Thursday, 28 August 2008
Learning by Doing, Ditilang Polisi, dan Pesan Moral di Dalamnya..
Oke..itu sekilas tentang pengantar dari tulisan ini. Diharapkan dengan pengantar yang cukup ilmiah (?) membuat tulisan ini nantinya lebih berbobot. Karena memang tulisan yang akan kawan-kawan baca ini merupakan pengalaman yang bisa dibilang, peng-ejawantahan learning by doing-nya John Dewey.
Kisah ini bermula ketika ada seorang yang baik hati akan menjual laptopnya. Gadget yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang mobile sepertiku (wuek..cuih) dijual dengan harga miring. Awalnya sempat terbersit dalam pikiran, “nih orang jual laptop murah banget, apa lagi sakau ya? Butuh duit cepet buat ngobat?”. Tapi akhirnya pikiran-pikiran buruk itu terjawab dengan penjelasan dari ayah. Karena ternyata orang itu memang spesialis jual laptop murah.
Di luar berbagai sisi-sisi yang masih dapat diperdebatkan dan bersifat konspiratif (apakah laptop ini milik CIA yang digunakan untuk menyadap kegiatan-kegiatan mahasiswa, atau laptop yang merupakan peninggalan salah seorang professor yang berisi dokumen2 berharga, dll –mode ngaco: on!-). Akhirnya kami (baca: aku, ayah dan penjual yang tadinya saya kira sebagai orang sakau) sepakat untuk melakukan transaksi di rumahnya.
Perjalanan ke rumah sang penjual memakan waktu empat puluh lima menit. Walaupun masih berada di wilayah Bekasi, tempat tinggal sang penjual lebih dekat ke arah Pulo Gadung. Sehingga kemacetan mewarnai perjalananku dan ayah. Ayah saat itu tidak berboncengan denganku, tapi dengan paman yang dengan baik hati dan mau-maunya ikut dalam perjalanan bersejarah ini, terima kasih paman, jasamu takkan kulupakan (hiks..).
Awal perjalanan ini pun dimulai. Motor kami saling beriringan. Ataupun sekali-kali motor paman jauh mendahului motorku. Otomatis naluriku berkata untuk mendekatkan jarak dengannya agar tidak jauh tertinggal. Oh ya..sebelumnya aku ingin memberikan sedikit informasi. Sebenarnya ada sebuah peraturan tidak tertulis di jalan raya ketika kita berkendara. Mungkin kawan-kawan belum tau, peraturan itu adalah saat kita terburu-buru untuk mengejar sesuatu, segala hal menjadi legal untuk dikerjakan. Sehingga lampu lalu lintas berwarna merah serasa halal tuk dilanggar. Hanya tuk sekedar mengejar ketertinggalan.
Learning by doing pun diawali dengan peristiwa ini. Tertinggal di daerah Rawa Panjang Bekasi membuatku mencoba untuk memacu motor. Tapi apa daya motor paman tak juga terkerjar, padahal lampu merah akan segera menyala. Akhirnya dengan berucap basmalah ku terobos lampu merah.Wuiiss… Seketika jantungku berdetak kencang. Karena tahu, bila segalanya terjadi dalam keadaan ideal, aku akan segera ditilang. Tapi ternyata sejauh perjalanan setelah menerobos lampu merah, polisi tidak juga datang. Haah..alhamdulillah tidak ada polisi. Percaya diripun muncul, berdasarkan pengalaman akhirnya lampu merah kedua ku terobos. Tak juga terjadi apa-apa, lampu merah ketiga pun ku terobos. Tak kunjung terjadi apapun, dan dengan penuh percaya diri, lampu merah ke empat coba ku terobos. Tapi kini pak polisi muncul dengan gagahnya. Sial..!!! dengan seringainya berkata “mampus nih orang, kena ama gw..ha.ha.”
Lalu sesaat akhirnya ku tersadar bahwa itu hanya dalam angan. Karena sebenarnya, segera setelah itu ia menyetopku sembari secara diplomatis mengangkat tangannya, melakukan gerakan hormat.
“selamat siang pak, apa bapak tidak melihat tanda lampu merah sudah menyala?”
