31 Desember 2014, 13.58 WIB
Siang ini hujan mengguyur deras Pelabuhan Tanjung Priok. Ronanya menjejak jelas di jendela kantorku yang berlatar kapal-kapal Container yang berlabuh di dermaga Terminal operasi 3. Hari ini kantor sepi, banyak yang cuti nampaknya. Teman-temanku belum ada yang kembali dari makan siang dan disinilah aku berada, sendiri menunggu pukul 5 untuk kembali pulang.
Hari ini hari terakhir di tahun 2014, dan di penghujung tahun ini, aku akan bercerita tentang seorang manusia, eh.. lebih tepatnya tentang seorang calon manusia yang sempat singgah bersamaku dan istri.
26 September 2014
Hm..Mungkin saat itu ia masih sebesar butiran beras, kecil, ya sangat kecil. Di usia kandungan 5 minggu aku baru menyadari ada sebentuk makhluk yang Allah titipkan di rahim istriku. Dua garis merah di alat uji kehamilan seharga 20 ribu yang jadi penandanya, dan sejak itu hari-hariku dan istri menjadi berbeda.
Kamipun bersemangat menanti hari esok untuk melihat kondisi si kecil, si unyil kalau istriku memanggilnya, ke dokter kandungan yang ada di rumah sakit di daerah bekasi. Hari itu entah kenapa jadi hari terindah dalam hidupku, wajah sumringah walaupun semalaman tak tidur setelah melihat 2 garis merah itu. Aku gembira, dan hal yang sama terlihat dari senyum indah bidadari di sampingku saat menunggu antrian di dokter kandungan. Senyum ketulusan dari wanita yang diamanahi seorang calon manusia.
Dokterpun memeriksa rahim istriku. Dengan USG biasa belum terlihat apa-apa dan akhirnya USG transvaginal memberikan gambaran yang lebih jelas. Ada setitik noktah di sana, di rahim istriku hasil dari pencitraan USG tersebut. Dokter menyatakan sudah ada kantong rahim dan sebuah embrio disana. Tapi detak jantungnya masih lemah, dokter menyarankan Istriku untuk meminum obat penguat kehamilan dan beberapa vitamin lainnya. Hatiku was-was tapi insyaAllah si unyil tak apa-apa menurut sang dokter.
Maka setelah itu kamipun berusaha untuk membantu si unyil memperkuat dirinya. Makanan sehat dari sayuran, buah-buahan, dan berbagai protein dilahap oleh istriku. Sesuatu yang membahagiakan saat mengetahui bahwa ada calon penerus di dalam rahim istriku.
11 Oktober 2014
Dokter di rumah sakit ini berbeda dengan dokter pertama yang kami datangi. di Rumah sakit ini kami mendapati kenyataan bahwa perkembangan si Unyil mengalami sedikit masalah. Perkembangannya sangat lambat, dari ukuran 0,3 cm, di minggu ketujuh ini, ukurannya masih 0,5 cm. Dokterpun berkata, "coba diperiksa 1 minggu lagi, karena saya baru sekali memeriksa istri anda, dan mudah2an 2 minggu lagi ada perkembangan yang menggembirakan". Hatiku makin tak karuan, sedih bercampur khawatir. Kenapa perkembanganmu lambat nak?
18 Oktober 2014
Kami kembali mendatangi dokter yang sama, dan berharap, semoga ada kabar yang menyejukkan hati kami. Setelah menunggu lama, hampir satu jam. Kamipun masuk ke ruang dokter. Pemeriksaan pun selesai dengan hasil bahwa si Unyil tidak berkembang sama sekali, kalaupun bertambah, hanya beberapa mili saja. Dokterpun menyarankan istriku untuk dikuret. Sebuah kenyataan yang menyakitkan bagi Kami.
Baru beberapa bulan lalu istriku dikuret, sekarang ia harus dikuret lagi? aku hampir-hampir menangis dibuatnya. Tapi kami mencoba tabah, di depan dokter yang menjelaskan prosedur dan tahapan kuret, pikiranku tak fokus, penuh kegelisahan. Terlihat juga dari raut wajah istriku yang mulai memancarkan raut kesedihan yang sangat.
Tapi ketabahan istriku nampaknya tak bertahan lama, selepas keluar dari ruang dokter, tangispun tak mampu dibendung lagi olehnya. Antara ketakutan untuk dikuret kembali dan kesedihan bahwa ia akan ditinggal pergi oleh si kecil, si Unyil.
