31 Desember 2014, 13.58 WIB
Siang ini hujan mengguyur deras Pelabuhan Tanjung Priok. Ronanya menjejak jelas di jendela kantorku yang berlatar kapal-kapal Container yang berlabuh di dermaga Terminal operasi 3. Hari ini kantor sepi, banyak yang cuti nampaknya. Teman-temanku belum ada yang kembali dari makan siang dan disinilah aku berada, sendiri menunggu pukul 5 untuk kembali pulang.
Hari ini hari terakhir di tahun 2014, dan di penghujung tahun ini, aku akan bercerita tentang seorang manusia, eh.. lebih tepatnya tentang seorang calon manusia yang sempat singgah bersamaku dan istri.
26 September 2014
Hm..Mungkin saat itu ia masih sebesar butiran beras, kecil, ya sangat kecil. Di usia kandungan 5 minggu aku baru menyadari ada sebentuk makhluk yang Allah titipkan di rahim istriku. Dua garis merah di alat uji kehamilan seharga 20 ribu yang jadi penandanya, dan sejak itu hari-hariku dan istri menjadi berbeda.
Kamipun bersemangat menanti hari esok untuk melihat kondisi si kecil, si unyil kalau istriku memanggilnya, ke dokter kandungan yang ada di rumah sakit di daerah bekasi. Hari itu entah kenapa jadi hari terindah dalam hidupku, wajah sumringah walaupun semalaman tak tidur setelah melihat 2 garis merah itu. Aku gembira, dan hal yang sama terlihat dari senyum indah bidadari di sampingku saat menunggu antrian di dokter kandungan. Senyum ketulusan dari wanita yang diamanahi seorang calon manusia.
Dokterpun memeriksa rahim istriku. Dengan USG biasa belum terlihat apa-apa dan akhirnya USG transvaginal memberikan gambaran yang lebih jelas. Ada setitik noktah di sana, di rahim istriku hasil dari pencitraan USG tersebut. Dokter menyatakan sudah ada kantong rahim dan sebuah embrio disana. Tapi detak jantungnya masih lemah, dokter menyarankan Istriku untuk meminum obat penguat kehamilan dan beberapa vitamin lainnya. Hatiku was-was tapi insyaAllah si unyil tak apa-apa menurut sang dokter.
Maka setelah itu kamipun berusaha untuk membantu si unyil memperkuat dirinya. Makanan sehat dari sayuran, buah-buahan, dan berbagai protein dilahap oleh istriku. Sesuatu yang membahagiakan saat mengetahui bahwa ada calon penerus di dalam rahim istriku.
11 Oktober 2014
Dokter di rumah sakit ini berbeda dengan dokter pertama yang kami datangi. di Rumah sakit ini kami mendapati kenyataan bahwa perkembangan si Unyil mengalami sedikit masalah. Perkembangannya sangat lambat, dari ukuran 0,3 cm, di minggu ketujuh ini, ukurannya masih 0,5 cm. Dokterpun berkata, "coba diperiksa 1 minggu lagi, karena saya baru sekali memeriksa istri anda, dan mudah2an 2 minggu lagi ada perkembangan yang menggembirakan". Hatiku makin tak karuan, sedih bercampur khawatir. Kenapa perkembanganmu lambat nak?
18 Oktober 2014
Kami kembali mendatangi dokter yang sama, dan berharap, semoga ada kabar yang menyejukkan hati kami. Setelah menunggu lama, hampir satu jam. Kamipun masuk ke ruang dokter. Pemeriksaan pun selesai dengan hasil bahwa si Unyil tidak berkembang sama sekali, kalaupun bertambah, hanya beberapa mili saja. Dokterpun menyarankan istriku untuk dikuret. Sebuah kenyataan yang menyakitkan bagi Kami.
Baru beberapa bulan lalu istriku dikuret, sekarang ia harus dikuret lagi? aku hampir-hampir menangis dibuatnya. Tapi kami mencoba tabah, di depan dokter yang menjelaskan prosedur dan tahapan kuret, pikiranku tak fokus, penuh kegelisahan. Terlihat juga dari raut wajah istriku yang mulai memancarkan raut kesedihan yang sangat.
Tapi ketabahan istriku nampaknya tak bertahan lama, selepas keluar dari ruang dokter, tangispun tak mampu dibendung lagi olehnya. Antara ketakutan untuk dikuret kembali dan kesedihan bahwa ia akan ditinggal pergi oleh si kecil, si Unyil.
Kami sekeluarga di rumah, berusaha menguatkannya, dari Ayahku, ibu, Ayah mertua, ibu mertua, semuanya berusaha memberikan rasa tenang padanya. Bahwa kandungan itu akan tetap aman asalkan tidak mengeluarkan flek atau darah, dan kandungan akan baik asalkan ada perkembangan dari besar perut si Ibu. Kamipun sampai-sampai pergi ke Bidan sekedar untuk menguatkan kami, walau kami tahu peralatan dan sarana yang ada di bidan tak selengkap di dokter dan belum tentu memberikan kenyataan yang sebenarnya. Tapi kami nampaknya lebih butuh ketenangan, dan kepercayaan yang sepertinya bisa diberikan oleh sang bidan.
2 November 2014
Dua hari sebelum ulang tahunnya, istriku mengalami pendarahan dan kali ini lebih banyak dari hari sebelumnya. Pukul sepuluh malam kamipun pergi ke Rumah sakit hermina Bekasi untuk memeriksakan kandungan istriku, untungnya ditemani oleh ayah dan ibu mertua yang berkesempatan datang ke bekasi pada saat itu.
Istriku segera dibawa ke ruang pemeriksaan, darah yang keluar semakin banyak dan kental. Semalaman ia mengalami kesakitan yang luar biasa hingga sempat terucap dari mulutnya, "Ya Allah nak, kamu mau apa sih? kalau mau keluar gapapa kok, Amai ikhlas, tapi jangan sakit kayak gini..." Sembari meneteskan air mata ia berusaha menahan sakit di perutnya.
Beberapa jam berlalu, dan sepertinya efek infus mulai bekerja, kontraksi mulai berkurang dan darah yang keluarpun semakin sedikit. Alhamdulillah sepertinya istriku bisa beristirahat dengan lebih nyaman.