Dan dengan polosnya ku berkata “udah pak saya udah liat, tapi saya takut ketinggalan motor bapak saya di depan, makanya saya terobos aja”
“berarti bapak telah melanggar rambu lalu lintas, bapak kena tilang” ia berkata sembari mengeluarkan buku catatan tilang dari saku bajunya yang ketat.
Sembari menulis-nulis sesuatu yang tidak jelas di buku tilang sesekali ia menengok ke arahku. Tatapannya menyiratkan harapan agar aku mengucapkan sesuatu. Mungkin semacam ratapan agar aku memohon kepadanya agar tidak ditilang dan “berdamai” dengannya. Tapi tidak, aku tetap bergeming seolah tak merasakan adanya harapan dari bapak polisi yang satu ini. Yang aku rasakan saat itu rasa kesal karena ia memperlambat impianku untuk membeli gadget canggih. Seolah lelah menunggu jawaban dariku yang tak kunjung datang akhirnya ia membuka pembicaraan “damai”.
Pak polisi : “bapak mau saya Bantu? Kalau mau saya Bantu, bapak harus bayar Rp 50.600”
Haah….???ajaib.. Pertama kali yang terpikirkan oleh ku saat itu adalah, kenapa pake enam ratus segala pak di belakangnya? Kenapa gak lima puluh ribu aja??hah..tapi seketika ku tersadar bahwa pak polisi ini mulai melancarkan jurus “damai”nya padaku. Tentu saja, aku yang sudah sedari tadi kesal kepadanya ingin sedikit membalas perlakuan “baik”nya kepadaku. Pastinya dengan berbagai dialog yang sudah ku atur agar cukup membuatnya bertobat karena berani berurusan dengan ku. Lalu aku berkata dengan nada sombong.
Si orang yang ditilang : “gak pak ah, gak mau, saya mau sidang aja”
Pak polisi baik hati : “bapak mau saya Bantu?”
Si orang yang ditilang : “gak pak ah, sidang aja"
Pak polisi baik hati :”bapak mau saya Bantu ?”
Sampai tiga kali atau mungkin lebih ia mengulang perkataan itu, seolah tidak percaya dengan apa yang kuucapkan. Suaranya seolah menyiratkan kekecawaan saat untuk yang terakhir kalinya kutolak tawarannya. Terbayang mungkin dalam pikirannya, sebungkus rokok dji sam soe dan sepiring nasi padang yang terbang melayang karena penolakan dari seorang anak muda pemberani..he.he..
Akhirnya ia melanjutkan menulis buku catatan tilang itu. Beberapa lama saat ia masih menulis, aku meng-interupsinya dengan sebuah permintaan.
Si orang yang ditilang : “ yaudah deh pak, saya mau di Bantu”
Dengan muka cemberut dan pandangan yang tetap mengarah pada buku yang ditulisnya, ia berkata
Pak polisi baik hati : “gak, gak boleh, kamu plin plan sih” suaranya seolah menyiratkan nada kesedihan.
Spontan akhirnya aku berkata “ yah bapak, gitu aja ngambek”
..Jleb..bagaikan ditusuk beribu anak panah mungkin terasa sakit menembus dadanya. Seketika mukanya berubah menjadi merah padam. Seperti menahan sesuatu mendengar perkataanku.
sing...
Selanjutnya dialog diantara kami tidak terjadi. Hanya diselingi dengan pemberitahuan basa-basi tempat dimana aku dapat mengambil SIM yang ditahan. Ia menyerahkan surat itu dengan cepat dan lalu kembali ke pos-nya dalam keadaan diam membisu…hah..bapak polisi..bapak polisi..ck..ck..
Pesan Moral :
1. Berdasarkan hasil pengalaman dan pengamatan. Setelah mencoba secara langsung karena menganut prinsip learning by doing-nya Dewey. Akhirnya ku berkesimpulan. Bahwasanya dimungkinkan menerobos lampu merah selama 3 kali tapi tidak untuk yang ke 4 kali. Gak percaya ? Yah..up to you-lah…
2. sebaiknya bagi bapak polisi harap bertanya dulu siapa yang diajak untuk ditilang. yah..pilah pilih lah kalau gak mau di becandain..he.he...saran aja..jangan mahasiswa yang lagi buru-buru kebelet mau beli barang..
