Sangat menyenangkan bila mencermati gaya menulis beberapa orang di ragam media,
entah itu di Blog, Surat Kabar, ataupun artikel-artikel ringan di dunia maya.
Jelas terlihat perpaduan bakat, pengaruh seorang penulis, dan background
lingkungan pendidikan menjadi tiga faktor utama yang membentuk karakter
kepenulisan seseorang. Sebuah karakter yang sedikit banyak tak memiliki arti
apapun jika tiga faktor utama tersebut tidak diolah dalam sebuah pembiasaan
mengartikulasikan pemikiran menjadi sebentuk kata dan kalimat.
Faktor pertama yang mungkin mempengaruhi gaya menulis seseorang adalah bakat. Ada yang mengatakan bahwa
bakat itu bukan segala-galanya untuk menulis karena yang paling penting adalah
bagaimana seseorang membiasakan dan mendisiplinkan diri dalam menulis.
Memang ada benarnya, tapi mungkin bakat itu juga berhubungan
dengan passion, minat, dan energi yang meluap-luap. Sehingga biasanya orang
yang berbakat akan dengan mudahnya dan senang hati melakukan sesuatu karena ada
passion, minat, dan energi disana. Jadi bisa saja jika faktor pertama yang
mempengaruhi gaya
menulis seseorang adalah bakatnya.
Faktor kedua adalah pengaruh seorang penulis. Ketika
awal-awal mencoba menulis, biasanya seseorang akan meniru bagaimana bentuk
tulisan yang tepat untuknya, yang sesuai dengan jumlah kosa kata di dalam
kognisi. Jadi tidak heran dan merupakan hal yang wajar saat ada seorang murid
meniru bagaimana si guru menuliskan sebuah tulisan.
Si guru yang tahu bagaimana perkembangan kosa kata si murid,
menyesuaikan bentuk-bentuk kalimat sejauh yang dipahami oleh sang murid. Maka
saat seseorang menggemari seorang penulis, bisa jadi buku si penulis sudah matching dengan perkembangan kognisi
orang itu. Hingga kecocokan diantara keduanya membuat si orang itu memiliki gaya menulis yang
menyerupai si penulis.
Sedangkan faktor yang ketiga adalah background lingkungan pendidikan. Suka tidak suka background pendidikan yang berkembang
dalam lingkungan seseorang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada gaya menulis seseorang.
Orang yang dibesarkan di lingkungan pendidikan pesantren tentu saja berbeda
dalam hal menulis dengan orang yang dilahirkan di lingkungan pendidikan tinggi.
Orang yang dibesarkan di pesantren mungkin saja gaya menulisnya terkesan
alami, bijak, dan penuh dengan frase perenungan nilai-nilai religius. Berbeda
dengan orang yang dibesarkan di lingkungan pendidikan tinggi yang mungkin gaya menulisnya terkesan
strategic, visioner dan bersemangat.
Jika tiga faktor itu telah tepat dimiliki seseorang, tinggal
kini faktor pembiasaan yang berperan. Selalu mengasah diri untuk terus menulis
dan menjadikannya tetap tajam dengan artikulasi pemikiran dalam sebuah tulisan.
Hingga nantinya impian dalam mewujudkan Pram baru, Andrea Hirata baru, Es Ito Baru, JK Rowling baru, dan Dan
Brown baru tak sekedar cita-cita belaka.
No comments:
Post a Comment