Seorang anak duduk termangu di lorong sekolah dengan wajah memerah. Di matanya tersisa bulir-bulir air mata yang ia seka sebisanya. Pengumuman siswa baru di daerah bekasi membawanya pada suatu kenyataan, ia tidak lulus di SMA Negeri 6 bekasi. Dengan rata-rata nilai ujian nasional hampir 9, rasanya nyaris tidak mungkin ia tidak diterima di SMA ini yang masih tergolong menengah dalam hal ketatnya persaingan. Tapi kenyataan berbicara lain, ia benar-benar tidak lulus dan mau tidak mau harus menempuh pendidikan menengah di sekolah non-negeri alias sekolah swasta.
Agaknya titel ‘siswa’ dari sekolah swasta yang agak mengganggu dirinya. Apa kata dunia ia sekolah di sekolah swasta? Apalagi sekolah swasta yang namanya nyaris tak terdengar di kancah sekolah menengah di Bekasi. Perasaan itu semakin mengganggu dirinya ketika ia harus menghadapi sebuah fakta bahwa kakak dan abangnya adalah alumnus dari dua sekolah negeri terkemuka di Bekasi, SMAN 2 dan SMAN 1 Bekasi. Pukulan telak kini nampak menimpa dirinya dan itu bertubi-tubi hingga ia nyaris tak mampu berbicara pada orang sekitarnya.
Beruntunglah kondisi ini tak bertahan lama. Keluarga seolah menjadi tempat kembali paling sempurna baginya atas segala kemalangan yang menimpa. Keluarga memberikan motivasi dan kekuatan bagi dirinya untuk menghadapi kondisi ini. Mereka menyadarkan dirinya bahwa lingkungan tak mempunyai dampak langsung bagi hasil yang akan ia capai suatu saat. Sekolah swasta tak menjadi ukuran atas keberhasilan seseorang, tak berarti orang yang berada di sekolah swasta memiliki tingkat kualitas di bawah siswa sekolah negeri. Bila orang tersebut memang berkualitas, pastinya ia akan tetap menunjukkan performa yang luar biasa dalam aktivitasnya, walaupun ia berada sekolah swasta.
Begitupun dengan dirinya, keluarga mengibaratkan dirinya sebagai mutiara. Dimanapun ia berada sebuah mutiara kan selalu bersinar, walaupun di tengah luapan lumpur sekalipun. Maka jadilah mutiara karena ia tak tercemar oleh kotornya lumpur yang mengelilingi dirinya. Karena ia tak terpengaruh oleh statusnya sebagai siswa dari sebuah sekolah swasta dimana ia akan menunjukkan kualitasnya sebagai sebuah mutiara yang terus bersinar.
Karena keluarga memberikan pilihan kepadanya atas sebuah perumpaan. Menjadi ikan kecil di kolam yang besar, atau menjadi ikan yang besar di kolam yang kecil? Tak salah bila ia memilih salah satunya, tapi yang perlu ia pahami adalah menjadi ikan di kedua kolam mempunyai maknanya masing-masing. Berada di sekolah yang hebat dan terkenal namun hanya menjadi penonton diantara orang-orang yang berprestasi adalah perumpaan bagi ikan kecil di kolam yang besar. Sedangkan berprestasi dan menjadi nomor satu di sekolah swasta yang notabene tak terdengar namanya bagaikan menjadi ikan yang besar di kolam yang kecil. Lalu? Mana yang lebih baik? Pertanyaan yang ia ajukan pada keluarganya.
Senyuman terbesit dari anggota keluarga mendengar pertanyaan ini. Dengan perlahan sang ayah berkata “ nak, seorang itu dilihat atas apa yang ia usahakan. Tak dihitung di mana ia berada dan bagaimana caranya, selama yang ia upayakan adalah sesuatu yang halal maka tunjukkanlah bahwa ia bisa membuahkan sesuatu, apapun itu. Ia berpikir untuk terus memberikan sesuatu bagi lingkungannya, atau orang-orang sekitarnya. Maka, menjadi ikan besar di kolam yang kecil atau ikan kecil di kolam yang besar?”
Dengan tersenyum ia berkata pada ayahnya, “aku mau jadi ikan yang besar itu pa, walau Cuma di kolam yang kecil. Seperti lintang di laskar pelangi yang berprestasi luar biasa meski cuma sekolah di sekolah yang minim sarana dan hampir rubuh itu. He.he..”
Kalau begitu saya ucapkan selamat. Semoga tetap istiqomah tuk meraih yang terbaik. Karena engkau adalah mutiara, karena engkau adalah ikan besar walaupun di kolam yang kecil.
Huhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeleteHuhu,tegar..tumben nulis ginian..biasanya nyospol mulu.hehe..pis ah> tp tulisannya bagus
ReplyDeletebuat farah...
ReplyDeletecapek tau ngapusinnya...klo emang suka ama tulisan gw jangan ampe kayak gini donk...
duh..parah..parah..
sampe 16 kali...
ReplyDeleteduh...capek tau...
mana isinya sama semua lagi...duh..
ReplyDeletebener-bener nih orang...
parah..parah..
sebagai rasa hormat..
ReplyDeletedisisain dua deh..
duh..parah..parah..
far..
ReplyDeleteadek gw sekarang udah di FH Unpad dan sekarang masuk pula ke ppsdms.
dari sekolah swasta yang baru berdiri 3 tahun dan jauh dari kata favorit.
alhamdulillah ya robb.
4 tahun kemudian.
ReplyDeletefar..
adek gw sekarang udah di FH Unpad dan sekarang masuk pula ke ppsdms.
dari sekolah swasta yang baru berdiri 3 tahun dan jauh dari kata favorit.
alhamdulillah ya robb.