Kami sekeluarga di rumah, berusaha menguatkannya, dari Ayahku, ibu, Ayah mertua, ibu mertua, semuanya berusaha memberikan rasa tenang padanya. Bahwa kandungan itu akan tetap aman asalkan tidak mengeluarkan flek atau darah, dan kandungan akan baik asalkan ada perkembangan dari besar perut si Ibu. Kamipun sampai-sampai pergi ke Bidan sekedar untuk menguatkan kami, walau kami tahu peralatan dan sarana yang ada di bidan tak selengkap di dokter dan belum tentu memberikan kenyataan yang sebenarnya. Tapi kami nampaknya lebih butuh ketenangan, dan kepercayaan yang sepertinya bisa diberikan oleh sang bidan.
2 November 2014
Dua hari sebelum ulang tahunnya, istriku mengalami pendarahan dan kali ini lebih banyak dari hari sebelumnya. Pukul sepuluh malam kamipun pergi ke Rumah sakit hermina Bekasi untuk memeriksakan kandungan istriku, untungnya ditemani oleh ayah dan ibu mertua yang berkesempatan datang ke bekasi pada saat itu.
Istriku segera dibawa ke ruang pemeriksaan, darah yang keluar semakin banyak dan kental. Semalaman ia mengalami kesakitan yang luar biasa hingga sempat terucap dari mulutnya, "Ya Allah nak, kamu mau apa sih? kalau mau keluar gapapa kok, Amai ikhlas, tapi jangan sakit kayak gini..." Sembari meneteskan air mata ia berusaha menahan sakit di perutnya.
Beberapa jam berlalu, dan sepertinya efek infus mulai bekerja, kontraksi mulai berkurang dan darah yang keluarpun semakin sedikit. Alhamdulillah sepertinya istriku bisa beristirahat dengan lebih nyaman.
3 November 2014
Di hari ini, setelah darah yang keluar mulai berangsur berkurang, istriku diperiksa oleh dokter kandungan di RS Hermina, di tempat dimana kami memeriksa kandungannya pertama kali. Dokter mulai pemeriksaan via USG biasa dan USG Transvaginal.
Hasilnya positif, istriku mengalami keguguran. Tidak ada tanda-tanda kantung rahim dan janin. Dikarenakan masih ada beberapa sisa-sisa dari jaringan janin, maka istriku harus dikuret untuk membersihkan rahimnya. Fiuh..
4 November 2014
Hari ini istriku dikuret, tepat di hari ulang tahunnya. Iapun hanya menangis saat melihat beberapa sisa jaringan janin yang kubawa untuk diperlihatkan padanya. Ia, si unyil yang sempat bersama kami beberapa waktu, walau cuma 13 minggu bersama, ia telah memberikan banyak kegembiraan bagi kami, pengharapan dan juga keyakinan bahwa ini yang terbaik baginya dan bagi kami.
Selamat jalan nak, selamat jalan unyil, insyaAllah Buya dan Amai akan menyusul kamu nanti suatu saat kelak di surga sana. Doakan kami ya nak, doakan agar adik2mu kelak dapat terus mengingatmu dan kita bersama akan berkumpul kembali. InsyaAllah..
Rabbi Hablii minasholihhin..
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya janin yang keguguran akan membawa ibunya ke dalam surga dengan bersama ari-arinya (سرره) apabila ibunya mengharap pahala dari Allah (dengan musibah tersebut) (HR. Ibnu Majah no. 1690)
Wednesday, 31 December 2014
Tuesday, 30 December 2014
Ilusi Negara Maritim
selasar.com |
Tulisan ini juga sudah di publikasikan di situs Selasar.com dengan link berikut ini https://www.selasar.com/politik/ilusi-negara-maritim
Selamat membaca.
**
Ilusi Negara Maritim
Fakta bahwa negara kita adalah negara kepulauan adalah hal
yang tak terbantahkan. Lebih dari 17 ribu gugusan pulau yang membentang luas di
wilayah khatulistiwa menjadi buktinya. Pola pikir bahwa negara kita adalah
negara kepulauan sejauh ini tidaklah menjadi issue yang menarik untuk didiskusikan. Kecuali, dengan catatan
diimbangi penjelasan bahwa diantara keseluruhan wilayah indonesia, bukan
wilayah pulaunya yang terluas melainkan wilayah lautannya yang justru lebih
besar.
