Friday 17 October 2008

warisan kepemimpinan

Seorang leadership inspirator suatu saat pernah memberikan petuah pada mahasiswa (yang katanya) calon pemimpin masa depan. Lazimnya sebuah petuah, pastilah isinya tak jauh dari sebuah arahan. Setidaknya anjuran agar si para calon (yang katanya) pemimpin masa depan ini agar menjadi para pemimpin yang baik.
 
Terdapat satu hal dari berpuluh hal dalam isi petuah yang sejak itu hingga kini selalu terngiang dan meng-hegemoni pikiran saya. Yakni seorang pemimpin yang baik hendaknya memastikan bahwa penerusnya nanti jauh lebih baik dari dirinya. Kaderisasi yang dapat memberikan ‘surga’ bagi penerusnya dan bukannya ‘neraka’ ketika mereka menerima tampuk kepemimpinan darinya.

Tengoklah kondisi actual yang kini terjadi. Tak usah jauh melihat dunia, karena ia sulit untuk kita affirmasi keobjektifannya. Lingkungan kampus di sekeliling saya dapat menjadi sebuah bukti nyata dari kebobrokan system kaderisasi dari sebagian pemimpin. Tentunya para bos dan pimpinan lembaga kemahasiswaan di kampus saya.

Entah karena amanah yang berat atau karena saking nyamannya berada dalam posisi strategis. Para pemimpin ini kerap kali lupa akan fungsi pewarisan yang merupakan salah satu domain dari system kaderisasi. Padahal dengan adanya hal ini sebuah lembaga atau organisasi dapat survive. Paling tidak dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan. Baiklah, saya tahu bahwa factor X ikut berperan dalam hal ini. Dimana mungkin saja yang meneruskan tampuk kepemimpinan selanjutnya bukanlah dari golongannya. Karena mungkin saja(sekali lagi) mungkin saja setelah hasil pemilihan ternyata yang memenangkan pertarungan (baca:pemilu?) bukan dari golongannya. Yang membuat si pendahulu ‘ogah’ untuk mewariskan sesuatu. Boro-boro mewariskan, ngobrol aja tak sudi..hehe

Tapi kalau yang menang (menang?) dari golongannya tetap saja terdapat kesalahan yang dilakukan oleh pemimpin sebelumnya. Ia tidak memberitahukan atau mungkin lupa atau mungkin belum sempat menginformasikan beberapa kesalahan fatal yang harus diperbaiki penerusnya. Sehingga ketika berjalan ia masih saja berkutat untuk membereskan masalah yang di’waris’kan oleh pendahulunya. Maka tak heran beberapa lembaga bahkan berjalan di tempat karena saking banyaknya masalah yang diwariskan. Aneh…justru masalah yang diwariskan.

-Untuk pemimpin kelembagaan UI periode selanjutnya-
Sabar-sabar dalam menghadapi kepengurusan mendatang. Karena nampaknya kepengurusan mendatang tambah berat bagi anda semua.



10 comments:

  1. hem, sebuah petuah bijak dari seorang kakek... hehe

    ReplyDelete
  2. Bagaimana dengan anda? Mudah-mudahan gak cuma berwacana ya..

    ReplyDelete
  3. jika masalah datang, bukan waktunya untuk takut. tapi untuk berani menyelasaikan semuanya dan mengembalikan kepada jalurnya yang benar

    ReplyDelete
  4. Wah kak,
    Jgn sampe "menelan ludah sndiri", mdh2an kk bisa ngatasin smwnya ya! Dan hal yg kk harapkan dpt trcapai! Smgt k! Perjuangan qt blm slesei.

    ReplyDelete
  5. ah ninul marinul ada-ada saja..

    mungkin karena tidak ada kaderisasi dapat dikatakan sebagai kegagalan atau keberhasilan yang dipaksakan?


    bisa saja..

    ReplyDelete
  6. gak...gak bakalan..insyaAlloh..
    gak bakalan jadi pimpinan lagi..tapi yang "lain" siapa tahu?

    ReplyDelete
  7. tanya saja pada kepengurusan MPM selanjutnya. mereka yang dapat memberikan jawaban..

    ReplyDelete
  8. yup..kebijaksanaan mungkin harga mahal bagi sebuah perjuangan

    ReplyDelete