Thursday, 21 August 2008
Milad Catatan (paling) Pinggir
catatan (paling) pinggir menjaring beberapa kenangan. kiprahnya selama ini dalam dunia per-blog-an mendapat beberapa apresiasi. bentuknya bisa dalam banyak hal diantaranya kritik serta saran. saya masih ingat beberapa kritik tentang pendapat saya mengenai rokok dan kebangkitan bangsa. atau mungkin keseluruhan postingan saya. sungguh nikmat melihat ide dan pemikiran saya di kritisi. sehingga saya berucap "alhamdulillah" karena membantu peningkatan kualitas diri saya sebagai user dari catatan (paling) pinggir.
Semoga kehadirannya menambah kebermanfaatan diri dan orang-orang sekitar saya.
Tak banyak yang bisa saya ucapkan selain semoga teman-teman/handai taulan menikmati sajian di blog ini.
Terima kasih atas apresiasi, kritik, dan sarannya selama ini.
20 Agustus 2007 - 20 Agustus 2008
Monday, 18 August 2008
Kelompok Marginal
Esensinya manusia adalah sama, tak ada yang berbeda baik lelaki maupun perempuan. Namun, ketika eksistensi mendahului esensi, beginilah jadinya. Para lelaki yang mau tak mau, suka tak suka, harus menghadapi realita bahwa mereka minoritas. Bergabung bersama kelompok mayoritas (baca:perempuan) nampaknya agak sulit bagi mereka. Karena, seperti yang kita ketahui bersama nature mereka saling berbeda. Lelaki tak terlalu memikirkan bagaimana hasil dari pekerjaan mereka, yang penting selesai tepat waktu walaupun H-1(baca:H min satu). Sedangkan perempuan sangat jarang bekerja dalam tekanan waktu. Pekerjaan mereka pun secara umum selesai dengan sempurna.
Tentu saja, ada faktor lain yang menjadi penyebab terbentuknya kelompok ini, salah satunya mungkin karena mereka memang tidak dapat bergabung dalam kelompok perempuan. Mereka sebenarnya ingin bergabung bahkan sangat ingin tapi karena track record mereka yang buruk (deadliners, prokastinaers, dll) akhirnya mereka harus menerima kenyataan ini. Walaupun, ya..ada beberapa kelompok perempuan yang kasihan melihat mereka luntang-lantung dan dengan sangat terpaksa (mungkin) menerima mereka dalam kelompok. Yah..ironis memang, tapi mau gimana lagi?? Overall, Ini hasil observational learning, mungkin masih banyak perbedaan lain yang bisa dituliskan dan menjadi penyebab terbentuknya kelompok marginal, para lelaki.
Kelompok marginal, terbentuk karena nature yang berbeda. Merasa nyaman akan karakter yang mereka miliki, membuat para lelaki berkumpul dan berikrar tuk bahu membahu dalam kelompok ini. Walaupun dalam hati, mereka tetap berharap “mudah-mudahan semester ini gak gabung mereka lagi”. Yah apa mau dikata, mereka akhirnya bergabung kembali. Dan mereka berusaha menikmati keadaan serta tetap berusaha untuk survive setidaknya dalam satu semester itu. Berharap-harap cemas hasil yang didapatkan tak terlalu jelek-jelek amat.
Namun, kini berbeda, kelompok marginal telah diakui eksistensinya. Esensi mereka sebagai makhluk yang dianugerahi kemampuan yang sama mulai terlihat. Beberapa mata kuliah dimana mereka bersama menyelesaikan tugas kelompok, memperlihatkan hasil yang cukup baik. Bahkan di beberapa presentasi, kelompok ini dipuji karena mampu menyajikan analisis yang akurat dan mendalam mengenai suatu permasalahan. Sulit dipercaya memang dengan waktu penyelesaian yang singkat yakni H-1, dengan rata-rata kelompok lain menyelesaikannya H-30.
Luar biasa memang kelompok marginal. Mereka telah dapat mendahului eksistensi tuk memperlihatkan esensi mereka. Dan nampaknya kelompok marginal telah diperhitungkan dalam dunia per-tugas-an kelompok.
Semangat kelompok marginal, mari songsong semester baru yang kini tinggal menghitung hari.
