Hm..kayaknya berat ya? Nggak kok, saya gak bakalan analisis secara panjang dan filosofis seperti saudara kita yang satu ini. Dan gak seahli dalam berpolitik seperti saudara ini, ini, atau bahkan ini. Saya cuma merenung dan memaknai kejadian yang terjadi belakangan ini di kampus. Ternyata setelah dipikir-pikir Islam memang tak bisa dipisahkan dengan politik.
Tentunya kita semua masih ingat sabda rosul kita tersayang mengenai persaudaraan. Menurut beliau, janganlah engkau terlalu mencintai seseorang karena boleh jadi ia akan menjadi musuhmu pada suatu waktu, dan janganlah engkau terlalu membenci seseorang karena boleh jadi ia akan menjadi sahabatmu suatu hari nanti. Kira-kira begitulah redaksi yang tertulis dalam hadits yang masyhur ini.
Hadits ini banyak memberikan pelajaran muamalah terhadap sesama manusia. Bahwasanya di dunia ini tiadalah yang abadi bahkan untuk sebuah ukuran persahabatan. Hadits ini mengajarkan kita untuk dapat memberikan proporsi yang sewajarnya bagi sebuah hubungan. Atau bahkan bagi segala hal yang kita miliki. Sehingga bila kita menilik kembali lebih dalam hadits itu, maka akan timbul sebuah pertanyaan. Seperti apa tolok ukur bagi sebuah hubungan? Atau mungkin bagi sesuatu yang kita miliki, seperti apa tolok ukurnya?
Tolok ukurnya ternyata cukup sederhana. Aturan dan ketetapan dariNya. Jangan sampai persahabatan ataupun kecintaan kita yang berlebihan terhadap sesuatu menjadikan kita melanggar aturanNya. Sehingga sangat logis bila dikatakan bahwa janganlah terlalu mencintai seseorang karena mungkin sewaktu-waktu ia akan menjadi musuh kita. Dengan kata lain janganlah terlalu mencintai seseorang karena mungkin sewaktu-waktu mungkin saja ia akan mengajak kita pada kemungkaran.
Maka sewajarnyalah seorang muslim tak terjebak pada jerat-jerat kerancuan ini. Terjatuh pada ruang abu-abu antara cinta sejati dari sang pencipta dan cinta semu dari makhlukNya. Sehingga tepat sekali bila kita katakan prinsip dasar politik kontemporer hampir serupa dengan prinsip Islam ini. Tentunya saudara-saudara semua sudah pasti mengetahuinya.
Prinsip dasar politik kontemporer yang mengatakan bahwa "dalam politik tidak ada kawan sejati, yang ada hanya kepentingan abadi"
kongruensi yang menurut saya sangat tinggi antara kedua perkataan yang masyhur ini.
kayak gini yang bikin gw ogah berpolitik. kalo berpolitik pun gw ga akan oke, karena buat gw sekali kawan akan susah untuk gw buang status 'kawan'nya. kalo lu tau track recor perpolitikan kampus gw (yang mana tentu saj asangat minim adanya) lu akan tau kalo prinsip gw adalah "Temen (ya) temen, bersebrangan pihak dalam politik itu ya urusan lain" dan memang cuma sedikit sekali orang yang gw 'turunkan statusnya' karena masalah politik.
ReplyDelete