Negara kepulauan ataukah negara kelautan? Keduanya bisa jadi
adalah dua sisi yang saling melengkapi karena bila ada kepulauan pasti ada laut.
Namun fakta kembali berbicara, selama 59 tahun indonesia merdeka tak banyak
pengembangan industri kelautan dan maritim yang berkembang di negara ini.
Orde baru yang secara periodik merupakan masa pemerintahan
terlama di indonesia tidak memiliki banyak warisan di bidang kelautan dan
kemaritiman. Selama 32 tahun mereka berkuasa, fokus pembangunan dititikberatkan
pada pembangunan infrastruktur seperti jalan-jalan, gedung-gedung, sarana dan
prasarana yang semuanya berada di darat, sedangkan sektor kelautan belum
mendapatkan perhatian lebih.
Jadi kembali pada diskusi sebelumnya, negara kita adalah
negara kepulauan atau negara kelautan? Dari sisi luas wilayah, pantasnya
disebut negara kelautan atau maritim, tapi dari pola pembangunannya dan
perhatian yang diberikan pemerintah, sepertinya lebih cocok dikatakan sebagai
negara kepulauan. Sebuah ilusi yang muncul saat banyak pihak yang mengklaim
negara ini adalah negara kelautan atau maritim akan tetapi fakta yang ada jelas
menunjukkan bahwa negara ini masih negara daratan atau kepulauan.
Aksi Pemerintah dan Bias
Negara Maritim
Ketidaksingkronan antara klaim sebagai negara maritim dengan
kondisi faktual bahwa negara ini masih berorientasi daratan, baru satu dari
beberapa ihwal mengenai ilusi negara maritim yang dialami republik ini. Tentu
saja dengan catatan bahwa maritim yang dimaksud adalah sekedar memanfaatkan
hasil laut dan belum maritim sesungguhnya yang memandang lautan sebagai wilayah
geografi dan geopolitik.
Ketidaksingkronan tersebut atau kita sebut saja ilusi, berkembang
sedemikian rupa menjadi obsesi yang terkadang mengorbankan banyak hal.
Obsesi tersebut terejawantahkan dalam beberapa program dan aksi
yang kini hangat diperbincangkan oleh khalayak ramai demi menyongsong visi
negara maritim. Pertama mengenai aksi peledakkan kapal nelayan ilegal. Aksi ini
tentu saja mengundang banyak perhatian, selain karena aksi heroik ini jarang terjadi
dan baru-baru ini saja menjadi booming
di beberapa media, peledakkan kapal nelayan ilegal juga dianggap menunjukkan
sikap tegas pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan NKRI.
Tapi yang perlu kita tahu ialah, ini bukan kali pertama TNI AL
dan Kementerian Kelautan dan Perikanan meledakkan kapal-kapal nelayan ilegal. Puluhan
tahun silam di tahun 2003, TNI AL pernah menenggalamkan 4 kapal nelayan asing
berbendera Filipina dan beberapa tahun kedepannya milik Thailand, dan Vietnam. Jadi semestinya aksi ini bukan suatu hal yang
luar biasa, TNI AL ternyata sudah pernah dan biasa melakukannya.
Justru yang harus diperhatikan adalah bagaimana dengan
kapal-kapal besar dan canggih yang lebih banyak meraup untung dari perikanan
Indonesia? Jangan sampai fokus kita pada penenggelaman kapal-kapal kecil
tersebut membuat kita lupa dan teralihkan pada sumber masalah yang lain. Alih-alih
membereskan kapal-kapal kecil nelayan yang ada justru membiarkan kapal yang
lebih besar dan canggih mengambil ikan kita secara illegal.
Aksi kedua yang hangat diperbincangkan adalah Tol Laut yang
menjadi andalan pemerintahan Jokowi. Konsep tol laut atau beberapa orang
menyebutnya pendulum nusantara adalah sebuah jalur kapal-kapal laut yang
menghubungkan Pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia dari Medan, Batam, Tanjung
Priok, Tanjung Perak, dan Sorong yang membentuk pola yang menyerupai pendulum.
