Tak ada orang yang luput dari kesalahan, karena fitrahnya manusia memang seringkali lupa. Jadi tak heran pintu pertaubatan dan perbaikan selalu terbuka hingga hari akhir nanti. Harapannya ialah, yang bersalah akan menghapus kekhilafan mereka dengan kebaikan sebagaimana air yang membersihkan noda yang terlanjur mengotori indahnya sehelai kain putih. Hingga nantinya tak ada lagi bekas noda dan kain itu kembali bersih seperti sedia kala.
Kesempatan bertaubat selalu ada tapi seringkali manusia yang lain terlanjur menghakimi dengan mengatakan bahwa yang bersalah takkan ada harapan untuk kembali kepada kebaikan. Kecewa memang, saat kita melihat orang yang kita kagumi melakukan sebuah kesalahan, serasa kebaikan yang ia lakukan dulu tak ada nilainya lagi dimata kita. Tapi mungkin seringkali kita lupa bahwa manusia yang masih hidup memang rentan melakukan kesalahan.
Abdullah Ibnu Mas'ud pernah berkata belajarlah dan ambil hikmah dari orang yang telah mati, karena orang yang masih hidup belum aman dari fitnah. Maka sangatlah naif saat kita terlalu mengagungkan seseorang karena belum tentu si orang itu akan konsisten pada kebaikan, yang patut kita lakukan adalah mendoakan semoga si orang tetap istiqomah hingga ajal menjemput, karena setelah wafatlah baru kita layak menilai seseorang secara utuh.
Sayapun teringat dengan salah seorang tokoh islam yang syahid di medan perang, namanya adalah Thulaihah Al Assad, Thulaihah dari suku Assad. Kalau kita menyimak kisah hidupnya, mungkin kesan pertama kita adalah, Thulaihah takkan punya kesempatan untuk menjadi orang baik. Bagaimana tidak? ia mengaku mendapatkan wahyu dari Allah dan mengaku sebagai Rasul sepeninggal Rasulullah. Iapun sempat berperang melawan Khalid sebelum akhirnya kabur dan menetap di Syam. Coba kita lihat, keburukan apa yang kurang darinya? mengaku nabi, menghapus syariat zakat, dan menghapus beberapa gerakan sholat. Semuanya lengkap.
Tapi yang namanya kehidupan adalah rahasia ilahi. Thulaihah pun bertaubat dan bersungguh-sungguh ingin melunasi kesalahan-kesalahannya di masa lampau. Hingga Abu bakar pun menerima permintaan maaf Thulaihah dan bahkan menganjurkan Khalid bin Walid untuk meminta saran kepada Thulaihah karena ia mengerti betul mengenai wilayah Syam. Meski tak mendapatkan jabatan apapun semasa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Thulaihah tak mempermasalahkannya, yang ia tahu, ia harus menunjukkan bahwa ia benar-benar bukan pengkhianat dan telah insyaf sejadi-jadinya.
Maka dengan gagah berani Thulaihah mengikuti berbagai peperangan, diantaranya yang cukup masyhur adalah saat ia berhasil menawan dua pimpinan pasukan persia dan membawanya kepada panglima perang Qadisiyah kala itu, Saad bin Abi Waqqash. Seorang pimpinan persia itu pun mengaku kagum dengan Thulaihah.
"baru kali ini saya melihat seseorang yang sendirian menyerbu pasukan seolah dirinya bagaikan seribu orang." Atas kekaguman terhadap keberaniannya, panglima itupun menyatakan masuk islam dan berperang bersama pasukan muslimin.
Dan puncak kesungguhannya untuk memperbaiki kesalahan adalah saat peperangan Nahawan melawan pasukan persia. Ia kembali pada Rabbnya dengan husnul khotimah sebagai syahid. Titik balik yang sempurna untuk seorang yang bersungguh dalam memperbaiki diri.
Sungguh, kisah Thulaihah memberikan kita banyak hikmah bahwa tiap orang punya kesempatan untuk memperbaiki diri sebesar apapun kesalahannya, tak peduli bagaimana ia dulu tapi yang kita lihat adalah kesungguhannya untuk menutupi khilaf diri di masa kini
Karena Allah maha penerima Taubat.
No comments:
Post a Comment