Wednesday 16 September 2009

Sudah agak Basi : Perihal Indonesia - Malaysia

Mari kita mulai tulisan ini dari informasi yang sedikit saya miliki tentang sejarah nusantara atau lebih khususnya Indonesia kita. Zaman dulu, ketika penjajah belanda (baca : VOC dan kolonialis) masih jumawa berjaya di nusantara, Mereka menyebut negara kita ini dengan sebutan Nederlandsch- Indie (Hindia Belanda). Sebutan ini bertahan cukup lama walaupun secara esensi sebutan ini rancu dengan penyebutan India yang lain.

Akhirnya tibalah pada tahun 1849 seorang ahli etnologi berkebangsaan Inggris, James Richardson Logan (selanjutnya kita sebut saja Logan), mempelajari kepulauan di daerah nusantara, dan terberkatilah Logan. Kenapa? karena entah disadari atau tidak, usulannya atas nama bangsa bagi kepulauan hindia belanda dalam perkembangannya di kemudian hari di affirmasi oleh semua kalangan, baik dari golongan intelektual, pejuang, dan rakyat biasa.

sebenarnya yang mengusulkan nama untuk kepulauan hindia belanda ini adalah kolega dari Logan, yaitu George Samuel Windsor Earl (kita panggil saja Earl). Dalam sebuah artikel di dalam majalah ilmiah yang didirikan Logan, Earl mengatakan bahwa sudah saatnya bangsa di kepulauan hindia memiliki sebutan bagi bangsa mereka, karena seperti yang sudah di sebutkan di awal tulisan ini, kata hindia bermakna banyak dan rancu. Singkat kata, Earl mengusulkan dua nama, yakni Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti Pulau). Dan Earl pun lebih memilih nama Malayunesia yang berarti orang-orang yang berbahasa melayu.

Tapi, sekali lagi, terberkatilah Logan. Karena Ia tidak menyetujui penyebutan kata-kata Malayunesia dan lebih memilih Indunesia (dengan huruf U yang diganti huruf O). Jadilah sejak itu Logan selalu memakai kata-kata Indonesia di setiap jurnal ilmiah yang ia tulis tentang kepulauan hindia. Yang lambat laun membuat nama ini familiar di telinga para pejuang kemerdekaan, intelektual, dan rakyat kecil. Agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Dan dalam perkembangannya kita tahu bahwa bangsa Indonesia melalui pahit getirnya penjajahan. Dimana berujung pada sebuah kemerdekaan yang manis. Penuh perjuangan, tetesan darah dari para pejuang. Tak hanya dari orang-orang melayu (malayunesia) tapi juga dari pelosok kepulauan nusantara (Indunesia). Andaikan Logan saat itu tidak memilih kata Indonesia, mungkin lain cerita yang akan terjadi.

kini, Malayunesia telah berdiri sendiri sebagai sebuah negara, begitu pula Indonesia dimana keduanya berasal dari sebuah akar yang sama. Bedanya Indonesia lebih dulu merdeka, dan mereka belakangan. Indonesia di jajah belanda, mereka di jajah Inggris. Indonesia merebut kemerdekaannya sedangkan mereka 'dihadiahkan' kemerdekaannya. Indonesia lebih dulu mengirim orang-orang terbaiknya untuk memberikan pengajaran pada mereka, sedangkan mereka berguru ke negeri kita. Negara kita kaya sumber daya alam, mereka tidak.

Romantisme masa lalu serasa nikmat bila di ingat-ingat. yang terkadang membuat lalai untuk melihat masa depan. kita terlihat terlalu puas atas pencapaian di masa lalu tanpa ada sebuah inisiatif untuk bergerak di era yang kejam saat ini. Era dimana yang tidak cepat bergerak dan berinovasi, dialah yang tergilas. Dan nampaknya hal itu di antisipasi oleh malaysia.

Mereka bergerak cepat dalam membangun negerinya, SDA yang ada dan terbatas, mereka maksimalkan untuk riset dan pendidikan. Orang-orang pintar dan jenius di fasilitasi, proses birokrasi negara diperbaiki, dan para pemalas dihabisi. Hingga kini mereka cukup jauh meninggalkan kita.

Sedangkan kita?? nampaknya masih banyak yang terlena oleh romantisme masa lalu. "kita merebut kemerdekaan kita dari penjajah, dengan tetes darah pejuang, berbeda dengan mereka, kita pun lebih dulu merdeka, mereka masih belum ada apa-apanya dibanding sejarah bangsa kita". Baiklah, Sejarah memang sedikit banyak bermanfaat, namun jika ini justru menimbulkan semacam rasionalisasi agar kita tetap memaksakan diri berada di atas mereka, itu yang sedikit keliru. Ya, memang saya pahami betapa sakit hati ini, ketika negara tetangga kita itu main klaim sana sini terhadap budaya kita, ya saya pun tahu betapa terhina dan sakitnya kita ketika kita di khianati oleh saudara serumpun. tapi sadarilah, tak ada gunanya memakai rasionalisasi sejarah dan emosi dalam mencari solusi bagi permasalahan ini, kenyataannya mereka memang sedikit lebih maju dari kita (terutama taktik dalam klaim mengklaim).

Tapi mari kita jadikan momentum ini (permasalahan dengan negara tetangga) sebagai titik tolak dalam membangun kembali negeri ini. Mengembalikan kesadaran terhadap generasi penerus bangsa atas budaya-budaya yang seringkali terkalahkan oleh pengaruh arus modernitas. Mengembalikan pendidikan sebagai pangkal kemajuan bangsa. Itulah yang harus kita lakukan saat ini, ketimbang berteriak ganyang malaysia, sedangkan musuh sebenarnya sudah di depan mata.

3 comments:

  1. Masih menganggap bahwa ada konflik ind-malay? Masih membesar2kannya? Masih terbawa media dan konspirasi keji dong klo gitu,.

    ReplyDelete
  2. gak juga sih kak.. sekedar mereview kejadian yang beberapa waktu lalu terjadi..

    ReplyDelete
  3. Ya makanya kita jangan terprovokasi terus oleh media2 gila itu...

    ReplyDelete