3 November 2014
Di hari ini, setelah darah yang keluar mulai berangsur berkurang, istriku diperiksa oleh dokter kandungan di RS Hermina, di tempat dimana kami memeriksa kandungannya pertama kali. Dokter mulai pemeriksaan via USG biasa dan USG Transvaginal.
Hasilnya positif, istriku mengalami keguguran. Tidak ada tanda-tanda kantung rahim dan janin. Dikarenakan masih ada beberapa sisa-sisa dari jaringan janin, maka istriku harus dikuret untuk membersihkan rahimnya. Fiuh..
4 November 2014
Hari ini istriku dikuret, tepat di hari ulang tahunnya. Iapun hanya menangis saat melihat beberapa sisa jaringan janin yang kubawa untuk diperlihatkan padanya. Ia, si unyil yang sempat bersama kami beberapa waktu, walau cuma 13 minggu bersama, ia telah memberikan banyak kegembiraan bagi kami, pengharapan dan juga keyakinan bahwa ini yang terbaik baginya dan bagi kami.
Selamat jalan nak, selamat jalan unyil, insyaAllah Buya dan Amai akan menyusul kamu nanti suatu saat kelak di surga sana. Doakan kami ya nak, doakan agar adik2mu kelak dapat terus mengingatmu dan kita bersama akan berkumpul kembali. InsyaAllah..
Rabbi Hablii minasholihhin..
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya janin yang keguguran akan membawa ibunya ke dalam surga dengan bersama ari-arinya (سرره) apabila ibunya mengharap pahala dari Allah (dengan musibah tersebut) (HR. Ibnu Majah no. 1690)
Wednesday, 31 December 2014
Tuesday, 30 December 2014
Ilusi Negara Maritim
selasar.com |
Tulisan ini juga sudah di publikasikan di situs Selasar.com dengan link berikut ini https://www.selasar.com/politik/ilusi-negara-maritim
Selamat membaca.
**
Ilusi Negara Maritim
Fakta bahwa negara kita adalah negara kepulauan adalah hal
yang tak terbantahkan. Lebih dari 17 ribu gugusan pulau yang membentang luas di
wilayah khatulistiwa menjadi buktinya. Pola pikir bahwa negara kita adalah
negara kepulauan sejauh ini tidaklah menjadi issue yang menarik untuk didiskusikan. Kecuali, dengan catatan
diimbangi penjelasan bahwa diantara keseluruhan wilayah indonesia, bukan
wilayah pulaunya yang terluas melainkan wilayah lautannya yang justru lebih
besar.
Negara kepulauan ataukah negara kelautan? Keduanya bisa jadi
adalah dua sisi yang saling melengkapi karena bila ada kepulauan pasti ada laut.
Namun fakta kembali berbicara, selama 59 tahun indonesia merdeka tak banyak
pengembangan industri kelautan dan maritim yang berkembang di negara ini.
Orde baru yang secara periodik merupakan masa pemerintahan
terlama di indonesia tidak memiliki banyak warisan di bidang kelautan dan
kemaritiman. Selama 32 tahun mereka berkuasa, fokus pembangunan dititikberatkan
pada pembangunan infrastruktur seperti jalan-jalan, gedung-gedung, sarana dan
prasarana yang semuanya berada di darat, sedangkan sektor kelautan belum
mendapatkan perhatian lebih.
Jadi kembali pada diskusi sebelumnya, negara kita adalah
negara kepulauan atau negara kelautan? Dari sisi luas wilayah, pantasnya
disebut negara kelautan atau maritim, tapi dari pola pembangunannya dan
perhatian yang diberikan pemerintah, sepertinya lebih cocok dikatakan sebagai
negara kepulauan. Sebuah ilusi yang muncul saat banyak pihak yang mengklaim
negara ini adalah negara kelautan atau maritim akan tetapi fakta yang ada jelas
menunjukkan bahwa negara ini masih negara daratan atau kepulauan.
Aksi Pemerintah dan Bias
Negara Maritim
Ketidaksingkronan antara klaim sebagai negara maritim dengan
kondisi faktual bahwa negara ini masih berorientasi daratan, baru satu dari
beberapa ihwal mengenai ilusi negara maritim yang dialami republik ini. Tentu
saja dengan catatan bahwa maritim yang dimaksud adalah sekedar memanfaatkan
hasil laut dan belum maritim sesungguhnya yang memandang lautan sebagai wilayah
geografi dan geopolitik.
Ketidaksingkronan tersebut atau kita sebut saja ilusi, berkembang
sedemikian rupa menjadi obsesi yang terkadang mengorbankan banyak hal.
Obsesi tersebut terejawantahkan dalam beberapa program dan aksi
yang kini hangat diperbincangkan oleh khalayak ramai demi menyongsong visi
negara maritim. Pertama mengenai aksi peledakkan kapal nelayan ilegal. Aksi ini
tentu saja mengundang banyak perhatian, selain karena aksi heroik ini jarang terjadi
dan baru-baru ini saja menjadi booming
di beberapa media, peledakkan kapal nelayan ilegal juga dianggap menunjukkan
sikap tegas pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan NKRI.
Tapi yang perlu kita tahu ialah, ini bukan kali pertama TNI AL
dan Kementerian Kelautan dan Perikanan meledakkan kapal-kapal nelayan ilegal. Puluhan
tahun silam di tahun 2003, TNI AL pernah menenggalamkan 4 kapal nelayan asing
berbendera Filipina dan beberapa tahun kedepannya milik Thailand, dan Vietnam. Jadi semestinya aksi ini bukan suatu hal yang
luar biasa, TNI AL ternyata sudah pernah dan biasa melakukannya.
Justru yang harus diperhatikan adalah bagaimana dengan
kapal-kapal besar dan canggih yang lebih banyak meraup untung dari perikanan
Indonesia? Jangan sampai fokus kita pada penenggelaman kapal-kapal kecil
tersebut membuat kita lupa dan teralihkan pada sumber masalah yang lain. Alih-alih
membereskan kapal-kapal kecil nelayan yang ada justru membiarkan kapal yang
lebih besar dan canggih mengambil ikan kita secara illegal.
Aksi kedua yang hangat diperbincangkan adalah Tol Laut yang
menjadi andalan pemerintahan Jokowi. Konsep tol laut atau beberapa orang
menyebutnya pendulum nusantara adalah sebuah jalur kapal-kapal laut yang
menghubungkan Pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia dari Medan, Batam, Tanjung
Priok, Tanjung Perak, dan Sorong yang membentuk pola yang menyerupai pendulum.
