Umar Bin Abdul Aziz, cucu dari Khulafaurrasyidin Umar Bin Khattab, kala itu sedang berada di kediamannya, menyelesaikan tugasnya sebagai khalifah di hari itu. Hingga suatu ketika anaknya datang menghampiri. Saat itu waktu telah larut dan lentera di ruangan beliau menyala, menyilaukan pandangan mata. belum sempat anaknya mengutarakan maksud kedatangannya, Umar seketika bertanya, " apa yang hendak ananda bicarakan malam hari ini? urusan umatkah atau sekedar urusan pribadi ", anaknya pun menjawab, "urusan keluarga ayahanda". Lalu Umar pun berkata " kalau begitu biarkan ayahmu ini mematikan lentera yang minyaknya dibiayai oleh uang umat, tak pantas kiranya kita memakai fasilitas umat untuk kepentingan pribadi kita "
Sketsa indah dari kehidupan pemimpin besar Islam, begitu Amanahnya walau hanya sekedar urusan sebuah lentera. Profesional kalau memakai Istilah modern saat ini. sangat jauh berbeda dengan pemimpin bangsa yang saat ini memerintah. Tak sekedar memakai sarana negara tapi juga pejabat negara. tidak percaya??mari saya gambarkan sedikit.
SBY tak hanya menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya. tetapi bahkan menggunakan pejabat negara untuk kepentingan pribadinya. Bukti paling aktual adalah SBY menggunakan Hatta Radjasa, Menteri Sekretaris Negara, untuk mematangkan koalisi dengan PDI Perjuangan. SBY juga menggunakan Hatta Radjasa untuk melakukan pertemuan dengan sejumlah partai koalisi Demokrat untuk menggodok nama Boediono bahkan mengumumkannya ke publik. SBY juga memfasilitasi pengunaan Wisma Negara (bukan wisma Cikeas) untuk meredam PPP, PAN, PKB dan PKS (tidak hadir) saat membahas nama Boediono yang ditentang oleh partai koalisi.
Sungguh aneh karena Hatta Radjasa secara struktural tidak memiliki garis komando dengan SBY. Hatta adalah anggota MPP PAN dan satu-satunya kemungkinan yang membuat diantara mereka terdapat garis komando adalah jabatan struktural mereka saat ini di pemerintahan. SBY sebagai presiden dan Hatta sebagai Mensesneg. Tapi yang terjadi kini, Hatta yang dibiayai oleh negara sebagai mensesneg melakukan lobi-lobi politik dan mengatasnamakan aktivitasnya sebagai instruksi 'bapak presiden' di dalam konferensi pers yang kemaren digelar.
duh..duh..
Kapan negeri ini keluar dari krisis bila pemimpinnya saja sudah gagal dalam memberikan tauladan yang baik.
-tegaryangbukankaderpkspanpkbgerindraataubahkanpdip-
Friday, 15 May 2009
Wednesday, 13 May 2009
Keanehan Iklan Demokrat
Ada yang aneh dengan Iklan Fox Indonesia yang membawa-bawa nama Partai Demokrat. Satu halaman full di kompas halaman 11 hari senin tanggal 12 mei kemarin.
klo cerdas pasti bisa melihat keanehan dari iklan itu.
terlihat sekali betapa lihai permainan statistik yang mumpuni dari SBY dan Timnya. Walaupun cenderung licik.
sorry klo gambarnya kekecilan, mungkin klo mau bisa di save terus di zoom.
klo cerdas pasti bisa melihat keanehan dari iklan itu.
terlihat sekali betapa lihai permainan statistik yang mumpuni dari SBY dan Timnya. Walaupun cenderung licik.
sorry klo gambarnya kekecilan, mungkin klo mau bisa di save terus di zoom.
Tuesday, 12 May 2009
Birokrasi Indonesia
Majalah Economist baru-baru ini melansir beberapa rangking negara-negara di dunia. Ada berbagai macam kategori, dari negara dengan kualitas hidup terendah dan tertinggi, negara dengan alokasi riset terbesar(Indonesia gak masuk daftar ini) hingga negara dengan perizinan investasi (baca : Birokrasi) tersulit. Untuk hal ini (birokrasi), Indonesia benar-benar bermasalah.
Butuh 151 hari untuk mengurus sebuah perusahaan baru di Indonesia. Sedikit lebih baik dari Haiti (203 hari), Laos (198 hari), Congo (155 hari), Mozambique (153 hari) dan Brazil (152 hari). Itupun masih lebih buruk dari Angola (146 hari). Tentu saja, lamanya proses birokrasi untuk mendaftarkan perusahaan adalah salah satu faktor penyebab tidak kompetitifnya sebuah negara dan enggannya investor menanamkan modal.
Fakta ini sedikit banyak merepresentasikan aktivitas birokrasi di Indonesia sehari-hari dan tak terbatas pada birokrasi dalam hal investasi saja. Karena saya mengalami sendiri beberapa pekan ini. Ketika saya mengurus perizinan penelitian di sebuah Instansi pemerintah di Jakarta.
Awalnya sempat berpikir untuk main belakang alias mencari link agar masalah perizinan cepat selesai. Tapi apa daya, saya tak punya link kesana. Akhirnya daripada membuang waktu, saya coba untuk mengurus sendiri tanpa 'bantuan' orang dalam. Toh saya berpikir mungkin takkan lama, kan cuma masalah penelitan. Tahap awal seperti biasa saya datang ke bagian tata usaha dan menanyakan prosedur mengurus perizinan. Mereka mengatakan bahwa saya harus membawa surat izin penelitian dari fakultas. Saya sudah mengira akan diminta surat izin dari fakultas dan saya memang sudah menyiapkannya sedari awal. Saya pun memberikan surat itu pada mereka dan mereka bilang, "mas tunggu seminggu lagi ya, besok tanya nomor ini lewat telepon ke nomor ini apakah suratnya sudah turun atau belom". Maka tanpa banyak tanya saya hanya menaati saja perintah mereka.