-ditujukan kepada teman-temanku sesama lelaki dan satu korps dalam kelompok. kalian emang the best abis deh.., tinggal satu semester lagi bung!- he.he..
Sunday, 17 August 2008
Sertifikat
Tentunya, kedatanganku kali ini bukan tanpa maksud. karena telah sekian lama, Moch. Faisal alias Ical, Manajer Asrama angkatan 4 dan temanku di angkatan 3 memanggil ku untuk mengambil beberapa hal yang masih tertinggal di asrama. Sebenarnya barang itu harus sudah diberikan saat PKN 3 kemarin. Tapi teman-teman angkatan 3 baru dapat menyempatkan diri mengambilnya hari ini, ahad 17 agustus 2008.
Teman-teman yang lain telah lebih dulu mengambilnya. Sedari sore mereka datang, bersenda gurau sesaat, melepaskan rindu yang selama ini terpendam. Aku baru sempat datang, sehabis maghrib. Ketika ku datang mereka sebagian besar telah pergi karena masih banyak urusan yang harus mereka selesaikan. Agak kecewa memang, tapi apa boleh buat, untuk calon-calon pembesar seperti mereka, Waktu nampaknya sungguh berharga, dan ku memaklumi itu.
Saat ku datang, asrama sepi dari penghuninya. junior-junior ku (bila bisa disebut itu) angkatan 4 sedang melakukan kunjungan ke warga sekitar, sebagai bentuk upaya menjalin hubungan yang lebih baik dengan warga. Melihat keadaan asrama yang sepi, pandanganku beralih ke komputer yang terletak di ruang tengah. Membayangkan kembali memory-memory indah dengan komputer itu. Fasilitas internetnya membuatku sempat dijuluki si penguasa komputer ruang tengah. tersenyum mengingat kejadian itu membuatku tergerak untuk kembali mengulang memory itu. Dan akhirnya ditengah sepinya asrama, ku kembali berinteraksi dengan komputer ruang tengah.
Saat akan memulai, ku melihat beberapa map yang tergeletak tak bertuan di samping komputer. Penasaran akan benda yang terdapat di dalamnya membuatku tergoda tuk membuka isinya juga. Kenyataan bahwa map itu tidak hanya satu membuatku semakin penasaran. dalam hati ku bertanya, mungkin ini barang yang dimaksud.
Ternyata di dalamnya terukir beberapa kalimat.
SERTIFIKAT
Tegar Hamzah
Peserta PPSDMS Nurul Fikri regional 1 Jakarta
(Departemen Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tahun 2005)
Telah menyelesaikan Program pembinaan PPSDMS angkatan III periode 1 agustus 2006-31 juli 2008
selanjutnya yang bersangkutan berhak menyandang predikat sebagai
Alumni PPSDMS Nurul Fikri
berikut segala hak dan kewajiban yang terkait dengan itu, dan akan terus terlibat aktif bersama seluruh komponen bangsa dalam upaya membangun Indonesia yang lebih baik dan bermartabat
Jakarta, 31 Juli 2008
Direktur
Drs. Musholli
Monday, 4 August 2008
Kebaikan adalah apa yang sudah dipilihkan Alloh Subhanahu wata'ala
Syekh Abdul Qadir Al Jailani
Jangan kau pilih [berikhtiar sendiri] meraup segala kenikmatan, ataupun menangkis segala kesialan bencana. Jika memang bagianmu, nikmat akan datang sendiri kepadamu, meski kau memustahilkan atau membencinya. Dan bencana jika memang sudah menjadi bagianmu tetap akan menimpamu juga, baik kau membenci dan berusaha menolaknya dengan bermacam doa ataupun bersabar dan mengerahkan kemampuan diri menggapai ridha Allah SWT.
Akan tetapi, serahkan semua pada Allah. Biarlah DIA Bertindak apapun atas dirimu. Jika memang berupa kenikmatan, maka syukurilah. Dan jika berbentuk bencana, maka sibukkanlah diri dengan penyabaran diri atau bersabar, atau coba terima saja dengan segala keridhaan atau menikmatinya. Bersikaplah ada dan tiada di dalamnya sebesar kemampuan hal yang telah diberikanNya kepadamu, sehingga kau pun akan bergerak di dalamnya dan berjalan menyusuri stasiun-stasiun menuju Allah SWT, yang sudah diperintahkan untuk kau taati dan kau setiai, meski harus menempuh padang sahara dan rimba belantara menuju maqamat untuk bisa sampai pada Ar Rafiq Al A’la, Allah SWT.
