Hari ini, saya mencoba “melarikan” diri dari asrama. Seharian saya tidak di sana karena mungkin, ingin sejenak menghilangkan kesan sentimentil yang kini merebak. Maklumlah, ketika ada 25 orang yang disatukan tempat tinggal selama dua tahun (dengan berbagai macam program) , setidaknya sebuah ikatan telah terbentuk. Ikatan emosional yang secara eksplisit memang tidak terlihat. Nampaknya masing-masing penghuni asrama pandai menyembunyikan perasaan mereka, namun tidak pada saya. Alih-alih ingin terlihat biasa saja membuat saya tak tahan dan akhirnya pergi ke tempat bibi di Jakarta.
Maksud kedatangan saya kesana memang sekedar tuk melepaskan sedikit beban di hati. Tidur ataupun nonton TV di kamar tamu. Namun tak lama sebuah tawaran datang. Saudara sepupu saya beserta buah hatinya mengajukan sebuah klausul. Mengajak saya untuk menemani mereka berjalan-jalan sambil nonton film di Mall Slipi Jaya Petamburan Jakarta. Kalaulah bukan karena tidak enak hati, mungkin saya akan menolak tawaran itu. Lebih nikmat nampaknya tidur ataupun nonton TV di kamar Ber-AC sembari memikirkan topik skripsi yang masih mengambang tak tentu arah. Namun akhirnya kami berangkat pukul 2 siang, dengan agenda nonton film Batman terbaru “The Dark Knight”.
Film ini berdurasi 2,5 jam. Cukup panjang untuk sebuah film ber-genre action fiction. Dimulai dengan adegan perampokan Bank di kota Gotham oleh kawanan penjahat berkostum badut. Mereka dengan sebuah strategi yang matang berhasil membobol sistem keamanan bank yang berlapis. Efektivitas dalam menjalankan rencana adalah kunci keberhasilan mereka. Dimana mereka saling berkomunikasi secara efisien tanpa mempermasalahkan siapa yang memberi komando, sebuah sistem anarki. Singkat kata mereka berhasil membawa hasil rampokan berjumlah jutaan dollar.
Namun, ada yang unik, sebuah kawanan yang tadinya bahu membahu membobol bank, satu per satu mati di tangan kawan-kawannya sendiri. Solidaritas yang dibutakan oleh gemerlapnya hasil rampokan membuat mereka gelap mata. Hingga akhirnya tersisa dua orang yang saling berhadapan. Mereka saling mengarahkan senjata masing-masing. Tapi seperti film-film aksi umumnya sang penjahat utama yang menjadi lakon dalam film ini memenangkan duel. Joker yang dengan elegan keluar seorang diri dari bank tersebut sambil memakai bis sekolah untuk berkamuflase, berbaur dengan bis sekolah lainnya yang akan mengantarkan murid-murid ke rumah mereka masing-masing. Polisi seperti biasa datang di akhir adegan dengan tangan kosong menatap kegagalan yang ke sekian kalinya mereka dapatkan.
Sepertinya “The Dark Knight” memunculkan Joker sebagai “tokoh utamanya”. Entah mengapa ulasan saya di atas benar-benar menunjukkan kualitas Joker sebagai pemegang kendali atas setiap peristiwa. Tidak hanya di awal adegan tetapi di sepanjang film. Joker menjadi pendikte ulung atas setiap tindakan yang dilakukan oleh Bruce Wayne alias Batman dan beberapa satuan polisi Kota Gotham. Tindakan yang dilakukan oleh Batman seolah hanya reaksi atas sebuah stimulus yang dimunculkan Joker. Dan seperti biasa Batman menanggapi “tantangan” Joker itu dengan tindakan heroik untuk menyelamatkan kota Gotham.
Hipotesis saya bahwa joker adalah “tokoh utama” dalam film ini semakin terlihat. Ketika dengan sangat lihainya Joker memperalat Harvey Dent, Jaksa Penuntut Umum Wilayah. Padahal di awal film, Harvey adalah salah satu karakter yang secara jelas memposisikan diri sebagai tokoh Protagonis. Harvey Dent, Seorang ksatria "putih" dengan berbagai kebijakan hukum yang membuat para gembong penjahat kota Gotham bertekuk lutut. Bahkan Batman pun mengakui hal itu.