Seminggu kemudian saya telpon ke nomor yang diberikan dan mereka bilang "oh iya mas, suratnya udah turun, mas silahkan datang ke sini", lalu saya pun langsung meluncur ke instansi tersebut berharap masalah perizinan telah selesai. tapi ternyata dugaan saya salah, "mas, selanjutnya bikin surat ke Dir Intelkam ya mas, selain ke dirlantas, mas juga harus ngasih surat izin ke sana. sekarang mas kasih surat ini dulu ke dir intelkam " .. agh.. sial, kenapa gak dari kemaren dibilangnya, jadi gak usah ribet kayak gini. sembari kesal saya ambil surat izin dari dirlantas untuk diberikan ke dir intelkam.
keesokan harinya saya ke kampus, mengurus perizinan surat untuk dirintelkam, dan seperti yang sudah kita tau, mengurus surat itu paling cepat 3-4 hari, dan akhirnya saya menunggu lagi 3-4 hari ke depan. setelah 4 hari berlalu, saya ambil surat dari fakultas untuk diberikan ke dir intelkam. saat sampai ke dir Intelkam, sayapun mendapatkan kata-kata yang nyaris sama ketika saya di dirlantas, "mas tunggu seminggu lagi ya, besok tanya nomor ini lewat telepon ke nomor ini apakah suratnya sudah turun atau belom" , agh.. tidak.. seminggu lagi?? , tapi saya mencoba berpikir positif, dengan ini mungkin saya bisa menyiapkan segala halnya dengan lebih matang. Maka saya pun menerimanya dengan lapang dada.. fiuh..
seminggu kemudian, saya telpn ke nomor yang diberikan dan mereka pun berkata, " mas coba besok datang untuk diwawancara oleh Pak X, dari sana kami baru memberikan rekomendasi pada dirlantas". Okeh, saya pun datang esok hari untuk wawancara. wawancaranya berlangsung lancar dan cenderung menyenangkan, karena saya senang melihat wajah kebingungan dari bapak X ketika saya menjelaskan teori-teori psikologi sosial seperti Social Identity Theory, SOcial DOminance Theory, Group favoritism dan sebagainya. :D
Setelah wawancara, saya pun diberitahukan untuk menunggu seminggu lagi untuk kabar selanjutnya mengenai rekomendasi Dir Intelkam kepada Dir Lantas, apakah mereka menyetujui atau tidak terhadap penelitian saya. yah.. seminggu lagi, seperti biasa...
seminggu kemudian (tepatnya hari ini), saya pun bertanya via telpon mengenai surat perizinan saya, dan ternyata mereka bilang " suratnya sudah kami kirim ke bagian Dir Intelkam, mungkin baru sampai besok".. OMG, lelucon apa lagi ini, hey bung, Dir Lantas dan Dir INtel hanya berjarak 50 meter, dan tak sampai satu hari untuk berjalan diantara keduanya. kenapa gak hari itu juga??? maunya apa sih nih??,namun mau bagaimana lagi, saya hanya warga negara biasa, dan harus taat dengan birokrasi yang ada. Yang akhirnya saya pun Ikhlas menanti hari esok, tentang kelanjutan perizinan penelitian saya..
berarti lebih kurang tiga minggu saya mengurus perizinan saja..
Birokrasi..birokrasi..
Butuh 151 hari untuk mengurus sebuah perusahaan baru di Indonesia. Sedikit lebih baik dari Haiti (203 hari), Laos (198 hari), Congo (155 hari), Mozambique (153 hari) dan Brazil (152 hari). Itupun masih lebih buruk dari Angola (146 hari). Tentu saja, lamanya proses birokrasi untuk mendaftarkan perusahaan adalah salah satu faktor penyebab tidak kompetitifnya sebuah negara dan enggannya investor menanamkan modal.
Fakta ini sedikit banyak merepresentasikan aktivitas birokrasi di Indonesia sehari-hari dan tak terbatas pada birokrasi dalam hal investasi saja. Karena saya mengalami sendiri beberapa pekan ini. Ketika saya mengurus perizinan penelitian di sebuah Instansi pemerintah di Jakarta.
Awalnya sempat berpikir untuk main belakang alias mencari link agar masalah perizinan cepat selesai. Tapi apa daya, saya tak punya link kesana. Akhirnya daripada membuang waktu, saya coba untuk mengurus sendiri tanpa 'bantuan' orang dalam. Toh saya berpikir mungkin takkan lama, kan cuma masalah penelitan. Tahap awal seperti biasa saya datang ke bagian tata usaha dan menanyakan prosedur mengurus perizinan. Mereka mengatakan bahwa saya harus membawa surat izin penelitian dari fakultas. Saya sudah mengira akan diminta surat izin dari fakultas dan saya memang sudah menyiapkannya sedari awal. Saya pun memberikan surat itu pada mereka dan mereka bilang, "mas tunggu seminggu lagi ya, besok tanya nomor ini lewat telepon ke nomor ini apakah suratnya sudah turun atau belom". Maka tanpa banyak tanya saya hanya menaati saja perintah mereka.
Seminggu kemudian saya telpon ke nomor yang diberikan dan mereka bilang "oh iya mas, suratnya udah turun, mas silahkan datang ke sini", lalu saya pun langsung meluncur ke instansi tersebut berharap masalah perizinan telah selesai. tapi ternyata dugaan saya salah, "mas, selanjutnya bikin surat ke Dir Intelkam ya mas, selain ke dirlantas, mas juga harus ngasih surat izin ke sana. sekarang mas kasih surat ini dulu ke dir intelkam " .. agh.. sial, kenapa gak dari kemaren dibilangnya, jadi gak usah ribet kayak gini. sembari kesal saya ambil surat izin dari dirlantas untuk diberikan ke dir intelkam.
keesokan harinya saya ke kampus, mengurus perizinan surat untuk dirintelkam, dan seperti yang sudah kita tau, mengurus surat itu paling cepat 3-4 hari, dan akhirnya saya menunggu lagi 3-4 hari ke depan. setelah 4 hari berlalu, saya ambil surat dari fakultas untuk diberikan ke dir intelkam. saat sampai ke dir Intelkam, sayapun mendapatkan kata-kata yang nyaris sama ketika saya di dirlantas, "mas tunggu seminggu lagi ya, besok tanya nomor ini lewat telepon ke nomor ini apakah suratnya sudah turun atau belom" , agh.. tidak.. seminggu lagi?? , tapi saya mencoba berpikir positif, dengan ini mungkin saya bisa menyiapkan segala halnya dengan lebih matang. Maka saya pun menerimanya dengan lapang dada.. fiuh..