Dalam kondisi demikian, kau pun akan ditempatkanNya di maqam yang telah dicapai dan dilalui oleh kaum Shiddiqin, para Syahid dan kaum Shaleh, yaitu kedekatan dengan Sang Al ‚Aliy Al A’la, Allah SWT, agar kau bisa melihat maqam orang-orang yang telah mendahuluimu menghadap dan mendekat pada Sang Maharaja, serta mendapatkan segala kenyamanan, kesenangan, keamanan, kehormatan, dan segala bentuk kenikmatan di sisiNya.
Biarkanlah bencana menyambangimu dan kosongkanlah jalannya. Jangan kau rintangi perjalanannya dengan doa. Jangan merasa gundah atas kedatangan dan penghampirannya. Toh apinya tak mengerikan daripada kobaran api neraka dan jilatannya. Telah diriwayatkan sebuah kabar dari manusia terbaik dan orang terbaik yang beranjangkan bumi dan berselimutkan langit, Muhammad SAW,“sungguh, api neraka akan berseru kepada orang Mukmin : hai orang Mukmin, cepatlah berlalu karena cahayamu memadamkan bara apiku.“
Bukanlah cahaya seorang Mukmin yang mampu memadamkan bara api neraka itu, melainkan cahaya yang menyertainya di dunia ini, yang membedakannya di antara orang yang patuh dan durhaka. Karena itu, biarkanlah cahaya ini yang memadamkan korban bencana, dan biarkanlah dingin kesabaran dan kepatuhanmu kepada Allah yang memadamkan panas sesuatu yang menimpa dan mendekatimu.
Bencana yang menimpamu tidak untuk membinasakanmu, akan tetapi untuk mengujimu, membuktikan keshahihan imanmu, menguatkan pilar-pilar keyakinanmu, dan secara rahasia memberikan kabar gembira akan kebanggaan Allah SWT atas dirimu. Allah SWT Berfirman : “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antaramu; dan agar Kami nyatakan hal ihwal kalian.“ [QS Muhammad (47) : 31]
Jika memang kau telah kokoh bersama Tuhanmu dengan keimananmu, lalu kau setujui TindakanNya dengan keyakinanmu dan semua ini berkat taufik pertolongan, anugerah dan kemurahanNya, maka jadilah kau ketika itu sebagai orang yang sabar, akur, lagi pasrah diri. Jangan sampai terjadi dalam dirimu, juga oleh selainmu suatu tindakan yang keluar dari perintah dan larangan. Jika perintahNya datang, maka ikutilah (dengan seksama) dan segeralah melaksanakannya, juga terapkan dan teguhkan. Bertindaklah dan jangan hanya diam. Jangan bersikap pasif dihadapan Takdir dan Tindakan (Allah), akan tetapi curahkanlah seluruh upaya dan kemampuanmu untuk melaksanakan perintah tersebut.
Jika kau tidak mampu melaksanakannya, segeralah kau bersimpuh dan memohon perlindungan pada Allah SWT. Tujulah Dia, lalu bersimpuh dan mohonlah maaf kepadaNya. Teliti sebab-sebab ketidakmampuanmu melaksanakan perintahNya, juga keterhalanganmu untuk berkemuliaan dengan menaatiNya. Mungkin saja hal itu dikarenakan rasa putus asamu dalam berdoa dan kebertumpuan dirimu hanya pada daya dan kekuatanmu sendiri, keujubanmu atas ilmu yang kau miliki, juga penyekutuanNya dengan dirimu dan makhlukNya. Sehingga Dia pun memalangi pintuNya memakzulkanmu dari ketaatan dan khidmat pelayananNya, memutus aliran taufikNya padamu, memalingkan WajahNya yang mulia darimu, murka dan marah besar padamu, serta menyibukkanmu dengan menimpakan bala, dunia, hawa nafsu, kehendak dan ambisi keinginan.