Tapi dengan berbagai tipu daya dan uraian kata yang manipulatif Joker dapat membujuk Harvey untuk menjalankan keinginan Joker. Penyebabnya adalah Rachel wanita yang disayanginya tewas dalam ledakan yang dirancang Joker. Membuat Harvey kehilangan akal dan membalas kematian Rachel atas pihak-pihak yang bertanggung jawab, salah satunya pihak kepolisian. Saya melihat ini merupakan capaian yang sempurna bagi Joker sang "tokoh utama". Dimana Joker secara lihai memutar fakta dan berhasil meyakinkan Harvey bahwa pihak kepolisianlah yang bersalah, bukan Joker.
Tak hanya itu, ada beberapa lagi peristiwa yang menunjukkan kebenaran hipotesis saya. Lepasnya Joker dari penjara wilayah, menawan beberapa warga sipil, meledakkan rumah sakit umum Gotham, meluluhlantakkan jaringan komunikasi kota adalah beberapa hal yang menunjukkan kedigdayaan Joker sebagai “tokoh utama”. Lalu dimana Batman?
Seperti biasa, layaknya film-film Hollywood lainnya yang menceritakan tokoh superhero, Batman larut dalam kesedihan akan rasa bersalah. Ia merasa tak berhasil menyelamatkan Rachel (wanita yang juga disanyangi Harvey), kekasihnya, yang tewas dalam ledakkan. Konflik batin yang timbul dalam adegan memang seolah menunjukkan betapa berat perjuangan yang dihadapi oleh sang pahlawan. Namun bagi saya ini menunjukkan betapa rapuhnya sang pahlawan. Ketika ia dituntut untuk dapat sempurna dalam perjuangannya sebagai seorang ‘single fighter’ ia tidak mampu mengatasi problem yang ada pada dirinya sendiri. Bahkan justru lari dari kenyataan dan mengeluarkan statement penyesalan dan pengakuan akan kekalahan di akhir film.
Memang, akhirnya, Joker tertangkap dan seolah Batman telah berhasil menjalankan tugasnya. Tetapi berbagai rancangan strategi yang direncanakan Joker jauh lebih berkesan dibandingkan berbagai tindakan reaktif yang dilakukan Batman. Tentu saja ini bukan sebuah pembenaran akan tindakan Joker yang melanggar hukum. Namun, dengan sebuah perencanaan yang hebat seorang superhero dapat ditaklukan oleh seorang penderita gangguan jiwa yang trauma akan masa kecilnya. Film inipun menunjukkan kepada kita bahwa menjadi single fighter tidaklah menyenangkan apalagi dapat dikatakan hebat. Beban yang dipikul sendirian dan enggan untuk dibagi bersama lebih banyak menghasilkan kemudharatan dibandingkan bila kita bersama-sama dalam satu barisan.
Overall, film ini setidaknya memberikan sebuah penegasan bahwa
Film-film Hollywood selalu sama, pahlawan ‘single fighter’ such as Batman, Superman, Spiderman, dan man-man lainnya yang larut dalam permasalahan mereka sendiri.
Dari kemaren udah berpuluh2 postingan film betmen masuk ke dalam inbox saya...
ReplyDeleteSanking hebohnya, saya jadi penasaran... apa sih yang bikin orang tiba2 jadi maniak manusiakelelawarcanggih-yg menurut saya ketinggalan jaman banget!-
trus, saya coba tuh baca2...
Hem, seperti yang saya kira...
Reviewnya berkisah seputar mantebnya adegan ni film, betmen yg keren abis, dsb...dsb...
Hingga, saya lanjut baca postingannya hamzahasadullah (agak shock jg, begitu tahu ni orang nonton pula!!hehe)
whue, jauh dari postingan yg udah saya baca, sungguh--yang suka dipanggil tegar ini--dapat memberikan kesan yang berbeda!! Ckck
hebuatz!!
Saya kasih poin 90 buat postingannya!
Selamet kak! Udah masuk kategori qualified versi saya!!
-jarang banget lho, ada orang yang bisa!!
Sayang, judulnya kurang provokatif!
Terlalu personal kak! Padahal kan. Kalo banyak yang baca, insya Allah banyak juga yg dapet ibrohnya...
kurang provokatif ya??
ReplyDeletehm..
tadinya emang mau curhat doank, eh malah kayak review film..he..he..
yup..makasih atas apresiasinya..
Oke... Sama-sama kak!
ReplyDeletebaru searching2 tentang film batman ini di dunia maya..
ReplyDeletedan ternyata saya baru menemukan kenyataan bahwa pemeran tokoh joker sang "tokoh utama", telah meninggal... hm..umur manusia memang tidak ada yang tau...
ini link-nya.
http://www.kapanlagi.com/h/0000236160.html