Jalur ini yang diharapkan mampu dilewati oleh kapal-kapal besar dengan bobot
lebih dari 50.000 Ton dan mengangkut 3200 kontainer sekaligus. Konsep ini
dipandang mampu menurunkan biaya logistik Indonesia hingga 20% karena komponen yang
ada di dalamnya banyak terpangkas.
Besarnya penghematan biaya logistik ini membuat Tol Laut menjadi
primadona. Pelabuhan-pelabuhan di indonesia saat ini mulai berbenah agar kolam
dermaga mereka menjadi lebih dalam sehingga kapal-kapal besar berbobot 50.000
ton dapat masuk. Tidak ketinggalan, pemerintah juga mengalokasikan anggaran
untuk pengadaan 500 kapal baru dari Cina yang siap berlayar untuk mendukung
Konsep Tol Laut ini.
Dari sisi pelabuhan, investasi trilyunan rupiah guna mendukung
Tol Laut sejauh ini sepertinya tidak menjadi masalah, karena dengan skema dan
proyeksi laba beberapa tahun kedepan, investasi di pelabuhan menguntungkan
pemerintah ataupun swasta. Berbeda dengan investasi di area pelabuhan, impor
kapal dari Cina yang sepertinya masih menjadi tanda tanya.
Kapal-kapal yang diimpor dari Cina tersebut diharapkan mampu
memenuhi kekurangan jumlah kapal di Indonesia untuk mensukseskan Tol laut. Lalu kenapa harus import? Dari segi kualitas, industri
kapal dalam negeri sudah dapat bersaing dengan industri perkapalan negara lain.
Misalnya PT PAL, PT PAL sudah mampu memproduksi kapal-kapal berbobot besar
seperti container ship dan cargo vessel yang sampai saat ini sudah diakui dunia
dan memiliki kualitas sangat baik. Jadi agak mengherankan ketika Tol laut yang
digagas bagi kebaikan bangsa ini justru kurang mendukung produksi dalam negeri
dan pemerintah lebih memilih kapal-kapal buatan Cina.
Jika memang alasan yang dipakai karena ketidakmampuan PT PAL
dalam memproduksi Kapal dalam jumlah besar, setidaknya pemerintah secara
periodik dapat memberikan kesempatan bagi PT PAL dalam memproduksi Kapal
tersebut secara bertahap. Karena Tol Laut secara perencanaan baru dimulai 5
tahun mendatang.
Program dan aksi ketiga yang ramai dibicarakan adalah proyek kerjasama
antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Amerika Serikat dan
Kanada dalam hal pemeliharaan eksplorasi laut yang ramah lingkungan dan
sustainable. Secara pribadi sayapun mendukung proyek ini yang diharapkan mampu
meningkatkan pengolahan hasil laut dan peningkatan pendapatan dari sektor
perikanan.
Namun, proyek riset semacam ini terutama dengan pemerintah
Amerika pernah menyisakan kontroversi. Adalah proyek Naval Medical Research
Unit No.2 atau disingkat Namru 2 yang menyisakan masalah. Namru 2 adalah unit
kesehatan angkatan laut Amerika yang pernah berada di Indonesia. Kegiatan Namru
menitikberatkan pada malaria, penyakit akibat virus, dan penyakit menular
lainnya seperti flu burung. Masalahpun timbul lantaran proyek ini dituding
sebagai kedok Amerika Serikat untuk menjalankan misi intelijennya dan ajang
mengembang serta testing sebuah virus
di daerah Indonesia.
Risiko ini yang mungkin harus dicermati lebih lanjut oleh
pemerintah. Risiko menjadi lahan operasi intelijen dengan berbagai dalih
mengatasnamakan riset dan eksplorasi kelautan. Jika kerjasama tersebut memang
sudah terjadi pemerintah diharapkan lebih jeli dalam pengawasan dan kerangka
kerja sama dengan pemerintah asing terutama Amerika sehingga Indonesia tidak
dimanfaatkan seenaknya oleh kepentingan asing.
Ketiga program aksi yang populer tersebut seakan menggambarkan
upaya yang semu jika melulu digunakan sebagai ajang pamer bahwa kita adalah
negara maritim. Karena banyak hal yang sepertinya terlalu berharga untuk dikorbankan
demi predikat negara maritim, dari pelaku industri kelautan seperti PT PAL,
nelayan-nelayan kecil di Indonesia, serta kedaulatan dan kerahasiaan negara.