seminggu kemudian, saya telpn ke nomor yang diberikan dan mereka pun berkata, " mas coba besok datang untuk diwawancara oleh Pak X, dari sana kami baru memberikan rekomendasi pada dirlantas". Okeh, saya pun datang esok hari untuk wawancara. wawancaranya berlangsung lancar dan cenderung menyenangkan, karena saya senang melihat wajah kebingungan dari bapak X ketika saya menjelaskan teori-teori psikologi sosial seperti Social Identity Theory, SOcial DOminance Theory, Group favoritism dan sebagainya. :D
Setelah wawancara, saya pun diberitahukan untuk menunggu seminggu lagi untuk kabar selanjutnya mengenai rekomendasi Dir Intelkam kepada Dir Lantas, apakah mereka menyetujui atau tidak terhadap penelitian saya. yah.. seminggu lagi, seperti biasa...
seminggu kemudian (tepatnya hari ini), saya pun bertanya via telpon mengenai surat perizinan saya, dan ternyata mereka bilang " suratnya sudah kami kirim ke bagian Dir Intelkam, mungkin baru sampai besok".. OMG, lelucon apa lagi ini, hey bung, Dir Lantas dan Dir INtel hanya berjarak 50 meter, dan tak sampai satu hari untuk berjalan diantara keduanya. kenapa gak hari itu juga??? maunya apa sih nih??,namun mau bagaimana lagi, saya hanya warga negara biasa, dan harus taat dengan birokrasi yang ada. Yang akhirnya saya pun Ikhlas menanti hari esok, tentang kelanjutan perizinan penelitian saya..
berarti lebih kurang tiga minggu saya mengurus perizinan saja..
Birokrasi..birokrasi..
Saturday, 2 May 2009
Korupsi, KPK, dan Antasari
beberapa bulan terakhir, KPK memang menjalankan tugasnya secara brilian. Bahkan isu pemberantasan korupsi yang hebat oleh KPK dijadikan SBY sebagai alat kampanyenya. Berkat KPK, banyak kasus2 korupsi yang terbongkar dan membuat koruptor ketar-ketir. Tentunya hal ini membuat gerah beberapa pihak yang sedikit banyak bersinggungan dengan koruptor merasa terancam. Hingga tak heran bila KPK menjadi semacam public enemy dari para koruptor dan antek-anteknya. Padahal jika ditelisik lebih jauh, di awal kepemimpinan KPK yang baru, KPK dipandang sinis dapat bekerja se-profesional dulu. Karena berdasarkan track record-nya, Antasari Azhar tak begitu baik.
Antasari dinilai memiliki track record buruk dalam upaya pemberantasan korupsi. Dia bahkan dituding terlibat berbagai kasus judicial corruption selama menjabat sebagai jaksa. Kekayaan Antasari yang mencapai Rp 3,5 miliar dan 35.000 dolar AS juga dinilai tidak wajar sebagai pegawai negeri. Oleh karenanya, sangat beralasan mengapa banyak pihak yang meragukan KPK dibawah kepemimpinan Antasari.
Tapi itu tinggal keraguan, karena baru empat bulan dilantik, KPK berhasil mengungkap kasus-kasus korupsi besar. Kasus korupsi BLBI yang selama ini sulit dijamah. Kini, telah berhasil diungkap oleh KPK. Arthalita suryani yang terjerat kasus BLBI berhasil ditangkap dan juga ikut terseret jaksa Urip tri gunawan yang menerima suap 610.000 dolar AS. KPK juga berhasil mengacak-acak Bank Indonesia (BI). Mantan Gubernur BI Burhanudin abdullah, Direktur hukum BI Oey hoey tiang dan mantan Kepala biro BI Surabaya Rusli simanjuntak terjerat kasus korupsi penggunaan dana YPPI sebesar Rp 100 milyar. Kasus korupsi lain yang ada di BI terus diungkap. Anggota DPR RI dari partai Golkar Hamka yandhu ikut terjerat. Hamka yandhu menerima aliran dana haram dari BI sebesar RP 31,5 milyar.
KPK terus membongkar kasus korupsi di lembaga legislatif. Anggota DPR Al amin nasution berhasil diseret KPK ke pengadilan dalam kasus menerima dana ilegal untuk alih fungsi hutan lindung di daerah Bintan Kepulauan Riau. KPK tidak hanya membongkar kasus korupsi di DPR dan BI saja. KPK berhasil membongkar kasus korupsi di tubuh POLRI. Mantan Kapolri Rusdiharjo berhasil dijerat KPK dalam kasus pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian sebesar Rp 15 milyar.
Masih banyak yang belum terungkap dan KPK terus berjalan menjerat para koruptor. Namun, ditengah meroketnya kinerja KPK, Antasari Azhar tersandung kasus pembunuhan direktur BUMN nasrudin. Antasari disinyalir terlibat dalam penembakan nasrudin karena beredar kabar bahwa Antasari sempat mengirimkan SMS bernada ancaman kepada nasrudin beberapa hari sebelum terjadinya penembakan. Selain itu keterkaitan nasrudin dan Antasari dengan seorang wanita yang katanya sama-sama dicintai oleh keduanya menambah dugaan-dugaan terhadap kasus pembunuhan ini.
Menariknya adalah status Antasari yang berbeda antara Polisi dan kejaksaan. Dalam press conferencenya Kejaksaan menyatakan pencekalan terhadap Antasari dan menyatakan Antasari sebagai tersangka. Padahal dalam surat yang dilayangkan oleh polisi sebagai penyidik, di situ jelas tertulis bahwa Antasari hanya dipanggil sebagai saksi. perbedaan ini menyiratkan tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi. Seperti ada kecenderungan dari pihak kejaksaan untuk meneror dan memberikan citra negatif pada Antasari. Karena sama-sama kita ketahui sedari dulu kejaksaan memang tidak terlalu setuju akan sebuah lembaga bernama KPK yang dinilai mengkerdilkan fungsi kejaksaan dalam penyidikan kasus korupsi.
hal ini dapat kita jadikan gambaran betapa besar tekanan-tekanan yang dilayangkan berbagai pihak terhadap KPK, yang merasa terancam akan sepak terjang KPK selama ini. Tidak hanya tuduhan keterlibatan Antasari dalam pembunuhan tetapi juga kecenderungan Kejaksaan untuk memojokkan KPK. Begitulah jalan perjuangan, tak lepas dari beragam tekanan dan cobaan. dan Indonesia masih menapaki jalan panjang untuk memberangus Korupsi hingga ke akar-akarnya.
