Dua hari berselang, sejak Rian menghubungi Wandi, merekapun bertemu kembali dalam sebuah kafe di bilangan jakarta utara. Kejadian yang sempat memutus hubungan mereka itu berlangsung 13 tahun lalu, kala mereka masih awal meniti karir di dunia profesional. Wandi yang dulu duduk sebagai komisaris utama di sebuah perusahaan jasa konstruksi dikejutkan oleh kabar yang menyebutkan bahwa Rian selaku Direktur melanggar perjanjian terhadap rekanan mereka. Gedung yang sedianya selesai dalam jangka waktu 2 tahun dengan biaya 2,5 Milyar, hanya berjalan dan dikerjakan selama 3 bulan, selebihnya tidak ada kejelasan atas rencana pembangunan gedung itu. Singkat cerita, Rian divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun karena terbukti melakukan wan prestasi dan penggelapan atas uang yang disetorkan oleh rekanan perusahaan. Praktis hubungan merekapun renggang dan tak ada lagi kabar tentang Rian sejak saat itu.
Sekarang Wandi tak menyangka kembali bertemu dengan Rian. Sudah lebih dari 10 tahun dan kini banyak kisah yang terlewati oleh mereka berdua.
"Bagaimana kabarmu kini? kulihat partaimu sedang naik daun dan sepertinya jalur politik memang cocok denganmu." Rian membuka pembicaraan dengan sepotong basa-basi pertemenan, harapannya pertanyaan ini mungkin akan mencairkan suasana yang masih kaku diantara mereka. Terlihat jelas dari posisi Wandi yang masih menjaga jarak.
"Kabarku baik, syukurlah jalan politik ini membawaku pada sebuah optimisme akan sebuah perubahan, karena kurasa politik mau tak mau jadi jalan yang realistis bagiku kini. Lalu bagaimana denganmu? tak kudengar kabar lagi sejak kejadian 10 tahun lalu"
Rian menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya ke sofa, suara alunan musik dan kerlip cahaya lampu restoran jadi bumbu yang menambah pilu kisah yang dibawanya.
"Aku sedang merintis usaha baru, mungkin baru berjalan sebulan ini. Bergerak di bidang ekspor-impor bahan baku makanan, apapun itu, beras, ketela, kedelai, apa sajalah, yang penting halal, aku ingin memulai kembali, dari nol, aku ingin berubah. maafkan atas ulahku dulu, kuakui saat itu aku gelap mata, kenikmatan sesaat membawaku pada kesengsaraan. Semua orang meninggalkanku tak terkecuali keluarga terdekatku."
Getir kehidupan kawannya itu membuat Wandi Simpati. Ia telah berubah.
"tenang kawan, apapun yang terjadi di masa lalu jadikan sebuah pelajaran, yang jelas apa yang akan kau lakukan, itulah yang harus kau fokuskan."
"terima kasih Wan, kurasa hatiku sedikit lega saat menceritakan hal ini padamu. Semoga hubungan kita membaik kedepannya, oh ya, semoga kau tidak kapok berbisnis denganku. haha"
"insyaAllah kawan, semoga saja."
Dan tawa lepas mengiringi perpisahan mereka di malam itu.
Setitik harapan itu pun muncul. Misi masih panjang, semoga keparat-keparat itu menepati janji mereka.
--
5 hari sebelumnya.
Paket yang ditunggu itupun tiba. Rian dengan segera membuka paket yang bisa jadi merupakan satu-satunya cara menyelamatkan keluarganya. Paket itu dibungkus dengan plastik, nama pengirimnya tidak tertera dan jasa pengirimannya pun tak dikenal. Di dalamnya ada sebungkus amplop putih beserta beberapa dokumen seperti buku tabungan, berkas-berkas akte perjanjian, dan surat surat berharga lainnya. Sesaat iapun heran dengan isi paket ini, tapi dicobanya untuk membaca dulu secarik kertas yang nampak terbungkus rapat di dalam sebuah amplop.
"Tuan Rian Wiranegara, Salam hormat.