Visi sebagai negara maritim memang bagus dan layak diperjuangkan, tapi jika
selalu dibayangi oleh ilusi yang nampak bias dari aksi membangun opini,
sepertinya negara maritim yang diharapkan masih jauh dari kenyataan.
Worklife Balance on IPC
Artikel ketiga yang secara de facto saya kirimkan ke majalah kantor, IPC News, tapi berhubung artikel yang ini tidak mencantumkan saya sebagai penulis, ya jadilah cuma terhitung 2 kali saya menulis di IPC News.
**
Worklife Balance on IPC
“I left management position with a monthly 8 digit salary” –
Agus, Taxi Driver and A Former Journalist
Artikel di situs www.wearejakarta.com beberapa waktu lalu
tentang Pak Agus, seorang executive manager di sebuah perusahaan yang banting
setir menjadi supir taxi mungkin dapat menjadi perhatian bagi kita semua akan
pentingnya worklife balance. Ia meninggalkan posisi jabatan tersebut karena ia
begitu merindukan keluarganya. Istrinya wafat 5 tahun lalu saat ia berada
ribuan mil jauhnya dari rumah. Hal itu sungguh menghancurkan hatinya, di saat
sang istri membutuhkan kehadirannya, ia tak dapat menemani.
Tahun lalu, anak bungsunya mencoba untuk bunuh diri. Anaknya
marah karena Ia tak henti-hentinya
bekerja yang membuat mereka jarang bertemu. Ia tahu bahwa anaknya hanya
ingin menarik perhatiannya dan tahu bahwa ia tak dapat mengabaikan hal ini.
Saat itu ia mencintai karirnya, tapi ia tak lagi menikmati pekerjaannya. Karena
menurutnya, pekerjaannya membuat ia jauh dari orang-orang yang dicintainya.
Pilihan karir yang diambilnya kini memang berat, tapi baginya hal ini sebanding
dengan apa yang didapatkannya sekarang, dekat dengan orang-orang yang
dicintainya.
Tentunya bila dibandingkan posisi kita kini sebagai pegawai
IPC, kejadian yang serupa dengan pak Agus ini sangatlah jarang terjadi, atau
mungkin hampir tak ada sama sekali. Tapi hal ini bisa saja terjadi bila insan
IPC tidak pandai-pandai dalam menjaga worklife balance yang ada pada diri
mereka.
Worklife balance..?
Istilah worklife balance pertama kali di populerkan di
inggris di akhir tahun 1970-an untuk mendeskripsikan keseimbangan antara
pekerjaan di kantor dan kehidupan pribadi. Isu ini muncul saat banyak pekerja
di waktu itu yang memiliki konflik antara mereka dan keluarganya terutama
dengan anak-anak dikarenakan waktu kerja yang panjang sehingga mereka hanya
memiliki waktu yang sedikit dengan keluarga.
Sedangkan untuk situasi dan kondisi saat ini, isu tentang
worklife balance semakin kompleks seiring dengan tuntutan pekerjaan serta ambisi
yang beragam dari tiap pekerja. Sekarang perusahaan tak lagi semonoton di tahun
1970-an. Pekerja kini tak sekedar melakukan pekerjaan rutin dan sama tiap
harinya akan tetapi telah berkembang sedemikin rupa menjadi pekerjaan yang
lintas ruang dan multi peran. Saat ini seorang pekerja dapat berinteraksi
dengan seseorang yang berada ribuan mil jauhnya dari tempat kerjanya melalui
jaringan internet, dan saat ini seorang pekerja dituntut untuk dapat melaksanakan
peran sebagai staff dan manajer secara bersamaan yang membutuhkan kemampuan
klerikal dan leadership sekaligus.
Ambisi tiap pekerja turut menjadi bagian dari isu worklife
balance. Selain tuntutan pekerjaan yang tinggi, ambisi yang besar untuk
mencapai karir setinggi mungkin membuat waktu antara kehidupan pribadi dan
pekerjaan di kantor menjadi tak seimbang. Sehingga mau tak mau demi karir yang
cemerlang, sebagian orang mengorbankan kehidupan pribadinya untuk waktu bekerja
yang lebih di kantor.