Untuk Indonesia, bukan Untuk KPK ataupun Antasari
Antasari dinilai memiliki track record buruk dalam upaya pemberantasan korupsi. Dia bahkan dituding terlibat berbagai kasus judicial corruption selama menjabat sebagai jaksa. Kekayaan Antasari yang mencapai Rp 3,5 miliar dan 35.000 dolar AS juga dinilai tidak wajar sebagai pegawai negeri. Oleh karenanya, sangat beralasan mengapa banyak pihak yang meragukan KPK dibawah kepemimpinan Antasari.
Tapi itu tinggal keraguan, karena baru empat bulan dilantik, KPK berhasil mengungkap kasus-kasus korupsi besar. Kasus korupsi BLBI yang selama ini sulit dijamah. Kini, telah berhasil diungkap oleh KPK. Arthalita suryani yang terjerat kasus BLBI berhasil ditangkap dan juga ikut terseret jaksa Urip tri gunawan yang menerima suap 610.000 dolar AS. KPK juga berhasil mengacak-acak Bank Indonesia (BI). Mantan Gubernur BI Burhanudin abdullah, Direktur hukum BI Oey hoey tiang dan mantan Kepala biro BI Surabaya Rusli simanjuntak terjerat kasus korupsi penggunaan dana YPPI sebesar Rp 100 milyar. Kasus korupsi lain yang ada di BI terus diungkap. Anggota DPR RI dari partai Golkar Hamka yandhu ikut terjerat. Hamka yandhu menerima aliran dana haram dari BI sebesar RP 31,5 milyar.
KPK terus membongkar kasus korupsi di lembaga legislatif. Anggota DPR Al amin nasution berhasil diseret KPK ke pengadilan dalam kasus menerima dana ilegal untuk alih fungsi hutan lindung di daerah Bintan Kepulauan Riau. KPK tidak hanya membongkar kasus korupsi di DPR dan BI saja. KPK berhasil membongkar kasus korupsi di tubuh POLRI. Mantan Kapolri Rusdiharjo berhasil dijerat KPK dalam kasus pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian sebesar Rp 15 milyar.
Masih banyak yang belum terungkap dan KPK terus berjalan menjerat para koruptor. Namun, ditengah meroketnya kinerja KPK, Antasari Azhar tersandung kasus pembunuhan direktur BUMN nasrudin. Antasari disinyalir terlibat dalam penembakan nasrudin karena beredar kabar bahwa Antasari sempat mengirimkan SMS bernada ancaman kepada nasrudin beberapa hari sebelum terjadinya penembakan. Selain itu keterkaitan nasrudin dan Antasari dengan seorang wanita yang katanya sama-sama dicintai oleh keduanya menambah dugaan-dugaan terhadap kasus pembunuhan ini.
Menariknya adalah status Antasari yang berbeda antara Polisi dan kejaksaan. Dalam press conferencenya Kejaksaan menyatakan pencekalan terhadap Antasari dan menyatakan Antasari sebagai tersangka. Padahal dalam surat yang dilayangkan oleh polisi sebagai penyidik, di situ jelas tertulis bahwa Antasari hanya dipanggil sebagai saksi. perbedaan ini menyiratkan tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi. Seperti ada kecenderungan dari pihak kejaksaan untuk meneror dan memberikan citra negatif pada Antasari. Karena sama-sama kita ketahui sedari dulu kejaksaan memang tidak terlalu setuju akan sebuah lembaga bernama KPK yang dinilai mengkerdilkan fungsi kejaksaan dalam penyidikan kasus korupsi.
hal ini dapat kita jadikan gambaran betapa besar tekanan-tekanan yang dilayangkan berbagai pihak terhadap KPK, yang merasa terancam akan sepak terjang KPK selama ini. Tidak hanya tuduhan keterlibatan Antasari dalam pembunuhan tetapi juga kecenderungan Kejaksaan untuk memojokkan KPK. Begitulah jalan perjuangan, tak lepas dari beragam tekanan dan cobaan. dan Indonesia masih menapaki jalan panjang untuk memberangus Korupsi hingga ke akar-akarnya.
Untuk Indonesia, bukan Untuk KPK ataupun Antasari
Koalisi Besar dan Multi Branded Strategy
Mungkin tadinya kita tak pernah membayangkan apa jadinya ketika 4 parpol yang lolos PT (parliament threshold), PDIP, Golkar, Gerindra, dan Hanura, menjajaki kemungkinan koalisi. Pasalnya 4 parpol ini masing-masing mengusung calon presiden yang berbeda. PDIP dengan Megawati-nya, Golkar dengan JK-nya, Gerindra dengan Prabowo-nya dan Hanura dengan Wiranto-nya. Karena kita tahu bahwa Capres dan cawapres hanya satu pasang maka sulit menerka bagaimana kompromi dan lobi-lobi politik agar masing-masing pihak puas terhadap hasil koalisi yang mungkin saja tidak menempatkan salah satu diantara mereka sebagai capres.
Sebelum kita sempat menerka kemungkinan yang terjadi, ternyata kemarin siang (jumat 1 Mei) telah terjadi kesepakatan diantara keempat parpol tersebut. Kesepakatan yang terwujud dalam sebuah brand yang bernama koalisi besar. Penjajakan yang selama ini dilakukan ternyata membuahkan hasil. Keempat parpol ini sepakat menjalin koalisi. Namun tidak dalam konteks pencapresan namun dalam konteks parlemen.