Jalur ini yang diharapkan mampu dilewati oleh kapal-kapal besar dengan bobot
lebih dari 50.000 Ton dan mengangkut 3200 kontainer sekaligus. Konsep ini
dipandang mampu menurunkan biaya logistik Indonesia hingga 20% karena komponen yang
ada di dalamnya banyak terpangkas.
Besarnya penghematan biaya logistik ini membuat Tol Laut menjadi
primadona. Pelabuhan-pelabuhan di indonesia saat ini mulai berbenah agar kolam
dermaga mereka menjadi lebih dalam sehingga kapal-kapal besar berbobot 50.000
ton dapat masuk. Tidak ketinggalan, pemerintah juga mengalokasikan anggaran
untuk pengadaan 500 kapal baru dari Cina yang siap berlayar untuk mendukung
Konsep Tol Laut ini.
Dari sisi pelabuhan, investasi trilyunan rupiah guna mendukung
Tol Laut sejauh ini sepertinya tidak menjadi masalah, karena dengan skema dan
proyeksi laba beberapa tahun kedepan, investasi di pelabuhan menguntungkan
pemerintah ataupun swasta. Berbeda dengan investasi di area pelabuhan, impor
kapal dari Cina yang sepertinya masih menjadi tanda tanya.
Kapal-kapal yang diimpor dari Cina tersebut diharapkan mampu
memenuhi kekurangan jumlah kapal di Indonesia untuk mensukseskan Tol laut. Lalu kenapa harus import? Dari segi kualitas, industri
kapal dalam negeri sudah dapat bersaing dengan industri perkapalan negara lain.
Misalnya PT PAL, PT PAL sudah mampu memproduksi kapal-kapal berbobot besar
seperti container ship dan cargo vessel yang sampai saat ini sudah diakui dunia
dan memiliki kualitas sangat baik. Jadi agak mengherankan ketika Tol laut yang
digagas bagi kebaikan bangsa ini justru kurang mendukung produksi dalam negeri
dan pemerintah lebih memilih kapal-kapal buatan Cina.
Jika memang alasan yang dipakai karena ketidakmampuan PT PAL
dalam memproduksi Kapal dalam jumlah besar, setidaknya pemerintah secara
periodik dapat memberikan kesempatan bagi PT PAL dalam memproduksi Kapal
tersebut secara bertahap. Karena Tol Laut secara perencanaan baru dimulai 5
tahun mendatang.
Program dan aksi ketiga yang ramai dibicarakan adalah proyek kerjasama
antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Amerika Serikat dan
Kanada dalam hal pemeliharaan eksplorasi laut yang ramah lingkungan dan
sustainable. Secara pribadi sayapun mendukung proyek ini yang diharapkan mampu
meningkatkan pengolahan hasil laut dan peningkatan pendapatan dari sektor
perikanan.
Namun, proyek riset semacam ini terutama dengan pemerintah
Amerika pernah menyisakan kontroversi. Adalah proyek Naval Medical Research
Unit No.2 atau disingkat Namru 2 yang menyisakan masalah. Namru 2 adalah unit
kesehatan angkatan laut Amerika yang pernah berada di Indonesia. Kegiatan Namru
menitikberatkan pada malaria, penyakit akibat virus, dan penyakit menular
lainnya seperti flu burung. Masalahpun timbul lantaran proyek ini dituding
sebagai kedok Amerika Serikat untuk menjalankan misi intelijennya dan ajang
mengembang serta testing sebuah virus
di daerah Indonesia.
Risiko ini yang mungkin harus dicermati lebih lanjut oleh
pemerintah. Risiko menjadi lahan operasi intelijen dengan berbagai dalih
mengatasnamakan riset dan eksplorasi kelautan. Jika kerjasama tersebut memang
sudah terjadi pemerintah diharapkan lebih jeli dalam pengawasan dan kerangka
kerja sama dengan pemerintah asing terutama Amerika sehingga Indonesia tidak
dimanfaatkan seenaknya oleh kepentingan asing.
Ketiga program aksi yang populer tersebut seakan menggambarkan
upaya yang semu jika melulu digunakan sebagai ajang pamer bahwa kita adalah
negara maritim. Karena banyak hal yang sepertinya terlalu berharga untuk dikorbankan
demi predikat negara maritim, dari pelaku industri kelautan seperti PT PAL,
nelayan-nelayan kecil di Indonesia, serta kedaulatan dan kerahasiaan negara.
Visi sebagai negara maritim memang bagus dan layak diperjuangkan, tapi jika
selalu dibayangi oleh ilusi yang nampak bias dari aksi membangun opini,
sepertinya negara maritim yang diharapkan masih jauh dari kenyataan.
Worklife Balance on IPC
Artikel ketiga yang secara de facto saya kirimkan ke majalah kantor, IPC News, tapi berhubung artikel yang ini tidak mencantumkan saya sebagai penulis, ya jadilah cuma terhitung 2 kali saya menulis di IPC News.
**
Worklife Balance on IPC
“I left management position with a monthly 8 digit salary” –
Agus, Taxi Driver and A Former Journalist
Artikel di situs www.wearejakarta.com beberapa waktu lalu
tentang Pak Agus, seorang executive manager di sebuah perusahaan yang banting
setir menjadi supir taxi mungkin dapat menjadi perhatian bagi kita semua akan
pentingnya worklife balance. Ia meninggalkan posisi jabatan tersebut karena ia
begitu merindukan keluarganya. Istrinya wafat 5 tahun lalu saat ia berada
ribuan mil jauhnya dari rumah. Hal itu sungguh menghancurkan hatinya, di saat
sang istri membutuhkan kehadirannya, ia tak dapat menemani.
Tahun lalu, anak bungsunya mencoba untuk bunuh diri. Anaknya
marah karena Ia tak henti-hentinya
bekerja yang membuat mereka jarang bertemu. Ia tahu bahwa anaknya hanya
ingin menarik perhatiannya dan tahu bahwa ia tak dapat mengabaikan hal ini.
Saat itu ia mencintai karirnya, tapi ia tak lagi menikmati pekerjaannya. Karena
menurutnya, pekerjaannya membuat ia jauh dari orang-orang yang dicintainya.
Pilihan karir yang diambilnya kini memang berat, tapi baginya hal ini sebanding
dengan apa yang didapatkannya sekarang, dekat dengan orang-orang yang
dicintainya.
