Sunday, 16 May 2010

[fan fiction] Deal Politic

Kepulan asap membumbung tinggi di langit-langit. Putaran kipas angin yang menempel di atasnya sedikit membantu memperjelas suasana di dalam ruangan itu. Terlihat samar dua orang yang duduk saling berhadapan di sebuah meja kecil berbentuk segi empat.

"Berapa orang yang bersamamu?"
"dua orang, mereka menunggu di luar"
"kau bawa uangnya?"
"ya, sesuai kesepakatan, 10 milyar, sisanya akan kuserahkan bila kau selesaikan misimu"
"aku tak terbiasa bertransaksi lewat kata-kata, aku ingin melihat bagianku itu sekarang"

Wayan pun menghidupkan lampu di atas meja dan mengacungkan jari ke arah lawan bicaranya. Aku tak biasa di dikte seperti ini, sembari bergumam di dalam hati, lawan bicaranya itu memijit tombol ponsel. "Toni, James, Bawa koper itu ke dalam ruangan, tak usah banyak bertanya, lakukan sekarang. Tuut..mereka akan datang beberapa saat lagi, sekarang mari kita bicarakan.."

"wohoho..Alex, Alex, tunggu dulu kawan, jangan terburu-buru, santai saja, mari kita menghisap cerutu untuk menenangkan diri, nampaknya kau sedikit tegang, Pemilihan masih akan berlangsung beberapa bulan lagi, dan kupastikan kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan"

Wayan membuka kotak besi berwarna perak di atas meja. Sebuah cerutu kuba yang beraroma unik di berikannya pada Alex. "ini ambil lah, redakan keteganganmu, aroma Cerutu Robaina tak pernah mengecewakan hati yang gundah." ia mengulurkan tangannya, terlihat menjepit cerutu yang menyala kemerahan. Alex menyambut cerutunya dan membakar cerutu yang seketika langsung dihisapnya dalam-dalam Ah. Nikmatnya
"cerutu Robaina, tak pernah kehilangan daya magisnya, tapi tetap saja, kretek dalam negeri tiada duanya.. haha.."

Mereka pun tertawa sebelum akhirnya dihentikan oleh suara ketukan pintu. Wayan memberikan instruksi dengan gerakan tangan pada anak buah yang sedari tadi berdiri dibelakangnya. Pintu terbuka dan sekelebat bayangan muncul dari luar ruangan
"Toni, James, letakkan koper itu di atas meja" Alex memerintahkan dua anak buahnya meletakkan dua koper itu di atas meja. dengan lambaian tangan ia menyuruh anak buahnya kembali ke luar ruangan.

Alex memegang koper pertama lalu memasukkan beberapa kode pada kunci pengaman di koper itu, hal yang sama dilakukannya pada koper kedua."ini, 5 milyar di koper pertama, dan sisanya ada di koper kedua" Wayan pun terkesima Ternyata orang ini benar-benar serius. Ia mencoba memegang uang itu namun dihalau oleh Alex yang langsung menutup koper itu "masih ada hal yang lebih penting untuk kita bicarakan selain melihatmu memegang uang-uang ini" Alex menutup koper itu dan meletakkannya samping kursi.
Wayan pun membalas dengan posisi duduknya yang kembali tegak dan siap untuk berdiskusi

"baik, jadi ini kondisinya, Kau berniat menjadi bupati di daerah Timur Indonesia, dengan mengklaim bahwa itu adalah tanah nenek moyangmu, walaupun kutahu bahwa kau tak pernah sama sekali berkunjung kesana, dan ayahmu hanya menumpang lahir di tanah itu. tapi tenang, itu sudah cukup, orang-orang itu tak terlalu memikirkan asal-usulmu"
senyum kecut terpancar dari wajah Alex. " lalu sejauh ini yang engkau andalkan adalah ketenaranmu dulu sebagai artis dan dukungan beberapa partai politik gurem. Sejujurnya, dua hal ini tak punya andil signifikan dalam pemilihan nanti. Ketenaranmu dulu telah dicoreng oleh tingkah polahmu yang dinilai negatif oleh masyarakat, skandalmu dengan beberapa wanita sudah cukup menghapus citra positifmu dulu sebagai aktor. tapi tenang, masyarakat indonesia cepat lupa, dengan beberapa teknik pencitraan, kau akan segera muncul dengan sosok baru, aku akan atur kemunculanmu lagi di media, dengan wajah baru, dengan citra baru." Wayan dengan lugas memaparkan strategi yang membuat Alex terpukau.