Nampaknya itu yang dituangkan dalam kesepakatan butir-butir koalisi yang disetujui oleh masing-masing parpol dalam koalisi besar. Mereka sepakat menjalin koalisi ketika nanti di parlemen. Yang merupakan satu-satunya jalan ketika masing-masing parpol bersikeras untuk mencalonkan kadernya sebagai capres dan cawapres. Karena dirasa mereka sudah sepaham akan pemerintahan yang kuat, maka sayang sekali bila kesepahaman ini tidak dilanjutkan hanya karena masing-masing pihak bersikukuh atas pendapatnya. Agaknya bagi saya ini merupakan sebuah manuver yang tak lain cukup berbahaya bagi SBY sebagai capres yang selama ini diunggulkan.
Manuver yang dilakukan koalisi besar serupa dengan konsep marketing tentang multi branded strategy. dimana pemasar mengeksploitasi sejumlah merek yang masing-masing punya nama sendiri. Contohnya bisa kita temukan pada anak perusahaan Unilever internasional yang memproduksi es krim. Di masing-masing negara perusahaan mereka biasanya dinamai berbeda-beda, tapi logo sebagian besar perusahaan serupa (misalnya, Wall’s di Asia, Ola di Belanda, Langnese di Jerman, dan Eskimo di Austria dan Hungaria). Hal ini biasanya dilakukan perusahaan-perusahaan besar untuk menjangkau pasar dan melihat kemungkinan target pasar yang belum tergarap. Sehingga nantinya dapat dilihat kalkulasi dari kemungkinan sebuah perusahaan dalam mengembangkan produk-produk yang lebih bermutu.
Kembali ke konteks multi branded strategy dari koalisi besar. Mereka yang tergabung dalam koalisi besar diibaratkan sebagai sebuah perusahaan besar. Target pasar mereka adalah rakyat Indonesia yang ingin memilih produk yang disimbolkan sebagai presiden dan wakil presiden. Mari kita beranggapan bahwa koalisi besar belum mempunyai gambaran siapa capres dan cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi. Oleh karena itu mereka mengeluarkan dua merek produk yang dapat dipilih oleh rakyat yakni dua pasang capres dan cawapres. Dengan asumsi dua dari empat capres dalam koalisi besar berbesar hati menjadi cawapres. sehingga nantinya akan ada tiga pasang capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pilpres, dengan SBY sebagai capres ketiga.
Sekarang anggaplah salah satu pasangan capres dan cawapres dari koalisi besar kalah bertarung dalam pilpres oleh SBY. Tentunya akan ada putaran kedua bila suara SBY tidak melebih 50 persen. Di dalam putaran kedua ini tentu saja salah satu pasangan dari koalisi besar yang kalah dalam putaran pertama akan mendukung calon yang berhasil masuk dalam putaran kedua. Dengan membawa serta massa yang telah memilih mereka, mereka mengkampanyekan capres dari koalisi besar yang tetap bertahan. Hal ini sebuah keuntungan bagi capres yang bertahan karena ia telah mendapatkan gambaran dan kalkulasi suara untuk menghadapai pilpres putaran kedua. Walaupun belum menjadi jaminan bila massa salah satu capres yang gagal akan memilih capres dari koalisi besar dalam putaran kedua nanti.
Teori ini sebagian telah terbukti saat JK merangkul Wiranto sebagai cawapres. Sisanya ditentukan saat Megawati benar-benar menggandeng Prabowo sebagai cawapres. Saat kedua pasang capres dan cawapres ini benar-benar maju dalam pilpres nanti maka ini merupakan sinyal yang harus ditangkap SBY untuk menyiapkan strategi meredam kepungan Koalisi besar. Karena bila tidak, semboyan "lanjutkan.. !" hanya terhenti sebagai sebuah slogan.
Sebelum kita sempat menerka kemungkinan yang terjadi, ternyata kemarin siang (jumat 1 Mei) telah terjadi kesepakatan diantara keempat parpol tersebut. Kesepakatan yang terwujud dalam sebuah brand yang bernama koalisi besar. Penjajakan yang selama ini dilakukan ternyata membuahkan hasil. Keempat parpol ini sepakat menjalin koalisi. Namun tidak dalam konteks pencapresan namun dalam konteks parlemen.
Nampaknya itu yang dituangkan dalam kesepakatan butir-butir koalisi yang disetujui oleh masing-masing parpol dalam koalisi besar. Mereka sepakat menjalin koalisi ketika nanti di parlemen. Yang merupakan satu-satunya jalan ketika masing-masing parpol bersikeras untuk mencalonkan kadernya sebagai capres dan cawapres. Karena dirasa mereka sudah sepaham akan pemerintahan yang kuat, maka sayang sekali bila kesepahaman ini tidak dilanjutkan hanya karena masing-masing pihak bersikukuh atas pendapatnya. Agaknya bagi saya ini merupakan sebuah manuver yang tak lain cukup berbahaya bagi SBY sebagai capres yang selama ini diunggulkan.
Manuver yang dilakukan koalisi besar serupa dengan konsep marketing tentang multi branded strategy. dimana pemasar mengeksploitasi sejumlah merek yang masing-masing punya nama sendiri. Contohnya bisa kita temukan pada anak perusahaan Unilever internasional yang memproduksi es krim. Di masing-masing negara perusahaan mereka biasanya dinamai berbeda-beda, tapi logo sebagian besar perusahaan serupa (misalnya, Wall’s di Asia, Ola di Belanda, Langnese di Jerman, dan Eskimo di Austria dan Hungaria). Hal ini biasanya dilakukan perusahaan-perusahaan besar untuk menjangkau pasar dan melihat kemungkinan target pasar yang belum tergarap. Sehingga nantinya dapat dilihat kalkulasi dari kemungkinan sebuah perusahaan dalam mengembangkan produk-produk yang lebih bermutu.
Kembali ke konteks multi branded strategy dari koalisi besar. Mereka yang tergabung dalam koalisi besar diibaratkan sebagai sebuah perusahaan besar. Target pasar mereka adalah rakyat Indonesia yang ingin memilih produk yang disimbolkan sebagai presiden dan wakil presiden. Mari kita beranggapan bahwa koalisi besar belum mempunyai gambaran siapa capres dan cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi. Oleh karena itu mereka mengeluarkan dua merek produk yang dapat dipilih oleh rakyat yakni dua pasang capres dan cawapres. Dengan asumsi dua dari empat capres dalam koalisi besar berbesar hati menjadi cawapres. sehingga nantinya akan ada tiga pasang capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pilpres, dengan SBY sebagai capres ketiga.
