Saya penyuka sepakbola, walau mungkin lebih banyak nontonnya
daripada mainnya. :p, Dan sejak umur 9 tahun secara de facto (karena
officially, saya gak terdaftar di member fans club intermilan manapun) saya jadi
bagian dari keluarga besar Interisti Dunia, oh yeaa.. suatu kebanggaan menjadi
bagian dari klub besar dengan sejarah panjangnya.
Membicarakan Intermilan, tentunya tak bisa dipisahkan dari
tetangga sekotanya, AC Milan yang 9 tahun lebih tua. Rivalitas keduanya menjadi
sebuah epic yang tersaji tiap musim diantara rivalitas tim sekota di
beberapa Negara Eropa. Dan dari sekian banyak pemain di dua klub tersebut, ada
dua pemain yang saya berikan salam takzim penghormatan atas dedikasi dan
loyalitas mereka. Javier Zanetti (Intermilan, 1995-Now), dan Paolo Maldini (AC
Milan, 1988-2009). Karena saya (setidaknya) sudah tahu banyak tentang Kapten
Zanetti, kali ini mari kita bahas Maldini, Ilcapitano AC Milan.
Paolo Maldini, anak dari Cesare Maldini, salah seorang
legenda AC Milan
yang pernah pula menangani Timnas Italia. Maldini kecil lahir di keluarga yang
mencintai sepakbola dan sejak usia dini telah menjadi bagian dari tim Junior AC Milan. Kiprahnya
berlanjut hingga tim senior sejak tahun 1988 dan ia lambat laun menjadi sosok
yang tak tergantikan di tim inti Milan
bahkan hingga akhir karirnya.
Raihan sempurna AC Milan
di berbagai kompetisi sejak era Capello hingga Ancelotti tak lepas dari
kepemimpinan Maldini dalam mengawal rekan-rekannya, memotivasi mereka, dan menjadi
sosok sentral dalam membangun kebersamaan tim. Maka tak heran pasca pensiunnya
Maldini, Milan
seolah kehilangan Nakhkoda yang selama ini mengarahkan mereka.
--
Nama Maldini, seolah menjadi trademark di kepala saya untuk
seorang pemimpin yang tangguh, ulet, dan berdedikasi, hingga sayapun beberapa
hari terakhir teringat kembali pada Maldini yang lain, di sana, di Universitas
Indonesia, yang kiprahnya saya kira cukup ‘cetar membahana’, di awali dari
langkah kongkretnya membuat petisi online bagi Palestine, agar zionis
laknatullah menghentikan serangan udara mereka, hingga langkah beraninya
menjadi garda terdepan bagi para pedagang di stasiun.
Dari beberapa sumber yang saya dapatkan, penggusuran yang
dilakukan PT KAI dilakukan tanpa adanya dialog terlebih dahulu, ditambah lagi
secara legal, para pedagang telah mengantungi izin usaha yang telah
ditandatangani oleh pihak PT KAI. Maka ketika penggusuran dilakukan, Maldini
dan kawan-kawan serentak bergerak menjadi bagian yang memperjuangkan hak-hak
pedagang stasiun.
Perjuangan memang tak pernah mudah, sehingga luka memar, dan
intimidasi jadi sesuatu yang wajar, namanya juga berjuang, tidak elok tanpa
adanya bekas, benar kan?
Maka sayapun salut dengan Maldini yang dengan kepemimpinannya dapat mengarahkan dan menggerakkan
rekan-rekan sesama mahasiswa, bahkan membentuk opini yang mendukung para
pedagang, dan menyudutkan Dirut PT KAI.
Dan untuk Dirut PT KAI, Maldini dan kawan kawan nampaknya
sudah cukup fair menempuh jalur positif,, tapi memang saat ini tergantung anda
yang memegang peranan, bola panas sudah dilemparkan dan kini tinggal bagaimana
anda mengolahnya. Jangan takut pak, Maldini dan kawan-kawan sudah cukup dewasa
menerima berbagai masukan anda selaku orang yang lebih tua dan berpengalaman, hingga
harapannya, ada solusi kongkret, signifikan dan positif bagi kedua belah pihak,
antara PT KAI dan pedagang stasiun.
Nb. Selamat berjuang Kawan kawan tetap kuat, insyaAllah Doa Kami menyertai
No comments:
Post a Comment