereka katakan sebagai "seruan ramadhan". Karena secara konten, apa yang diserukan memang baik. Tapi memperlihatkan secara lugas keberpihakan mereka, itu yang saya rasa kurang ahsan(baik).
Kita ketahui bersama bahwa orientasi keberpihakan merupakan keniscayaan. Artinya tak satupun manusia yang dapat menyangkal bahwa mereka pastinya mempunyai satu visi, satu tujuan, dan satu pemahaman dengan pihak lain. Itupun tak berhenti pada tataran pemikiran. Tapi juga berbuah pada sebuah bentuk tindak perbuatan. Makanya tak heran sekelompok orang yang memiliki pola pikir yang sama serasa nyaman. Ketika berada di dekat orang yang memiliki pemikiran yang sama dengan mereka.
Itu semua memang tak terlihat secara kasat mata. Tapi mekanisme unconscious bermain di dalamnya. Walau mungkin telah ada sebuah statement yang mengatakan bahwa "kami non-partisan.." Tapi secara tak sadar, perlahan namun pasti hal ini akan muncul dalam bentuk perbuatan dalam ranah kesadaran. Maka dari itu, hal inilah yang harus dijaga bersama. Agar ketidaksadaran terhadap kecenderungan tuk berpihak tak muncul dalam bentuk yang vulgar dan merugikan.
Misalnya, ketika seseorang memiliki keberpihakan pada sebuah golongan. Pastinya secara nyaman dia akan menunjukkan identitasnya sebagai golongan itu. Seperti memakai kaus golongan itu, membawa stiker golongan itu, dan lain sebagainya. Hal ini tak jadi masalah jika berada di tempat yang netral. Tapi bila berbicara dalam ranah yang lebih luas dan melibatkan banyak pihak, inilah yang menjadi masalah. Saat diperlukan adanya kedewasaan untuk memahami bahwa sarana berjuang ini adalah milik bersama untuk semuanya. Tak hanya miliki beberapa pihak yang berkepentingan di dalamnya.
Lalu solusinya apa? Satu-satunya cara adalah bermain cantik. Jikalau memang kita benar-benar simpati dan mempunyai afiliasi terhadap beberapa golongan diluar organisasi kita. Karena memang, misalnya, golongan itu secara esensi memang layak untuk dibantu dalam menyebarkan kebaikan. Maka hendaknya kita serukan dengan membawa nilai-nilai serta semua keutamaan yang kita miliki. Cukup dengan profesionalitas, kejujuran, loyalitas yang merepresentasikan diri kita. Sehingga nantinya kita tak perlu lagi membawa organisasi yang kita pimpin untuk dijadikan sarana menyebar luaskan kebaikan pihak-pihak tertentu tersebut.
karena nantinya orang-orang akan bertanya dengan sendirinya "eh..eh..dia itu siapa sih? kayaknya kerjanya bagus banget deh..orang juga baik dan ramah..siapa sih? oh..ternyata orang "ini" dari kelompok "ini" ya...pantesan bagus.."
lebih baik dibandingkan dengan "eh..eh..siapa sih tuh orang? kerjanya gak bener, sering telat, udah gitu sering jutek lagi..siapa sih? oh...ternyata orang "ini" ya..pantesan kerjanya amburadul.."
Mau pilih yang mana?(klo saya sih yang pertama, klo anda?)
Terserah saja. Karena yang jelas. Bila kita telah bermain di ranah publik hendaknya kita dapat merangkul semua golongan. Tak hanya beberapa orang saja dari kelompok tertentu tapi juga semua kalangan. Karena kita yakin organisasi kita adalah perpanjangan Islam yang rahmatan lil 'alamin(rahmat bagi seluruh alam). bukan rahmatan lil hizbiyin(rahmat bagi sekelompok golongan)..Wallahu 'alam
gw sepakat banget sama tulisan lu nih! keren!
ReplyDeletebtw, gw ga melihat 'keanehan' apapun di seruan itu.. gw dah baca dr pas pertama keluar tuh. apa gw aja yg kurang jeli?
berartinya lo yang kurang jeli cun..
ReplyDeletecoba lo baca diskusi dibawah tulisan di web itu. itu menjelaskan kebingungan lo..
iyah gw dah ngeh skrg
ReplyDeletehaha abisnya gw ingetnya 16 sih.
tuh tuh gimana ga jadi pada sentimen coba!