Sekarang anggaplah salah satu pasangan capres dan cawapres dari koalisi besar kalah bertarung dalam pilpres oleh SBY. Tentunya akan ada putaran kedua bila suara SBY tidak melebih 50 persen. Di dalam putaran kedua ini tentu saja salah satu pasangan dari koalisi besar yang kalah dalam putaran pertama akan mendukung calon yang berhasil masuk dalam putaran kedua. Dengan membawa serta massa yang telah memilih mereka, mereka mengkampanyekan capres dari koalisi besar yang tetap bertahan. Hal ini sebuah keuntungan bagi capres yang bertahan karena ia telah mendapatkan gambaran dan kalkulasi suara untuk menghadapai pilpres putaran kedua. Walaupun belum menjadi jaminan bila massa salah satu capres yang gagal akan memilih capres dari koalisi besar dalam putaran kedua nanti.
Teori ini sebagian telah terbukti saat JK merangkul Wiranto sebagai cawapres. Sisanya ditentukan saat Megawati benar-benar menggandeng Prabowo sebagai cawapres. Saat kedua pasang capres dan cawapres ini benar-benar maju dalam pilpres nanti maka ini merupakan sinyal yang harus ditangkap SBY untuk menyiapkan strategi meredam kepungan Koalisi besar. Karena bila tidak, semboyan "lanjutkan.. !" hanya terhenti sebagai sebuah slogan.
Friday, 1 May 2009
Diskusi atau Debat ? Perbincangan antara Ikhwah salafi dengan saya.
No Offense, sekedar menshare hasil diskusi saya dengan salah seorang ikhwah salafi di status facebook.
Malam hari, niatnya untuk beristirahat setelah seharian beraktivitas, malah membuat saya bergelut dalam dialektika dengan saudara saya dari ikhwah salafi. Saya berdiskusi dengannya via status salah seorang ikhwah salafi. dalam statusnya itu beliau memberitahukan bahwa mentaati pemimpin adalah sesuatu yang wajib, walaupun mungkin pemimpin itu dzolim.
ini dalilnya (dalam status itu)
"“Seburuk-buruk penguasa kalian adalah yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, kalian mencaci mereka dan mereka pun mencaci kalian.” Lalu dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang (memberontak)?” Beliau bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Dan ...jika kalian melihat mereka mengerjakan perbuatan yang tidak kalian sukai, maka bencilah perbuatannya dan jangan mencabut/meninggalkan ketaatan (darinya).”
(HR. Muslim, dari shahabat ‘Auf bin Malik, 3/1481, no. 1855)"
selain hadits itu sebenarnya masih banyak lagi dalilnya dan saya tidak bisa menuliskan saking banyaknya. saya tak bermasalah dengan haditsnya, saya hanya tersentil dengan dua komentarnya.
Pertama:
"Hanya menanggapi komen berdasarkan dalil shohih Alquran dan sunnah..(begitulah intinya kira2 karena ternyata komen ini udah diapus oleh beliau)"
Kedua:
ITULAH GAMBARAN DALIL TENTANG PENGUASA
Oleh sebab itu jika kita disuruh mengerjakan sesuatu maka segeralah kita katakan dan tanyakanlah kepada orang itu:
“Mana dalilnya"?? Jika itu merupakan ayat al-qur... Read More’an, coba terangkan kepadaku bagaimana shahabat memahaminya! Jika itu merupakan hadits, apakah derajatnya Shohih, Dhoif atau Maudhu?? apakah para shahabat nabi Ridwanullohu ‘alaihi Ajmaiin Melakukan itu?? karena jika itu baik, pasti mereka telah mengamalkan hal tersebut, tapi jika tidak pernah, maka katakanlah “Perbuatan ibadah itu adalah Bid’ah! Sedikit melakukan Sunnah lebih baik daripada banyak melakukan Bid’ah. Demi Allah, amalan kita akan tertolak jika kita melakukan amalan ibadah sesuatu (walaupun itu baik menurut pikiran kita) tapi tanpa petunjuk Nabi, bukan hanya itu, kita telah membuat-buat syari’at baru, untuk menandingi syari’at yang dibawa dan dituntunkan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
dan inilah sedikit perbincangan dalam status ikhwah itu.
saya: akh, secara sederhana, berdasarkan pemaparan di atas, berarti kita harus mentaati pemimpin dan tidak memberontak?
berarti salah satu cara menaatinya dengan ikut pemilu kah?
sekedar bertanya saja
---beberapa menit komen saya gak dijawab dan akhirnya saya komen lagi--
saya : oh ya, ane gak pake dalil, maka pertanyaan ane gak dijawab.
baiklah..
nampaknya metode konvensional satu arah masih populer di kalangan ikhwah salafi
dan akhirnya beliau(yang punya status) komen juga tapi sayang malah ngasih link, gak dijawab secara langsung.
Abu daud : @ Tegar: http://muslim.or.id/manhaj-salaf/fatwa-syaikh-abdul-malik-bin-ahmad-ramadhani-tentang-pemilu.html
http://muslim.or.id/manhaj-salaf/syuura-vs-demokrasi-1.html
http://muslim.or.id/manhaj-salaf/syuura-vs-demokrasi-2.html
terus ada yang ikutan komen.
