Sesaat, saya menghembuskan nafas dan memandang kembali CV dan surat lamaran yang teronggok manis di atas meja kerja. Beberapa lembar kertas yang bertuliskan nama, alamat, riwayat pekerjaan, dan pastinya sepucuk surat bahwa yang bersangkutan ingin melamar di perusahaan tempat saya bekerja.
Secara keseluruhan, idealnya, saya tak perlu 'galau' dengan sepucuk aplikasi lamaran kerja yang tadinya terbungkus rapi dalam amplop coklat besar. Karena memang yang namanya surat lamaran dalam amplop coklat bukan suatu hal yang baru bagi saya.
Bahkan kini beberapa tumpukan lamaran dalam amplop masih terbengkalai berdebu di sudut ruang kerja. (duh maaf ya para pelamar). Tapi kini yang membuat saya agak malas dan resah adalah sebuah tulisan kecil di pojok kiri atas surat lamaran si pelamar. Tertulis dengan tinta berwarna merah, "ref: Dirut". Alamak, tanda-tanda bakal diintervensi nih.
Karena memang biasanya, referensi atau calon dari si pejabat perusahaan, entah dia saudara jauhnya, atau cuma tetangga, hampir dipastikan berujung intervensi dan tekanan yang intinya adalah, "nih orang referensinya pejabat, mau gak mau harus diterima.". duh.. apa jadinya perusahaan kalau begini caranya. Kalau si pelamar sesuai kualifikasi, syukur alhamdulillah, tapi kalau jauh dari kualifikasi? psikotes jeblok, pengalaman nol, hasil tes kesehatan tidak fit. Apa tetap harus diterima?
hm.. ya sebenarnya sih mau dipaksakan atau tidak, tidak jadi masalah. Toh keputusan tetap ditangan para bos-bos itu, pimpinan yang terhormat. Saya hanya menjalankan pekerjaan sesuai prosedur dan keputusan diterima atau tidak kembali saya serahkan pada mereka.
Saya hanya menyajikan fakta dan silahkan para pembesar itu yang memutuskan. Saya serahkan hasil psikotesnya, hasil interview, dan hasil tes kesehatan. Silahkan ditimbang-timbang apakah layak atau tidak. Tapi sejauh ini memang pimpinan saya itu tak mau mengambil risiko, walau referensi pejabat tapi jika tidak memenuhi kualifikasi ya apa mau dikata. Syukurlah para pimpinan masih bisa bertindak rasional.