Tentunya bila dibandingkan posisi kita kini sebagai pegawai
IPC, kejadian yang serupa dengan pak Agus ini sangatlah jarang terjadi, atau
mungkin hampir tak ada sama sekali. Tapi hal ini bisa saja terjadi bila insan
IPC tidak pandai-pandai dalam menjaga worklife balance yang ada pada diri
mereka.
Worklife balance..?
Istilah worklife balance pertama kali di populerkan di
inggris di akhir tahun 1970-an untuk mendeskripsikan keseimbangan antara
pekerjaan di kantor dan kehidupan pribadi. Isu ini muncul saat banyak pekerja
di waktu itu yang memiliki konflik antara mereka dan keluarganya terutama
dengan anak-anak dikarenakan waktu kerja yang panjang sehingga mereka hanya
memiliki waktu yang sedikit dengan keluarga.
Sedangkan untuk situasi dan kondisi saat ini, isu tentang
worklife balance semakin kompleks seiring dengan tuntutan pekerjaan serta ambisi
yang beragam dari tiap pekerja. Sekarang perusahaan tak lagi semonoton di tahun
1970-an. Pekerja kini tak sekedar melakukan pekerjaan rutin dan sama tiap
harinya akan tetapi telah berkembang sedemikin rupa menjadi pekerjaan yang
lintas ruang dan multi peran. Saat ini seorang pekerja dapat berinteraksi
dengan seseorang yang berada ribuan mil jauhnya dari tempat kerjanya melalui
jaringan internet, dan saat ini seorang pekerja dituntut untuk dapat melaksanakan
peran sebagai staff dan manajer secara bersamaan yang membutuhkan kemampuan
klerikal dan leadership sekaligus.
Ambisi tiap pekerja turut menjadi bagian dari isu worklife
balance. Selain tuntutan pekerjaan yang tinggi, ambisi yang besar untuk
mencapai karir setinggi mungkin membuat waktu antara kehidupan pribadi dan
pekerjaan di kantor menjadi tak seimbang. Sehingga mau tak mau demi karir yang
cemerlang, sebagian orang mengorbankan kehidupan pribadinya untuk waktu bekerja
yang lebih di kantor.
Namun apakah dengan menyeimbangkan waktu secara seimbang
antara pekerjaan di kantor dengan kehidupan pribadi membuat worklife balance
tercapai? Mungkin saja, akan tetapi hidup kita tidaklah sekaku itu, dimana tiap
detailnya waktu kita diseimbangkan dan terprogram dengan seksama. Tentunya
hidup kita akan lebih nyaman bila segala sesuatunya lebih mengalir.
Worklife balance juga berbeda di tiap fase perkembangan
karir yang kita jalani, tidak dapat disamakan. Tentunya worklife balance ketika
sebelum menikah berbeda setelah kita menikah. Sebelum menikah mungkin saja kita
dapat sebebas mungkin untuk bekerja di kantor sampai larut malam, bekerja tanpa
kenal lelah. tapi setelah menikah, seringkali bekerja hingga larut malam juga
tidaklah baik bagi kehidupan rumah tangga kita.
Untuk itu, worklife balance tidak sekedar berfokus pada cara
kita mengatur jadwal sehari-hari, atau menyamakan worklife balance untuk setiap
orang di semua tingkatan karir. Tapi lebih dari itu, worklife balance
sebenarnya adalah bagaimana caranya kita mengisi hari-hari dengan pencapaian
dan kepuasan dalam bekerja dan kehidupan pribadi.
Mewujudkan IPC
Worklife Balance
Menurut situs www. worklifebalance.com, kehidupan yang
seimbang antara pekerjaan di kantor dan kehidupan pribadi adalah tentang
bagaimana kita mengisi hari dengan pencapaian dan kepuasan. Pencapaian serta
prestasi yang dicapai di kantor ataupun di kehidupan pribadi dan juga kepuasan
dalam menjalani keduanya.
Sehingga dengan mencapai target tertentu serta kepuasan
dalam melakukannya menjadikan hari kita di tempat kerja dapat lebih nyaman dan
kitapun lebih menikmati pekerjaan di kantor. Ditambah dengan melakukan hal yang
sama di dalam kehidupan pribadi, seperti melakukan aktivitas bersama keluarga,
jalan-jalan ke suatu tempat yang belum pernah disinggahi, membuat kehidupan
kita secara keseluruhan menjadi seimbang.
Ada beberapa tips yang mungkin dapat kita lakukan dalam mewujudkan
worklife balance. Pertama, selalu upayakan untuk pulang tepat waktu dari kantor
dengan syarat, pekerjaan kita telah selesai, dan tidak ada meeting mendadak.
Untuk itu perlu adanya manajemen waktu yang baik dalam bekerja hingga lebih
efektif dan efisien dalam memanfaatkan waktu. Dengan pulang tepat waktu,
kehidupan kita bersama keluarga dapat dioptimalkan dengan secepat mungkin kita
hadir bersama mereka.
Kedua, berpartisipasi dalam kegiatan kantor, di luar jam
kerja. Ada kalanya disaat kita bekerja, muncul rasa suntuk dan bosan yang
mungkin timbul akibat pekerjaan yang berulang kita lakukan. Untuk itu kita
perlu variasi yang membuat kita dapat mengisi kembali energi kita dalam bekerja
dengan melakukan kegiatan menyenangkan yang diselenggarakan oleh kantor setelah
jam kerja. Contohnya adalah aktivitas bermain futsal bersama teman-teman
kantor. Untuk hal ini, IPC secara rutin menyelenggarakannya dan karyawan secara
antusias menyambutnya.
Ketiga, sesekali menghubungi keluarga ataupun teman dekat di
kala waktu senggang saat bekerja. Waktu kita yang sebagian besar di kantor,
membuat interaksi dengan keluarga ataupun sahabat menjadi lebih sedikit. Untuk
mensiasati hal ini, menghubungi mereka via telepon ataupun media sosial di
internet membuat kita tetap terhubung dengan kehidupan sosial di luar sana.
Mungkin itu beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk
mewujudkan worklife balance. Memang tak mudah tapi tidak mustahil untuk
dilakukan. Dengan fasilitas yang diberikan oleh IPC dari sarana dan prasarana
yang mumpuni seperti ruang kerja yang baik dan telah direnovasi, kultur kerja
yang dinamis dan bersahabat, serta pilihan dalam menyalurkan hobi seperti
futsal, bulutangkis, dan lainnya, harapannya para karyawan dapat menggapai
worklife balance yang dapat menjadikan tiap insan IPC pribadi yang paripurna.