Abu Fudhail :
wa iyyakum ya akhi,
ana sangat khawatir kalau ilmu kita ini, salah kita gunakan, sebelum itu terjadi maka terus ingin ana beritahu kepada saudara-saudara kita yang mendapatkan ilmu untuk tidak terburu-buru dalam mendakwahkan ilmunya, pahami dan amalkan.
janganlah hawa nafsu menggerogoti pikiran kita, sehingga kita tidak berpikir jernih, sehingga menyalahgunakan ilmu untuk hal-hal yang bathil... Read More
janganlah habiskan waktu kita untuk meladeni mereka-mereka pecinta debat, beritahu al-haq, kemudian serahkan semua kepada Allah. masih banyak orang yang membutuhkan kebenaran, kepada merekalah yang berhak untuk kita luangkan waktu kita.
camkan juga, ahlus-sunnah membenci perdebatan, sedangkan ahlul-bid'ah menyukainya. jikalau kita terjebak ranjau mereka, segeralah keluar, yang hanya akan membuat kita sama dengan mereka.
terus saya tanya lagi.
saya : jawabannya tidak menjawab akhi(Abu Daud), tidak ada keterangan secara jelas apakah boleh ikut pemilu atau tidak.
kalau boleh, paradoks dengan sistem syariah,
kalau tidak, paradoks dengan pemaparan antum di atas.
@Abu Fudhail : sekedar bertanya,bagaimana cara kita mendakwahi mereka yang melakukan bidah itu? karena dari tulisan antum tersirat bahwa orang bidah tak usah di dekati dan harus dijauhi, tidak usah ditemani..
masih adakah mekanisme dakwah pada mereka? sedangkan pada orang kafir saja ada?
Terus Abu Fudhail komen lagi
Abu Fudhail :
ana tidak menyukai perdebatan, dan hanya akan tertarik jika diajak diskusi untuk MENCARI KEBENARAN, jika diajak diskusi agar ana ikut pemahaman diluar pemahaman salaf, afwan, ana tidak tertarik.
manhaj salaf adalah 'itiqod yang haq sedangkan manhaj bid'ah adalah suatu keragu-raguan.
jika ingin mencari yang haq, maka datangilah yang haq dengan hati yang ikhlas dan keinginan untuk mendapatkannya, bukan dengan membawa kebathilan untuk dicampurkan kedalam yang haq untuk mengadu hujjah dengan lawan bicara.
itulah beda diskusi dengan debat!
Terus saya tanya lagi karena ingin meng-clear kan jawabannya.
saya : @abu fudhail : terima kasih, ane telah mendapatkan jawabannya walaupun secara implisit.
tak ada mekanisme dakwah secara langsung dari ikhwah salaf terhadap ahlul bidah..biarkan mereka tersesat hingga mereka sadar sendiri dan mendatangi dakwah itu secara ikhlas.
Lalu beliau komen lagi.
Abu Fudhail : @tegar:
bacalah komentar ana diatas dan janganlah menyimpulkan sendiri.
"janganlah habiskan waktu kita untuk meladeni mereka-mereka pecinta debat, BERITAHU AL-HAQ, kemudian serahkan semua kepada Allah. masih banyak orang yang membutuhkan kebenaran, kepada merekalah yang berhak untuk kita luangkan waktu kita."..
artinya, kebenaran harus disampaikan ketika melihat kemungkaran, dan tujuan disampaikannya kebenaran adalah untuk menegakkan hujjah, membuat ia tahu mana yang benar mana yang salah, dan dia paham dengan itu. DAN bukan membuat orang itu mengikuti kebenaran.
jika kita mendapati orang yang tidak mau ikut dan sombong dalam menerima kebenaran, maka tidak akan kita habiskan waktu kita dengannya, kita telah menegakkan al-haq, Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Ia kehendaki.
Sedikit emosi karena berbelit-belit, akhirnya saya komen lagi
saya : @abu fudhail :
mau gimana lagi akhi..ane kan gak dapet jawaban dari ente? gimana donk?
makanya akh, jawab yang lugas dan eksplisit, ane cuma mau tau jawabannya aja. sedangkan ente berbelit2..
dan akhirnya beliau mengakhiri diskusi, dan saya juga malas menanggapi lagi
Abu Fudhail :
Semoga Allah memberi ana, antum dan para pembaca lainnya petunjuk, dengan menganugerahkan ketulusan dan keikhlasan dalam hati serta melunakkan hati kita untuk tidak sombong dalam menerima petunjuk, mendahulukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menuhankan akal dan hawa nafsu. Amiiin ya rabb!
Assalamu 'alaikum warohmatullohi wabarokatuh!
Dan intinya, saya belum dapat jawaban.
Malam hari, niatnya untuk beristirahat setelah seharian beraktivitas, malah membuat saya bergelut dalam dialektika dengan saudara saya dari ikhwah salafi. Saya berdiskusi dengannya via status salah seorang ikhwah salafi. dalam statusnya itu beliau memberitahukan bahwa mentaati pemimpin adalah sesuatu yang wajib, walaupun mungkin pemimpin itu dzolim.
ini dalilnya (dalam status itu)
"“Seburuk-buruk penguasa kalian adalah yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, kalian mencaci mereka dan mereka pun mencaci kalian.” Lalu dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang (memberontak)?” Beliau bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Dan ...jika kalian melihat mereka mengerjakan perbuatan yang tidak kalian sukai, maka bencilah perbuatannya dan jangan mencabut/meninggalkan ketaatan (darinya).”
(HR. Muslim, dari shahabat ‘Auf bin Malik, 3/1481, no. 1855)"
selain hadits itu sebenarnya masih banyak lagi dalilnya dan saya tidak bisa menuliskan saking banyaknya. saya tak bermasalah dengan haditsnya, saya hanya tersentil dengan dua komentarnya.
Pertama:
"Hanya menanggapi komen berdasarkan dalil shohih Alquran dan sunnah..(begitulah intinya kira2 karena ternyata komen ini udah diapus oleh beliau)"
Kedua:
ITULAH GAMBARAN DALIL TENTANG PENGUASA
Oleh sebab itu jika kita disuruh mengerjakan sesuatu maka segeralah kita katakan dan tanyakanlah kepada orang itu:
“Mana dalilnya"?? Jika itu merupakan ayat al-qur... Read More’an, coba terangkan kepadaku bagaimana shahabat memahaminya! Jika itu merupakan hadits, apakah derajatnya Shohih, Dhoif atau Maudhu?? apakah para shahabat nabi Ridwanullohu ‘alaihi Ajmaiin Melakukan itu?? karena jika itu baik, pasti mereka telah mengamalkan hal tersebut, tapi jika tidak pernah, maka katakanlah “Perbuatan ibadah itu adalah Bid’ah! Sedikit melakukan Sunnah lebih baik daripada banyak melakukan Bid’ah. Demi Allah, amalan kita akan tertolak jika kita melakukan amalan ibadah sesuatu (walaupun itu baik menurut pikiran kita) tapi tanpa petunjuk Nabi, bukan hanya itu, kita telah membuat-buat syari’at baru, untuk menandingi syari’at yang dibawa dan dituntunkan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
dan inilah sedikit perbincangan dalam status ikhwah itu.