Saat anda membaca surat ini, kondisi putra dan istri anda baik-baik saja, mereka dirawat dengan sangat baik oleh staf kami. Di dalam paket ini ada beberapa tabungan, surat berharga, dan beberapa berkas pendirian Perusahaan yang akan anda kelola. Hidup anda akan berubah dan tentunya anak istri anda akan kembali ke pangkuan anda. Syaratnya adalah anda dapat bekerja sama dengan baik, menaati tiap instruksi dan perintah yang kami berikan. Jangan coba-coba lari karena sejak saat ini, tiap gerak gerik anda terawasi dengan ketat oleh agen kami. Dan tentunya, jangan sekali-kali melapor ke polisi karena percuma saja, karena tidak akan ada yang percaya pada cerita anda, dan sedikit banyak para petinggi polisi-polisi itu adalah orang-orang kami juga.
Mulai kini anda telah resmi bergabung dalam sebuah grand design dan rencana panjang untuk sebuah pengabdian. Selamat.
NB. setelah ini, buat perjanjian dengan Ruswandi Wahab. Ceritakan tentang usaha yang anda bangun, dan selanjutnya jangan pernah lepaskan diri dari lingkar kolega terdekatnya. Anda harus menjadi yang terdepan, terus upayakan agar anda menjadi orang kepercayaannya. Dalam dua pekan kedepan, jika anda berhasil melakukan tugas dengan baik, kami akan segera membebaskan keluarga anda.
Salam
Tak lama, Teleponnya berdering kembali, nomor yang sama dengan yang semalam.
"Halo tuan Rian, kurasa anda baru saja menerima dan membaca paket yang baru saja kami kirimkan. Jalankan tugas anda dengan baik. Karena mulai kini, hidup anda akan lebih dari cukup, dengan syarat seperti yang telah anda baca di surat itu."
Rian tak lagi dapat berpikir, ia bingung, kalut dan heran dengan kondisinya kini. "bagaimana dengan keluargaku..bagaimana keadaan mereka"
"oh ya, aku lupa, mereka baik-baik saja, dua pekan lagi, jika kau telah berhasil mendekati Ruswandi, kami akan mengembalikan anak dan istrimu. Kini kau fokuskan saja dengan tugas pertamamu. selanjutnya tunggu instruksi dari kami. Salam"
dan suara gagang telepon yang tertutup memutus percakapan mereka. Rian pun mulai paham, hidupnya kini takkan lagi sama.
--
Di sudut ruang yang gelap, nampak tersulut sepuntung rokok yang menyala terang. Dengan seksama sosok itu mengawasi monitor yang ada di hadapannya, disana jelas terlihat sebuah kamar yang ditempati oleh seorang wanita dan anak kecil. Nina dan putranya Andi.
satu lagi agen yang baru bergabung, satu lagi peluru tajam siap digunakan. Tunggu saatnya tiba sampai mereka siap untuk ditembakan ke sasaran yang tepat.
Kini telah 205 orang telah tersebar di beberapa organisasi besar. Dari beragam latar belakang, dan beragam tujuan. Mungkin kini mereka tidak penting, dan mungkin tidak diperhitungkan, ah ia pun menyukainya, semakin mereka dianggap sepele, semakin tajam fungsi mereka, yang disaat nanti siap dihunuskan dan tepat sasaran menembus jantung lawan.
Sosok itu berjalan keluar dari ruang gelapnya dengan senyum merekah. Memakai baju dinas, dan baret hijau menutupi kepala. Dengan keyakinan penuh, ia naik ke lantai dasar, keluar dari sebuah rumah besar di daerah menteng jakarta pusat. Memacu mobilnya dan berperan kembali sebagai sosok yang ramah senyuman dengan sejuta pesona di hadapan media.
Bersiap untuk misi selanjutnya. beberapa tahun lagi, dan peluru-peluru itu siap ditembakkan.
wwwuuiidihh.. ada lanjutannya gak gar? *ngarep bgt
ReplyDeletenunggu mood far. haha
Delete