Wednesday, 3 September 2014
Sinergisitas Pelabuhan dan Pemerintah
Sumber: tempo.co |
****
Sinergisitas Pelabuhan dan Pemerintah
Dalam suasana serba politis menjelang pilpres Juli nanti, Jokowi pada hari Rabu 16 April 2014 bertandang ke Pelabuhan Tanjung Priok, tujuannya adalah untuk memantau proses pembangunan Jalan Tol Plumpang-Cakung-Cilincing Jakarta Utara dan Jalan Tol Priok Acces Road Construction Project Cilincing-Jampea. Jokowi juga menyempatkan diri meninjau proses pembangunan Dermaga Kalibaru atau New Priok phase 1 yang diperkirakan akan rampung akhir tahun ini dan digadang menjadi salah satu terminal pelabuhan terbesar di Indonesia.
Kunjungan tersebut dirasakan membawa angin segar bagi sebagian praktisi kepelabuhanan dan maritim. Pasalnya kunjungan Jokowi yang masih berstatus sebagai gubernur DKI menyiratkan bahwa ada perhatian serius dari pemerintah terhadap kondisi pelabuhan khususnya di Jakarta. Ditambah lagi Jokowi yang tak lama lagi akan bertarung dalam pilpres memunculkan harapan, akankah Prabowo, tidak hanya Jokowi, memiliki concern dan strategi dalam memperbaiki kondisi logistik dan industri maritim di Indonesia?
Maritim dan Logistik Indonesia
Luas
wilayah Indonesia yang sebagian besar perairan membuat industri transportasi
maritim diharapkan mampu menjawab permasalahan transportasi dan logistik di
Indonesia. Menggunakan kapal laut sebagai sarana transportasi dalam
mengantarkan barang dan logistik lainnya memiliki beberapa keuntungan.
Pertama, biaya yang lebih murah. Mengirimkan barang lewat Kapal laut besar (mother vassel) yang berfungsi mengangkut container dengan muatan hingga 4000-5000 Teus (satuan container dengan ukuran standar 20 feet) hanya memakan biaya $ 0,97 per ton mil yang berarti hanya membutuhkan biaya sebesar $ 0,97 per ton cargo untuk perjalanan sejauh 1 mil. Sedangkan bila menggunakan kereta api membutuhkan biaya $ 2,53 per ton mil dan dan bila menggunakan truck sebesar $ 5,35 per ton mil. Sebagai contoh, bila 500 ton cargo dalam 25 container dibawa via kapal laut sejauh 20 mil perjalanan eksport-import hanya membutuhkan biaya $ 9700 sekali perjalanan. Jauh lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan kereta api yang membutuhkan $ 25300 dan $ 53500 bila menggunakan truk container.
Keuntungan kedua, meminimalisir potensi kemacetan via jalur darat. Pertumbuhan kendaraan per tahun mencapai 11 % sedangkan pertumbuhan jalan hanya 0,01 %. Ketersediaan jalan yang minim dalam menampung jumlah kendaraan yang bertambah tiap tahunnya menyebabkan kepadatan di beberapa ruas jalan di Indonesia terutama di kota besar seperti Jakarta. Kemacetan tersebut secara tidak langsung memperlambat waktu penyampaian barang kepada customer. Padahal efisiensi waktu sangatlah penting untuk mendorong dan meningkatkan proses aktivitas perdagangan di suatu daerah. Diharapkan dengan memaksimalkan jalur laut, produsen dapat langsung mengirimkan barang lewat kapal laut di dekat pelabuhan yang terdekat dengan wilayah konsumen. Walaupun nantinya tetap menggunakan jalur darat, setidaknya potensi kemacetan dapat diminimalisir.
Pertama, biaya yang lebih murah. Mengirimkan barang lewat Kapal laut besar (mother vassel) yang berfungsi mengangkut container dengan muatan hingga 4000-5000 Teus (satuan container dengan ukuran standar 20 feet) hanya memakan biaya $ 0,97 per ton mil yang berarti hanya membutuhkan biaya sebesar $ 0,97 per ton cargo untuk perjalanan sejauh 1 mil. Sedangkan bila menggunakan kereta api membutuhkan biaya $ 2,53 per ton mil dan dan bila menggunakan truck sebesar $ 5,35 per ton mil. Sebagai contoh, bila 500 ton cargo dalam 25 container dibawa via kapal laut sejauh 20 mil perjalanan eksport-import hanya membutuhkan biaya $ 9700 sekali perjalanan. Jauh lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan kereta api yang membutuhkan $ 25300 dan $ 53500 bila menggunakan truk container.
Keuntungan kedua, meminimalisir potensi kemacetan via jalur darat. Pertumbuhan kendaraan per tahun mencapai 11 % sedangkan pertumbuhan jalan hanya 0,01 %. Ketersediaan jalan yang minim dalam menampung jumlah kendaraan yang bertambah tiap tahunnya menyebabkan kepadatan di beberapa ruas jalan di Indonesia terutama di kota besar seperti Jakarta. Kemacetan tersebut secara tidak langsung memperlambat waktu penyampaian barang kepada customer. Padahal efisiensi waktu sangatlah penting untuk mendorong dan meningkatkan proses aktivitas perdagangan di suatu daerah. Diharapkan dengan memaksimalkan jalur laut, produsen dapat langsung mengirimkan barang lewat kapal laut di dekat pelabuhan yang terdekat dengan wilayah konsumen. Walaupun nantinya tetap menggunakan jalur darat, setidaknya potensi kemacetan dapat diminimalisir.
Keuntungan yang ketiga, ketergantungan pada infrastruktur yang kecil. Membangun jalan layang yang kokoh dan kuat membutuhkan biaya yang tidak murah. Padahal semakin berat suatu cargo atau barang yang dibawa lewat darat, maka akan berimbas pada jalan yang kemungkinan rusak karena beban yang tinggi. Sehingga kebutuhan biaya untuk memperbaiki akan selalu tinggi tiap tahunnya, padahal mungkin saja biaya tersebut dapat dialokasikan ke sektor lain yang dapat menurunkan biaya logistik yang ada di Indonesia misalnya sektor transportasi dan kepelabuhanan.