"Lalu selanjutnya, partai politik, kalau kau hanya mengandalkan dukungan dari partai-partai itu, lebih baik kau rapikan kopermu dan menarik diri dari pencalonan, kau hanya membuang-buang uang. Aku ada solusi, aku akan mencoba menghubungi petinggi beberapa parpol itu dan membuat kesepakatan yang saling menguntungkan dengan mereka, tapi ingat ini tidak murah, setidaknya kau harus mengeluarkan 10 hingga 15 milyar lagi untuk memenangkan tender dengan mereka. Ongkos politik tak murah kawan. Banyak orang yang rela mengeluarkan uang berapapun juga untuk jadi pemimpin di negeri ini."

"oke, dua masalah sedikit banyak telah terpecahkan, citra mu dan kendaraanmu alias partai politik, sekarang mari kita bicarakan strategi kampanye. masa kampanye masih beberapa bulan lagi dan tujuan kita adalah membuat orang sebanyak mungkin memilihmu dalam pemilihan nanti. Oleh karena itu kita butuh sebuah titik tolak, sebuah tipping point agar pesan kampanyemu cepat menyebar bagai sebuah epidemi, boom, secara seketika orang-orang akan memilihmu" Dengan berbinar, Alex menyimak penjelasan luar biasa dari Wayan. orang ini sungguh brilian

"Menurut Gladwell, Ada tiga kaidah dalam merancang sebuah 'epidemi', Law of The Few (hukum yang sedikit), Stickiness (faktor kelekatan), and Power of Context (kekuatan konteks), tapi untuk sekedar kampanye kita cukup menggunakan kaidah pertama Law of The Few." dengan menghela nafas ia menutup penjelasannya yang panjang lebar. Akan kubuat orang ini terpukau

"Dalam mengabarkan pesan kampanye, kau tak harus membuat poster dan spanduk yang memakan uangmu sia-sia. Kau harus cerdas menggunakan strategi penyampaian pesan yang efektif, Law of the Few salah satunya. sebelumnya aku ingin bertanya padamu, berapa orang kira-kira yang kau butuhkan untuk menjadi tim kampanyemu? "
Alex berpikir sejenak lalu menatap Wayan " sekitar 500 orang?"

"hahaha.. dengan 500 orang kau hanya membuat masalah baru, orang-orang itu nantinya hanya akan menuntutmu terus dengan permintaan mereka yang beragam sebagai bentuk balas jasa mereka. kau hanya butuh sekitar.. hm.. 20 orang sebagai tim mu, dan orang-orang itu harus terdiri dari 3 tipikal atau karakter yang berbeda."
Alex terkejut dengan pernyataan Wayan. 20 orang? tidak mungkin

"tipikal pertama, sang penghubung, the connector, orang-orang yang berfungsi sebagai penghubung dengan orang-orang yang akan menjadi pemilihmu. Ia menjadi sebuah poros jaringan dari para pemilihmu, orang yang menjadi tempat singgah dari sebagian besar pemilihmu. Orang-orang ini cakap dalam menjalin hubungan pertemanan, orang yang cepat akrab dan mampu mengingat dengan persis, siapa saja orang yang menjadi temannya.Tak perlu menjadi teman yang akrab, cukup tau dan mengenal nama serta nomor yang dapat dihubungi. bila orang ini kau dapatkan, dengan seketika, pesan yang akan kau sampaikan akan cepat menyebar melalui jaringan pertemanan mereka. Bila kau tak mampu mencari orang-orang ini, aku dan tim ku akan dengan cepat menyusuri siapa-siapa saja yang menjadi the connector di daerah pemilihanmu"

"tipikal kedua, sang bijak bestari, the mavens, orang-orang yang menjadi pusat informasi dan mengetahui segala seluk beluk karakter budaya dari para pemilihmu. Orang ini dengan akurat dapat memberikan informasi terkini dan terbaru, bila kau ingin mendapatkan informasi, dari mereka lah kau meminta"

"tipikal ketiga, sang penjaja, the salesman, orang-orang yang menjajakan barang daganganmu, alias pesan kampanyemu. orang yang sangat persuasif, dan dengan cukup meyakinkan bahwa kau lah yang patut menjadi bupati."

"maka, ketiga kombinasi ini yang akan menjalankan tugasnya menyampaikan pesan kampanyemu, memastikan tiap orang yang ada di kabupaten itu memilihmu dan tertarik padamu. itu mungkin sekilas strategi yang dapat kupaparkan, lebih detailnya, kita bicarakan ditempat yang lebih beradab, ruangan ini nampak tidak bersahabat lagi bagi kita" terlihat asap cerutu tak mampu lagi dihalau oleh kipas angin.
Alex takjub dan terpana dengan pemaparan Wayan. Ia akan menjadikan ku seorang bupati.

Wayan berdiri dari kursi dan menyambut Alex untuk keluar dari ruangan itu, Anak buah Wayan telah bersiap untuk membukakan pintu. Dalam hati Wayan puas dengan presentasi singkatnya di depan Alex. Nampaknya akan ada bupati baru di timur Indonesia, Tuhan Maafkan aku


 

No comments:

Post a Comment