Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".
Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya tidak menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina".
Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan".
Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh."
(Al A’raaf :12-15)
Benar, Iblis telah memilih. Diantara banyak pilihan saat ia ditahbiskan menjadi makhluk paling taat setelah malaikat, ia memilih menjadi pembangkang. Ketika kita teringat akan banyaknya pembangkangan di muka bumi ini, dan tertawa melihat drama memilukan atas nama revolusi. Maka segarkanlah kembali memory kita. Ada sebuah pembangkangan yang lebih dahsyat selain pembangkangan para penerus Adam. Pembangkangan pertama yang tercatat dalam buku sejarah alam semesta. Jadi?? Pembangkangan manusia tak seberapa dibandingkan pembangkangan Iblis pada Tuhannya.
Dan kini ia adalah makhluk yang diberi pertangguhan, dikekalkan untuk menguji iman anak cucu adam.
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Al Mulk : 2)
Ya, kehidupan abadi yang dirasakan iblis merupakan bentuk nyata dari sebuah ujian. Sepanjang hayat masih dikandung badan, iblis kan terus menjalankan misinya. Menyesatkan umat manusia sebagai bentuk pelampiasan rasa dendamnya pada Adam. Iblis menggunakan tipu muslihat yang beragam. Dengan berbagai sarana, strategi dan kemungkinan yang ada ia menugaskan bala tentaranya untuk menjerumuskan umat manusia. Kini Iblis nampaknya telah menemukan sarana yang ampuh untuk mewujudkan visinya. Berbekal sedikit pemahaman tentang kecenderungan manusia untuk saling mencintai sesamanya.
Atas nama cinta manusia rela berkorban. Atas nama cinta seorang ayah rela bersusah payah demi anaknya. Atas nama cinta seorang ibu rela terjaga tiap malam untuk menenangkan sang buah hatinya. Atas nama cinta manusia mampu berbuat diluar batas kemampuannya. Begitulah cinta, men-drive manusia untuk terus bekerja. Mendorong manusia untuk menyadari hakikat dirinya sebagai hamba yang dhoif. Sebuah anugerah yang tak terkira nilainya dari sang maha pencipta.
Tentunya anugerah ini tidak digunakan seenaknya, sekehendak hati manusia. Ada koridor yang berlaku dalam penerapannya. Termaktub dalam Al Quran dan Sunnah yang menjadi pedoman hidup setiap muslim. Agar cinta tak tercemar nafsu syahwat yang rentan menyerangnya. Maka alangkah sedihnya ketika melihat seorang muslim mengatasnamakan cinta sebagai landasan dalam memuaskan hawa nafsu mereka. Naudzubillah
Tapi inilah realita yang terjadi. Boomingnya term-term dan istilah cinta yang bernafaskan islam seolah menjadi komoditi non-migas yang prospektif. Terutama bagi sebagian orang yang jeli melihat peluang ini. Dengan sedikit modifikasi, cinta yang sebelumnya rentan berselimut syahwat, kini sedikit demi sedikit mulai terbalut nafas-nafas islam. Tetapi syahwat tetaplah syahwat, meski dibungkus dengan pakaian yang indah sekalipun, busuknya kan tetap tercium. Tak kan bisa dipadukan antara yang hak dan yang batil, dan takkan bisa disatukan antara syahwat dengan wahyu.
Begitu jengah mata ini melihat adegan dua insan yang syahdu memadu kasih. Dalam sebuah tayangan salah satu stasiun TV. Beralaskan permadani dan berbalut pakaian islami mereka nampak sangat menikmati indahnya menjalin hati. Sungguh indah jika hal ini telah diikat dengan tali pernikahan yang barokah. Namun, justru sebaliknya ikatan itu belum sempat terucap dalam akad yang sah. Ditambah dengan bumbu-bumbu penyedap seperti kalimat-kalimat thoyibah yang keluar dari lisan mereka membuat hati ini miris. Inikah yang Alloh dan RasulNya ajarkan tentang etika antara dua orang insan, lelaki dan perempuan??.
Miris, tetapi hati ini tetap (berusaha) berbaik sangka. Mungkin masih zamannya sebuah kebenaran disampaikan dengan cara berbeda. Dengan mencampur adukkan antara hak dan yang batil. Jika benar, alangkah sia-sianya usaha para da’i yang sedari dulu mendakwahkan islam. Usaha mereka seolah tak berarti dan menguap seiring berkembangnya usaha para penjual ayat-ayatNya.
Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu (At Taubah: 9).
Maka berhasillah usaha Iblis untuk menyesatkan anak cucu adam. Hanya manusia-manusia terpilih yang dapat selamat dari tipu dayanya. Manusia-manusia yang mendapatkan Rahmat dari Robb semesta alam. Tidak bagi sebagian orang yang tergoda bujuk rayu Iblis.
kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).(al A’raaf:17)
Tetapi tidak dari atas, karena rahmat Allah kan selalu tercurah pada mereka yang ikhlas dalam menjalankan perintahNya.
Allohu'Alam
No comments:
Post a Comment