Sinergisitas Pelabuhan dan Pemerintah
Presentase
biaya logistic di Indonesia dirasakan masih terlalu tinggi oleh para pengusaha.
Biaya logistik yang memakan 24-26 % dari keseluruhan biaya produksi membuat
pengusaha mau tak mau menaikkan harga jual untuk mengimbangi besarnya
pengeluaran untuk ongkos logistik saja, terutama dalam proses distribusi
barang. Secara nasional, Skor Logistic Performance Index(LPI) Indonesia yang dilansir
oleh worldbank di tahun 2014 adalah 3,08 (skala 5) naik sebanyak 0,14 poin
dibandingkan tahun 2012 yaitu 2,94. Melihat data ini, telah terjadi perubahan
yang cukup signifikan atas skor LPI Indonesia yang naik dari peringkat 59 di
tahun 2012 ke peringkat 53 dunia di tahun 2014. Masih kalah dari Vietnam di
peringkat 48 dan Thailand di peringkat 35 (cukup dibandingkan dengan dua negara
di asia tenggara ini, dengan singapura sudah terlalu jauh. Singapura di
peringkat 5 dunia).
Berdasarkan data tersebut, ada enam komponen yang dinilai dalam skor LPI, customs (proses pemeriksaan barang yang masuk, contohnya bea cukai), infrastructure (pelabuhan, jalan raya), international shipment (kemudahan dalam menentukan biaya dan moda pengiriman), logistic competence (kompetensi dan kualitas dari pelayanan logistik), tracking & tracing (kemampuan melacak barang kiriman), dan timeliness (akurasi waktu dari rencana pengiriman). Dari keenam komponen tersebut Indonesia memiliki skor dibawah 3 untuk komponen customs (2,87), infrastructure (2,92), dan international shipments (2,87).
Yang unik adalah, jika kita menilai secara kasat mata skor 3 komponen di atas, naiknya peringkat LPI Indonesia dari peringkat 59 di tahun 2012 ke peringkat 53 di tahun 2014 adalah kenaikan tanpa membangun infrastruktur baru dan tanpa memperbaiki kualitas customs (bea cukai) yang ada selama ini. Dimana kedua hal tersebut idealnya merupakan tanggung jawab pemerintah. Tapi justru tanpa membangun dan memperbaiki kedua komponen itu LPI Indonesia naik cukup signifikan.
Setelah dilihat, komponen seperti logistic competence, tracking & tracing, dan timeliness yang ternyata mengkatrol skor LPI Indonesia, skornya cukup baik (diatas 3). Dimana ketiga komponen tersebut merupakan inti dari pelayanan logistik yang sebagian besarnya dimulai dari pelabuhan. Untuk Indonesia, pelabuhan yang paling vital adalah pelabuhan Tanjung Priok karena 70% aktivitas ekspor-impor Indonesia melalui Priok. Maka hanya dengan memperbaiki kualitas pelayanan pelabuhan di Tanjung Priok seperti kemudahan untuk shipment, tracing barang ada di mana, ketepatan waktu pengiriman barang, LPI Indonesia dapat naik hingga 6 peringkat.
Tentunya peran pemerintah diharapkan lebih besar untuk meningkatkan skor LPI Indonesia. Karena sejauh ini pemain utama di bidang logistik, perusahaan pelabuhan telah banyak berbenah. Bahkan beberapa rumusan solusi dari permasalahan maritim dan logistik Indonesia banyak dimulai oleh perusahaan pelabuhan misalnya PT Pelabuhan Indonesia II. Antara lain membangun terminal pelabuhan new priok dengan mereklamasi daerah utara Jakarta yang akan menjadi pelabuhan terbesar di Indonesia. New priok diperkirakan dapat menangani bongkar muat container hingga 13 juta Teus (pelabuhan tanjung priok hanya 7-8 juta Teus, Teus = 1 container ukuran 20 feet) yang memakan biaya hingga 40 Trilyun. Jika proyek ini benar-benar terealisasi dengan baik, diperkirakan akan meningkatkan volume perdagangan dan juga meningkatkan GDP Indonesia.
Berdasarkan data tersebut, ada enam komponen yang dinilai dalam skor LPI, customs (proses pemeriksaan barang yang masuk, contohnya bea cukai), infrastructure (pelabuhan, jalan raya), international shipment (kemudahan dalam menentukan biaya dan moda pengiriman), logistic competence (kompetensi dan kualitas dari pelayanan logistik), tracking & tracing (kemampuan melacak barang kiriman), dan timeliness (akurasi waktu dari rencana pengiriman). Dari keenam komponen tersebut Indonesia memiliki skor dibawah 3 untuk komponen customs (2,87), infrastructure (2,92), dan international shipments (2,87).
Yang unik adalah, jika kita menilai secara kasat mata skor 3 komponen di atas, naiknya peringkat LPI Indonesia dari peringkat 59 di tahun 2012 ke peringkat 53 di tahun 2014 adalah kenaikan tanpa membangun infrastruktur baru dan tanpa memperbaiki kualitas customs (bea cukai) yang ada selama ini. Dimana kedua hal tersebut idealnya merupakan tanggung jawab pemerintah. Tapi justru tanpa membangun dan memperbaiki kedua komponen itu LPI Indonesia naik cukup signifikan.
Setelah dilihat, komponen seperti logistic competence, tracking & tracing, dan timeliness yang ternyata mengkatrol skor LPI Indonesia, skornya cukup baik (diatas 3). Dimana ketiga komponen tersebut merupakan inti dari pelayanan logistik yang sebagian besarnya dimulai dari pelabuhan. Untuk Indonesia, pelabuhan yang paling vital adalah pelabuhan Tanjung Priok karena 70% aktivitas ekspor-impor Indonesia melalui Priok. Maka hanya dengan memperbaiki kualitas pelayanan pelabuhan di Tanjung Priok seperti kemudahan untuk shipment, tracing barang ada di mana, ketepatan waktu pengiriman barang, LPI Indonesia dapat naik hingga 6 peringkat.