Tak tahukah kau, bahwa hal inilah yang membuatmu lupa akan Tuhanmu serta menjatuhkanmu dari pandangan Zat yang telah menciptakan dan mengasuhmu, lalu mengaruniakanmu segala anugerah, dan mencintaimu.
Awas ! jangan sampai kau berpaling dari Allah SWT Junjunganmu, karena selainNya. Segala sesuatu selain Allah SWT Junjunganmu adalah selainNya, maka jangan utamakan sesuatu selain Allah di atas Dia, sebab Dia menciptakanmu semata-mata untuk beribadah kepadaNya. Janganlah zalimi dirimu dengan bersibuk dengan selainNya hingga melupakan perintahNya, niscaya Dia akan memasukkanmu ke dalam api nerakaNya, yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan bebatuan, lalu kau pun pasti akan menyesal, namun sesalmu kala itu sudah tidak berguna lagi. Kau pasti juga akan memohon maaf, namun permohonan maafmu sudah tidak diterima lagi ketika itu. Kau menangis meminta pertolongan, namun takkan ada pertolongan lagi di sana. Kau minta keletihan, namun tak diletihkan. Juga kau minta dikembalikan ke dunia lagi untuk menebus kesalahanmu dan berbuat keshalehan, namun kau tak akan dikembalikan.
Kasihani dan sayangilah dirimu. Gunakanlah segala sarana dan prasaran yang telah diberikanNya kepadamu untuk menaati Allah SWT Junjunganmu, berupa akal, iman, makrifat, dan ilmu sebagai penerangan di tengah gulita Takdir-takdir. Pegang teguhlah perintah dan larangan Allah, dan berjalanlah dengan keduanya di jalan Tuhanmu. Serahkan segala sesuatu selain keduanya [perintah dan larangan] pada Zat yang telah menciptakan dan mengadakanmu [dari ketiadaan]. Jangan sekali-kali kau ingkari [kufuri] Zat yang telah menciptakanmu dari debu dan mengasuhmu, lalu dari setetes mani dijadikanNya kau seorang manusia sempurna, lalu dari setetes mani dijadikanNya engkau seorang manusia sempurna. Janganlah menghendaki yang bukan perintahNya, dan jangan benci selain laranganNya.
Puaslah dengan kehendak ini di dunia dan akhirat. Dan bencilah sesuatu yang membenci kehendak ini di dalam keduanya [dunia dan akhirat], sebab segala keinginan ikut dengan kehendak ini, begitu juga segala kebencian mengikuti hal yang dibenci oleh kehendak ini.
Jika kau bersama perintahNya, maka semestapun berada dalam perintahmu. Dan jika kau membenci laranganNya, maka larilah segala hal yang tidak diinginkan dari dirimu dimanapun kau berada dan menempat.
Allah Berfirman dalam Hadist Qudsi : “Wahai anak turun Adam, Akulah Allah, tak ada ilah [sesembahan] selain Aku. Aku hanya cukup mengatakan pada sesuatu “jadilah !“, maka ia un akan mewujud jadi. Taatilah Aku, niscaya akan Ku jadikan kau mampu mengucapkan pada sesuatu “jadilah !“, lalu ia pun jadi seketika.“
FirmanNya lagi : “hai dunia, barangsiapa yang berkhidmat melayaniKu, maka layanilah ia. Dan barangsiapa yang berkhidmat melayanimu, maka letihkanlah ia.“ Dengan perkataan lain : “Layanilah orang yang melayaniKu danperbudaklah orang yang melayanimu.“
Jika datang laranganNya, maka berlakulah kau seperti orang yang lunglai sendi-sendi tulangnya, lemah fisiknya, remuk hatinya, terbelenggu lengannya, hendak mati rasa badannya, lenyap hawa nafsunya, dan kehilangan rusum [sifat-sifat kemanusiaan]. Juga laksana peninggalan yang terlupakan, pelataran yang gelap dan tak terurus, gedung yang nyaris roboh, rumah yang kosong tanpa penghuni, singgasana yang roboh, tanpa rasa dan tanpa jejak. Berlakulah pula seolah-olah pendengaranmu bak orang yang tuli bawaan, penglihatanmu laksana orang yang sedang terkena radang mata atau yang buta sejak lahir, seakan-akan kedua bibirmu bak penuh bengkak nan luka, seakan-akan lidahmu bisu dan kasar, seakan-akan gigimu bernanah penuh nyeri dan tanggal, seakan-akan kedua tanganmu lumpuh dan tak kuasa memegang sesuatupun, seakan-akan kakimu gemetar dan penuh luka, seakan-akan perutmu kekenyangan dan tak mampu menampung makanan lagi, seakan-akan akalmu gila dan tak waras, dan seakan-akan tubuhmu mayat yang tengah dipikul menuju kubur.