saya: akh, secara sederhana, berdasarkan pemaparan di atas, berarti kita harus mentaati pemimpin dan tidak memberontak?
berarti salah satu cara menaatinya dengan ikut pemilu kah?
sekedar bertanya saja
---beberapa menit komen saya gak dijawab dan akhirnya saya komen lagi--
saya : oh ya, ane gak pake dalil, maka pertanyaan ane gak dijawab.
baiklah..
nampaknya metode konvensional satu arah masih populer di kalangan ikhwah salafi
dan akhirnya beliau(yang punya status) komen juga tapi sayang malah ngasih link, gak dijawab secara langsung.
Abu daud : @ Tegar: http://muslim.or.id/manhaj-salaf/fatwa-syaikh-abdul-malik-bin-ahmad-ramadhani-tentang-pemilu.html
http://muslim.or.id/manhaj-salaf/syuura-vs-demokrasi-1.html
http://muslim.or.id/manhaj-salaf/syuura-vs-demokrasi-2.html
terus ada yang ikutan komen.
Abu Fudhail :
wa iyyakum ya akhi,
ana sangat khawatir kalau ilmu kita ini, salah kita gunakan, sebelum itu terjadi maka terus ingin ana beritahu kepada saudara-saudara kita yang mendapatkan ilmu untuk tidak terburu-buru dalam mendakwahkan ilmunya, pahami dan amalkan.
janganlah hawa nafsu menggerogoti pikiran kita, sehingga kita tidak berpikir jernih, sehingga menyalahgunakan ilmu untuk hal-hal yang bathil... Read More
janganlah habiskan waktu kita untuk meladeni mereka-mereka pecinta debat, beritahu al-haq, kemudian serahkan semua kepada Allah. masih banyak orang yang membutuhkan kebenaran, kepada merekalah yang berhak untuk kita luangkan waktu kita.
camkan juga, ahlus-sunnah membenci perdebatan, sedangkan ahlul-bid'ah menyukainya. jikalau kita terjebak ranjau mereka, segeralah keluar, yang hanya akan membuat kita sama dengan mereka.
terus saya tanya lagi.
saya : jawabannya tidak menjawab akhi(Abu Daud), tidak ada keterangan secara jelas apakah boleh ikut pemilu atau tidak.
kalau boleh, paradoks dengan sistem syariah,
kalau tidak, paradoks dengan pemaparan antum di atas.
@Abu Fudhail : sekedar bertanya,bagaimana cara kita mendakwahi mereka yang melakukan bidah itu? karena dari tulisan antum tersirat bahwa orang bidah tak usah di dekati dan harus dijauhi, tidak usah ditemani..
masih adakah mekanisme dakwah pada mereka? sedangkan pada orang kafir saja ada?
Terus Abu Fudhail komen lagi
Abu Fudhail :
ana tidak menyukai perdebatan, dan hanya akan tertarik jika diajak diskusi untuk MENCARI KEBENARAN, jika diajak diskusi agar ana ikut pemahaman diluar pemahaman salaf, afwan, ana tidak tertarik.
manhaj salaf adalah 'itiqod yang haq sedangkan manhaj bid'ah adalah suatu keragu-raguan.
jika ingin mencari yang haq, maka datangilah yang haq dengan hati yang ikhlas dan keinginan untuk mendapatkannya, bukan dengan membawa kebathilan untuk dicampurkan kedalam yang haq untuk mengadu hujjah dengan lawan bicara.
itulah beda diskusi dengan debat!
Terus saya tanya lagi karena ingin meng-clear kan jawabannya.
saya : @abu fudhail : terima kasih, ane telah mendapatkan jawabannya walaupun secara implisit.
tak ada mekanisme dakwah secara langsung dari ikhwah salaf terhadap ahlul bidah..biarkan mereka tersesat hingga mereka sadar sendiri dan mendatangi dakwah itu secara ikhlas.
Lalu beliau komen lagi.
Abu Fudhail : @tegar:
bacalah komentar ana diatas dan janganlah menyimpulkan sendiri.
"janganlah habiskan waktu kita untuk meladeni mereka-mereka pecinta debat, BERITAHU AL-HAQ, kemudian serahkan semua kepada Allah. masih banyak orang yang membutuhkan kebenaran, kepada merekalah yang berhak untuk kita luangkan waktu kita."..
artinya, kebenaran harus disampaikan ketika melihat kemungkaran, dan tujuan disampaikannya kebenaran adalah untuk menegakkan hujjah, membuat ia tahu mana yang benar mana yang salah, dan dia paham dengan itu. DAN bukan membuat orang itu mengikuti kebenaran.
jika kita mendapati orang yang tidak mau ikut dan sombong dalam menerima kebenaran, maka tidak akan kita habiskan waktu kita dengannya, kita telah menegakkan al-haq, Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Ia kehendaki.
Sedikit emosi karena berbelit-belit, akhirnya saya komen lagi
saya : @abu fudhail :
mau gimana lagi akhi..ane kan gak dapet jawaban dari ente? gimana donk?
makanya akh, jawab yang lugas dan eksplisit, ane cuma mau tau jawabannya aja. sedangkan ente berbelit2..
dan akhirnya beliau mengakhiri diskusi, dan saya juga malas menanggapi lagi
Abu Fudhail :
Semoga Allah memberi ana, antum dan para pembaca lainnya petunjuk, dengan menganugerahkan ketulusan dan keikhlasan dalam hati serta melunakkan hati kita untuk tidak sombong dalam menerima petunjuk, mendahulukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menuhankan akal dan hawa nafsu. Amiiin ya rabb!
Assalamu 'alaikum warohmatullohi wabarokatuh!
Dan intinya, saya belum dapat jawaban.
Subscribe to:
Posts (Atom)