Tentunya peran pemerintah diharapkan lebih besar untuk meningkatkan skor LPI Indonesia. Karena sejauh ini pemain utama di bidang logistik, perusahaan pelabuhan telah banyak berbenah. Bahkan beberapa rumusan solusi dari permasalahan maritim dan logistik Indonesia banyak dimulai oleh perusahaan pelabuhan misalnya PT Pelabuhan Indonesia II. Antara lain membangun terminal pelabuhan new priok dengan mereklamasi daerah utara Jakarta yang akan menjadi pelabuhan terbesar di Indonesia. New priok diperkirakan dapat menangani bongkar muat container hingga 13 juta Teus (pelabuhan tanjung priok hanya 7-8 juta Teus, Teus = 1 container ukuran 20 feet) yang memakan biaya hingga 40 Trilyun. Jika proyek ini benar-benar terealisasi dengan baik, diperkirakan akan meningkatkan volume perdagangan dan juga meningkatkan GDP Indonesia.
Solusi lain yang ditawarkan oleh perusahaan pelabuhan (Pelindo I-IV) adalah konsep Pendulum Nusantara. Pendulum Nusantara adalah sebuah sistem rute pelayaran sepanjang jalur barat-timur Indonesia yg beroperasi seperti pendulum. Rute yang dimaksud akan melewati enam pelabuhan utama, yakni Belawan, Batam, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Sorong. Dengan konsep ini, pelabuhan-pelabuhan tersebut diharapkan menjadi pelabuhan utama di regional mereka masing-masing yang akan dilewati oleh kapal besar dengan kapasitas lebih dari 3000 Teus. Sehingga nantinya bila konsep ini berjalan, biaya logistik akan ditekan karena biaya angkut yang dapat ditekan hingga 20%. Maka jangan heran bila nantinya harga barang di sorong akan sama dengan di Jawa karena ongkos logistik yang sama murahnya.
Bila industri pelabuhan telah bergerak jauh, maka sekali lagi, peran pemerintah dapat lebih besar seiring dengan terbentuknya pemerintahan baru pasca pileg dan pilpres di tahun ini. Tidak sekedar dengan dukungan dalam bentuk regulasi perundang-undangan tapi juga dukungan kongkret dalam membangun infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan , meningkatkan kualitas pelayanan Bea Cukai, dan menjadi mitra yang memiliki pemahaman bahwa mengembangkan dan memperbaiki industry maritim dan logistik Indonesia, berarti memeratakan pembangunan di Indonesia. Akankah Presiden yang nanti terpilih mampu memenuhi harapan ini? Kita tunggu saja.
Tuesday, 2 September 2014
Mengoptimalkan Keunggulan Kompetitif IPC
IPC News |
Ini tulisan saya yang diterbitkan di IPC News (Majalah Kantor), tapi apa daya alih-alih nama saya yang tercantum sebagai penulis, justru "Tim Kita" yang katanya menulis. Sudah saya complain dan beliau, para redaktur bilang, nanti akan ada koreksi atau keterangan di edisi selanjutnya. Ya gapapalah..
***
Microsoft dikabarkan membeli Nokia yang
merupakan salah satu produsen ponsel terbesar di dunia di awal decade 2000-an.
Perusahaan computer dunia itu secara resmi mengumumkannya jumat lalu, 25 April
2014. Dengan rampungnya pembelian tersebut, Nokia tidak lagi memproduksi
perangkat mobile atau ponsel dan beralih fungsi dalam mengembangkan jaringan
dan teknologi yang dikelola oleh Microsoft.
Maka dengan ini riwayat ponsel ini pun dapat dikatakan berakhir. Tidak
ada lagi ponsel nokia yang akan diproduksi
Serupa dengan Nokia, Blackberry lebih
kurang memiliki cerita yang sama dengan produsen ponsel asal Finlandia tersebut.
Muncul di tahun 2004, blackberry secara cepat merebut hati pengguna smartphone
di dunia khususnya di Indonesia dengan berbagai layanan dan fasilitas yang mumpuni.
Tampilan yang elegan, berbagai aplikasi yang menarik dan dapat di unduh secara
gratis (ataupun berbayar) membuat blackberry cukup lama mendominasi pasar
smartphone hingga akhirnya di tahun 2013
lalu, marketshare blackberry mengalami penurunan.
Gempuran dari para competitor seperti Apple
dan Android menggerus pasar blackberry. Misalnya saja di Indonesia. Blackberry yang
menguasai 43% pasar smartphone di tahun
2011 harus rela pangsa pasarnya menurun menjadi 14% di tahun 2013. Keputusan
yang cepat dan berat harus segera diambil oleh CEO Blackberry demi
menyelamatkan perusahaan ini. Hingga mereka pun mengambil suatu kebijakan yang
tidak disangka. Melepas Blackberry Massenger ke semua platform smartphone
sehingga BBM dapat digunakan di android dan iphone.
Competitive
advantage
Melalui ilustrasi mengenai 2 industri
ponsel di atas, setidaknya kita dapat melihat bahwa Blackberry ternyata dapat
bertahan hingga kini, dan Nokia justru runtuh serta hilang dari kompetisi
ponsel dunia. Keduanya memiliki nasib yang awalnya serupa tapi berakhir dengan
cerita yang berbeda. Keduanya pernah merasakan kejayaan dan keduanya turut pula
merasakan keterpurukan yang membedakannya hanya satu, maksimal atau tidaknya
mereka dalam memanfaatkan competitive advantage perusahaan.
Competitive advantage secara harfiah dapat
diartikan sebagai keunggulan kompetitif. Sesuatu yang membedakan satu
perusahaan dengan perusahaan lain, sesuatu yang unik dan tidak bisa ditiru
dalam waktu yang singkat. Keunggulan tersebut tidak serta merta muncul dan
diketahui oleh sebuah perusahaan, karena mereka harus secara jeli melihat dan
menganalisa secara mendalam mengenai strength, weakness, opportunities, dan
threats (SWOT) yang ada pada perusahaan
mereka. Saat mereka memahami SWOT dari
perusahaan mereka selanjutnya mereka
dapat merasakan dan mengetahui apa yang membuat perusahaan mereka unik dan
istimewa. Maka disanalah saatnya competitive adavantage mengambil peran dalam
mengelaborasi sebuah perusahaan.
Contohnya Nokia dan Blackberry. Keduanya
memiliki competitive advantage yang sama yaitu customer based yang luas dan
loyal. Hal ini muncul seiring dengan invasi dan maksimalnya usaha kedua
perusahaan ini dalam memasarkan produk mereka. Berbagai inovasi teknologi di
dunia ponsel lebih kurang muncul pertama kali dari kedua produk ini yang
membuat kedua produk tersebut dikenal luas oleh masyarakat sebagai ponsel yang
mumpuni dan berkualitas. Brand image yang mengakar dan tumbuh di benak masyarakat
khususnya konsumen mereka menciptakan keterikatan yang kuat antara produsen dan
konsumen sehingga apapun produk terbaru dari kedua perusahaant tersebut,
niscaya akan diminati oleh konsumen mereka.