Dengan kata lain, bersegeralah mendengar dan bergerak dalam menyikapi perintah, janganlah bermalas-malasan dan tanpa bergairah dalam menghadapi larangan, dan berlakulah seperti orang yang di ambang kematian, kerentaan, dan kebinasaan saat menghadapi Takdir.
Teguklah minuman ini, berobatlah dengan ramuan ini, bersantaplah dengan menu makanan ini, niscaya atas ijin Allah SWT kau akan sembuh dan terbebas dari segala penyakit dosa dan virus hawa keinginan. Insya Allah...
Friday, 1 August 2008
Teruntuk Kawan Seperjuangan, Harapan itu (ternyata) Masih Ada...
Ya kawan, hidup hanya butuh keberanian dan kebenaran. Karena bila melihat fakta yang kini terjadi mungkin ku akan berpikiran sama denganmu, mengakhirinya saja dan selesai sampai disini. Tak ada pihak yang dirugikan bahkan terdzolimi. Apa lagi yang perlu kau perjuangkan? Setelah kau lihat kenyataan tak ubahnya seonggok daging busuk yang harus kau makan. Itulah fakta, itulah kenyataan, dunia yang penuh kekacauan, serba sulit, dan tidak satupun menawarkan kenikmatan. Kalaupun kenikmatan yang ditawarkan hanya sekedar memuaskan dahaga sesaat dan diteruskan dengan rasa haus berkepanjangan.
Ah kawan, lama ku mencari dan kini ku menemukannya. Sesuatu yang membuat hidupku lebih hidup. Yang dapat membuatku bertahan dari hinanya dunia. Kawan, sesuatu itu adalah harapan yang selama ini kudambakan. Dan mungkin kau dambakan pula. Yah, sesuatu yang dapat mengubah bobroknya tatanan duniawi menjadi kemuliaan hakiki. Benar kawan, kemuliaan itu adalah bangkitnya kembali kejayaan. Setelah 14 abad lamanya tertidur pulas dibawah rezim tiran.
Mari kawan, kita songsong kejayaan Islam. Karena ia hanya membutuhkan kebenaran tuk menjemputnya dan keberanian tuk menyongsongnya. Seperti yang selama ini kau katakan. Cukup dengan kebenaran dan keberanian. Kebenaran bahwa bangkitnya ia tinggal menunggu waktu, tergantung seberapa lama kau menyadarinya. Kalau kau sadar bahwa kejayaannya tak kan pernah muncul sebelum terjadinya pertempuran di medan perang, maka kau harus segera mewujudkannya. Berusaha menjadi bagian dari proses percepatan itu. Caranya?? Kau mungkin lebih tahu kawan. Peperangan takkan terjadi sebelum jamaah subuh kaum muslimin menyamai atau bahkan melebihi jamaah sholat jumat. Yang membuatku berani berkata pada diriku “wahai diri, jangan pernah kau menjadi penghambat bangkitnya kejayaan islam, atau kau lebih baik mati terkubur dalam tanah yang dingin” hingga membuatku tak pernah sekalipun berpikir tuk meninggalkan kewajiban sholat subuh berjamaah.
Lalu? Bagaimana ketika perang telah datang? Sekarang saatnya keberanian berbicara kawan. Sudah saatnya mengakhiri penderitaan di dunia ini dengan menyongsong syahid di jalanNya. Ah, indahnya dunia dan mulianya akhirat jika dapat bertemu denganNya melalui jalan ini. Syahid fiisabililillah. Subhanalloh.. kalaupun Ia -Pemilik Langit dan Bumi- belum memperkenankan ku tuk syahid, setidaknya ku dapat melihat secercah cahaya, bahwa harapan itu masih ada. Kejayaan Islam yang selama ini membuatku terus hidup menyongsong dunia dengan kebenaran dan keberanian.