Namun apakah dengan menyeimbangkan waktu secara seimbang
antara pekerjaan di kantor dengan kehidupan pribadi membuat worklife balance
tercapai? Mungkin saja, akan tetapi hidup kita tidaklah sekaku itu, dimana tiap
detailnya waktu kita diseimbangkan dan terprogram dengan seksama. Tentunya
hidup kita akan lebih nyaman bila segala sesuatunya lebih mengalir.
Worklife balance juga berbeda di tiap fase perkembangan
karir yang kita jalani, tidak dapat disamakan. Tentunya worklife balance ketika
sebelum menikah berbeda setelah kita menikah. Sebelum menikah mungkin saja kita
dapat sebebas mungkin untuk bekerja di kantor sampai larut malam, bekerja tanpa
kenal lelah. tapi setelah menikah, seringkali bekerja hingga larut malam juga
tidaklah baik bagi kehidupan rumah tangga kita.
Untuk itu, worklife balance tidak sekedar berfokus pada cara
kita mengatur jadwal sehari-hari, atau menyamakan worklife balance untuk setiap
orang di semua tingkatan karir. Tapi lebih dari itu, worklife balance
sebenarnya adalah bagaimana caranya kita mengisi hari-hari dengan pencapaian
dan kepuasan dalam bekerja dan kehidupan pribadi.
Mewujudkan IPC
Worklife Balance
Menurut situs www. worklifebalance.com, kehidupan yang
seimbang antara pekerjaan di kantor dan kehidupan pribadi adalah tentang
bagaimana kita mengisi hari dengan pencapaian dan kepuasan. Pencapaian serta
prestasi yang dicapai di kantor ataupun di kehidupan pribadi dan juga kepuasan
dalam menjalani keduanya.
Sehingga dengan mencapai target tertentu serta kepuasan
dalam melakukannya menjadikan hari kita di tempat kerja dapat lebih nyaman dan
kitapun lebih menikmati pekerjaan di kantor. Ditambah dengan melakukan hal yang
sama di dalam kehidupan pribadi, seperti melakukan aktivitas bersama keluarga,
jalan-jalan ke suatu tempat yang belum pernah disinggahi, membuat kehidupan
kita secara keseluruhan menjadi seimbang.
Ada beberapa tips yang mungkin dapat kita lakukan dalam mewujudkan
worklife balance. Pertama, selalu upayakan untuk pulang tepat waktu dari kantor
dengan syarat, pekerjaan kita telah selesai, dan tidak ada meeting mendadak.
Untuk itu perlu adanya manajemen waktu yang baik dalam bekerja hingga lebih
efektif dan efisien dalam memanfaatkan waktu. Dengan pulang tepat waktu,
kehidupan kita bersama keluarga dapat dioptimalkan dengan secepat mungkin kita
hadir bersama mereka.
Kedua, berpartisipasi dalam kegiatan kantor, di luar jam
kerja. Ada kalanya disaat kita bekerja, muncul rasa suntuk dan bosan yang
mungkin timbul akibat pekerjaan yang berulang kita lakukan. Untuk itu kita
perlu variasi yang membuat kita dapat mengisi kembali energi kita dalam bekerja
dengan melakukan kegiatan menyenangkan yang diselenggarakan oleh kantor setelah
jam kerja. Contohnya adalah aktivitas bermain futsal bersama teman-teman
kantor. Untuk hal ini, IPC secara rutin menyelenggarakannya dan karyawan secara
antusias menyambutnya.
Ketiga, sesekali menghubungi keluarga ataupun teman dekat di
kala waktu senggang saat bekerja. Waktu kita yang sebagian besar di kantor,
membuat interaksi dengan keluarga ataupun sahabat menjadi lebih sedikit. Untuk
mensiasati hal ini, menghubungi mereka via telepon ataupun media sosial di
internet membuat kita tetap terhubung dengan kehidupan sosial di luar sana.
Mungkin itu beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk
mewujudkan worklife balance. Memang tak mudah tapi tidak mustahil untuk
dilakukan. Dengan fasilitas yang diberikan oleh IPC dari sarana dan prasarana
yang mumpuni seperti ruang kerja yang baik dan telah direnovasi, kultur kerja
yang dinamis dan bersahabat, serta pilihan dalam menyalurkan hobi seperti
futsal, bulutangkis, dan lainnya, harapannya para karyawan dapat menggapai
worklife balance yang dapat menjadikan tiap insan IPC pribadi yang paripurna.
Subscribe to:
Posts (Atom)