Blackberry menyikapi perkembangan teknologi
dan memanfaat competitive advantage mereka dengan lebih baik dibandingkan
Nokia. Saat Nokia masih stagnan dan hanya menggandeng Microsoft sebagai
Operating system (OS) dari produk mutakhir mereka (Nokia Lumia), blackberry
bergerak cepat dengan melepas primadona mereka yaitu BBM ke platform OS yang
lain seperti iOS dan Android. Awalnya tindakan ini dianggap bunuh diri dan
lambat laun mematikan perusahaan mereka. Tapi dengan beredarnya BBM disemua
aplikasi OS smartphone, setidaknya dapat mempertahankan customer based mereka
yang loyal sembari menambah customer baru dari platform OS yang lain. Sehingga
hasil akhirnya pun bisa terlihat saat ini, blackberry tetap eksis dan Nokia
akhirnya hilang.
IPC
Competitive Advantage
Belajar dari dua perusahaan di atas, IPC sebagai
perusahaan yang sedang mengalami transformasi di berbagai lini, hendaknya mampu
mengenali competitive advantage yang ada pada dirinya hingga harapannya
transformasi yang terjadi pada IPC dapat dioptimalkan oleh seluruh insan
IPC. Ada beberapa hal yang dapat
dikategorikan sebagai keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh IPC.
Pertama,
customer based yang besar. IPC yang memiliki wilayah kerja di Jakarta, jawa
barat, sumatera bagian selatan, dan Kalimantan barat memiliki potensi dalam
melayani alur perdagangan di tiga wilayah tersebut. Ditambah lagi dengan
presentase barang import Indonesia yang masuk melalui pelabuhan tanjung priok
yang mencapai 40% membuat peran IPC sangat besar dalam melayani customer dan
pelaku bisnis di Indonesia.
Dengan customer based yang besar maka
diharapkan IPC dapat lebih meningkatkan kualitas layanan dan memahami kebutuhan
customer dimasa mendatang. Misalnya dengan mendirikan berbagai anak perusahaan
yang fokus pada satu bidang seperti IKT (Indonesia Kendaraan Terminal), PPI
(Pengembang Pelabuhan Indonesia), TPK (Terminal Peti Kemas) dan anak perusahaan
lainnya sehingga layanan terhadap customer dapat lebih baik.
Keunggulan kedua, Young Workforce. Dalam
beberapa tahun terakhir sejak Pak Lino menjadi Dirut, manajemen sangat
memperhatikan kualitas SDM yang direkrut oleh IPC. Oleh karena itu, secara
berkelanjutan rekrutmen IPC telah berhasil menarik lulusan dari beberapa
universitas terbaik di Indonesia untuk bergabung bersama IPC. Antara lain dari
UI, ITB, UGM, PNJ, Polban Bandung, Poltek UGM dan beberapa universitas lainnya.
Dimana sebagiannya adalah fresh graduate dan tergolong tenaga muda.
Berdasarkan data SDM IPC, dari 2400-an
orang pegawai organic IPC, terdapat sekitar 568 orang yang lahir antara tahun
1980 sampai dengan 1994 yang merupakan bagian dari Young workforce atau
tenaga-tenaga muda IPC. Berarti ada sekitar 24 Persen atau hampir seperempat
bagian dari seluruh pegawai IPC adalah tenaga-tenaga muda. Harapannya Tenaga-tenaga muda yang berpikiran
terbuka dan bersemangat tersebut dapat memberikan andil bagi transformasi IPC
di masa mendatang.
Keunggulan ketiga, Corporate Culture. Hal
ini walaupun belum sepenuhnya terbentuk, suatu saat akan menjadi competitive
advantage dari IPC yang membedakan perusahaan ini dari perusahaan lainnya.
Karena budaya perusahaan yang terbentuk merupakan suatu hal yang unik dan sulit
di duplikasi terutama dalam hal perilaku yang membudaya.
Suatu perilaku disebut telah membudaya pada
sebuah organisasi atau perusahaan adalah saat ada seseorang melakukan hal yang
berlawanan dengan perilaku tersebut, maka orang tersebut dianggap aneh dan
dijauhi oleh individu dalam perusahaan tersebut. Misalnya hadir tepat waktu dan
tidak terlambat. Jika seluruh karyawan datang ke kantor tepat waktu, maka satu
orang yang terlambat akan merasa bersalah dan menimbulkan efek punishment dari
lingkungan sosial. Maka perilaku unggul yang diharapkan dapat membawa
perusahaan ke arah yang lebih baik coba dirumuskan oleh IPC dalam bentuk nilai
dan budaya perusahaan yang baru.
Dalam setahun terakhir ini IPC sedang
gencar mensosialisasikan Nilai dan Budaya perusahaan yang baru. Nilai dan
budaya yang diharapkan mampu diinternalisasikan ke dalam perilaku insan IPC
dalam bekerja di perusahaan. Nilai perusahaan tersebut terdiri dari lima aspek.
People First, Integrity, Customer Centric, Sustainability, dan Quality. Dimana dari
kelima nilai tersebut dituangkan dalam 4 perilaku yang hendaknya dapat
diterapkan oleh pegawai IPC.
IPC way terdiri dari 4 aspek perilaku
antara lain, menumbuhkan pemimpin berkinerja tinggi, menggerakkan pertumbuhan
nasional serta berwawasan internasional, menciptakan organisasi yang lincah,
dan membangun tempat bekerja yang luar biasa. Ke empat aspek inilah yang
kedepannya dapat diterapkan sebagai budaya perusahaan oleh seluruh pegawai IPC.
Dengan ketiga keunggulan kompetitif tersebut
idealnya IPC mampu berbicara banyak
dalam ranah maritime dan industry logistic Indonesia. Namun itu semua kembali
lagi kepada kita selaku insan IPC, siap berperan aktif dalam menyongsong IPC
yang lebih baik atau terdiam dan hanya jadi penonton yang tak punya andil
apa-apa.
Subscribe to:
Posts (Atom)