-Teruntuk kawan seperjuangan, semoga kita tetap dipersaudarakan di dunia dan di akhirat-
Sebuah Bentuk Permintaan Maaf atas Permasalahan Advokasi BOP Berkeadilan MABA 2008
Awalnya saya sempat optimis dan simpatik dengan berbagai kebijakan dari rektor UI yang baru. Dari kebijakan untuk membangun jalur sepeda di lingkungan kampus sampai kebijakan untuk menerapkan BOP berkeadilan. Teringat dengan postingan saya beberapa waktu lalu, BOP berkeadilan adalah bentuk nyata dari kontribusi mahasiswa sebagai bagian dari solusi permasalahan. Namun kini, nampaknya optimisme dan rasa simpatik itu luntur seiring dengan berbagai masalah yang muncul sebagai implikasi dari kebijakan baru itu.
Bagi angkatan 2007, 2006, 2005, ataupun kakak senior yang masih ingin berlama-lama di kampus, BOP berkeadilan memang tidak mengikat mereka. Bagi angkatan-angkatan itu sistem BOP yang lama masih berlaku, 1,3 juta per semester (untuk sosial) dan 1,5 juta per semester (untuk non-sosial). Itupun dengan catatan jika calon mahasiswa mampu membayarnya, jika tidak? Ada proses pengajuan keringanan yang sejauh pengamatan saya cukup adil dan mampu meringankan calon mahasiswa yang membutuhkan. Tapi untuk angkatan 2008 yang baru-baru ini lulus UMB UI, BOP berkeadilan telah mengikat. Dan dari namanya secara ideal hendaknya mampu memberikan rasa puas atas keinginan semua pihak atas keadilan yang diimpikan bersama.
Impian tinggal impian. BOP berkeadilan nampaknya hanya sekedar slogan. Masih banyak permasalahan yang muncul dan bahkan menambah daftar panjang atas berbagai permasalahan di kampus yang katanya kampus rakyat.
Tak usahlah saya urai satu persatu permasalahan itu. Cukup Alloh, rektor, dan sebagian mahasiswa saja yang tahu. Tidak etis, Karena proses mekanisme BOP berkeadilan masih akan berlangsung, yakni kala mahasiswa baru 2008 dari jalur SNMPTN mendaftar ulang. Jujur, sebagai salah satu pihak yang berkontribusi (ataupun menjadi satu-satunya pihak yang berkontribusi) atas ide BOP berkeadilan, mahasiswa berada dalam posisi yang serba salah. Di satu sisi mahasiswa telah menerapkan sistem ini dengan sangat sempurna dan begitu baik, tapi di sisi lain karena bukan bagian dari pembuat kebijakan dengan seenaknya beberapa oknum dari bikrokrat kampus mengkhianati kesepakatan dalam BOP berkeadilan. Membuat terjadinya peristiwa konyol saat sebelumnya mahasiswa mendukung kebijakan ini tapi beberapa saat kemudian berkoar-koar dan berdemo atas kebijakan ini.
Untuk itu saya hanya bisa meminta maaf sebagai bagian dari mahasiswa atas berbagai permasalahan yang terjadi.
Sayapun berdoa agar komitmen dan niat baik yang terlontar dari rektor UI tercinta kala dulu terpilih mengemban amanat ini dapat tetap terjaga. Karena sayapun menyadari bahwa janji dan kata-kata manis memang sangat ringan dan mudah diucapkan kala kita belum menjalankan amanat.
Sayapun berharap agar saya tidak benar-benar mengacungkan pisau ke arah rektor UI tercinta andaikan kembali terjadi permasalahan yang sama saat proses daftar ulang calon mahasiswa 2008 dari jalur SNMPTN. Karena saya benar-benar masih mengingat bagaimana rektor saya ini memegang kupingnya seraya berkata “kalau nantinya ada permasalahan yang terjadi pada sistem ini, maka iris kuping saya…” begitulah kira-kira redaksinya, terekam jelas oleh organ penglihatan saya.
-di tulis saat melihat pengumuman SNMPTN seseorang-